Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Virus Flu Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) ditemukan di peternakan PT Indo Tirta Suaka (ITS) Pulau Bulan, Batam. Imbasnya, pemerintah Singapura mulai menghentikan impor babi hidup dari Indonesia sementara pada April 2023 lalu. Meski banyak ahli yang menyebut penyakit ini tidak dapat menular ke manusia, masyarakat tentu tetap merasa khawatir. Lantas, bagaimana ciri-ciri Flu Babi Afrika?
Apa itu Flu Babi Afrika?
Menurut Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH), Flu Babi Afrika adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang babi ternak dan liar dengan tingkat kematian mencapai 100 persen. Virus ini sangat resisten terhadap lingkungan, sehingga dapat bertahan hidup di pakaian bahkan pada produk olahan daging babi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Virus ini diklaim tidak berbahaya bagi kesehatan manusia, tetapi berdampak buruk terhadap populasi babi dan perekonomian. Pasalnya, hingga saat ini tidak ada vaksin yang secara efektif melawan ASF. Sementara itu, daging bagi menjadi sumber utama protein hewani global dengan persentase 35 persen.
Ciri-ciri Flu Babi Afrika
Layanan Inspeksi Kesehatan Hewan dan Tumbuhan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mengatakan bahwa Flu Babi Afrika ditemukan di negara-negara di seluruh dunia. Baru-baru ini, telah menyebar ke Republik Dominika dan Haiti. ASF juga menyebar ke Cina, Vietnam, Mongolia, dan beberapa bagian Uni Eropa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gejala Flu Babi Afrika pada ternak dapat ditandai dengan:
- Demam tinggi.
- Lemas.
- Nafsu makan menurun.
- Kulit merah, lesi kulit, atau berjerawat.
- Diare.
- Muntah.
- Ciri-ciri Flu Babi Afrika juga berupa batuk.
- Kesulitan bernapas.
Cara Penyebaran Flu Babi Afrika
Tanpa disadari, wisatawan internasional berpotensi membawa pulang penyakit setelah berkunjung dari negara yang terjangkit ASF, terutama jika datang ke peternakan. Beberapa makanan yang terbuat dari daging babi juga menjadi sumber penyebaran virus. Maka dari itu, USDA mengimbau masyarakat dunia untuk melakukan beberapa hal, diantaranya:
- Bersihkan atau disinfeksi pakaian hingga sepatu yang dikenakan di sekitar babi.
- Jangan pergi ke peternakan, pasar ternak, gudang penjualan, sirkus, kebun binatang, toko hewan peliharaan, atau fasilitas hewan lainnya sementara waktu.
Perbedaan Flu Babi Afrika dengan Flu Babi Biasa
Menurut Departemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan Tasmania, Flu Babi Afrika dan demam babi klasik (Classical Swine Fever atau CSF) secara klinis serupa, tidak dapat dibedakan secara mudah di lapangan, serta perlu pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis. Meski begitu, kedua penyakit disebabkan oleh virus yang sama sekali tidak sama.
CSF sering dikenal sebagai Hog Cholera diakibatkan oleh virus dari genus pestivirus atau famili Flaviviridae. Virus ini berkerabat dekat dengan virus penyebab diare, virus bovine (menyerang mukosa) pada sapi, dan penyakit perbatasan (hairy shaker disease) domba.
Flu Babi Afrika dan Flu Babi Biasa dapat diketahui dengan melihat ciri-ciri klinis, seperti demam, tidak bersemangat, kehilangan nafsu makan, bercak (merah, ungu, atau biru) pada telinga, hidung, dan area badan lainnya, muntah, diare berdarah, batuk, kesulitan bernapas, hingga keguguran pada induk babi.
Wabah CSF tersebar luas di Asia, Afrika, Amerika Selatan, dan sebagian di Eropa. Sementara ASF hadir pertama kali di Afrika sub-Sahara dan Eropa timur. Pada September 2018, penyakit ini terdeteksi di Belgia dan terus ditemukan secara berjeda.
Itulah ciri-ciri Flu Babi Afrika yang tidak menyerang manusia. Meski begitu, para ahli mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan menghindari kontak langsung dengan hewan ini. Semoga bermanfaat.
Pilihan editor: Bedanya African Swine Fever dengan Flu Babi, Ini Kata Kemenkes
NIA HEPPY | MELYNDA DWI PUSPITA