Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Status hukum dan moral soal aborsi yang saat ini menjadi perdebatan di Amerika Serikat telah mendorong Paus Fransiskus angkat bicara. Pemimpin 2 miliar umat Katolik itu dikenal bicara blak-blakan tentang penolakan terhadap praktik aborsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam sebuah konferensi anti-abosi di Vatikan, Sabtu, 25 Mei 2019, Paus Franciskus mengatakan tidak boleh ada alasan untuk mengambil nyawa seorang manusia, bahkan untuk kasus ketika nyawa itu masih berupa janin yang secara medis lemah dan bisa meninggal saat dilahirkan atau tak lama setelah dia lahir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Apakah perlu membuang nyawa demi menyelesaikan sebuah masalah? Apakah perlu merekrut pembunuh bayaran untuk menyelesaikan sebuah masalah?," kata Paus Fransiskus, seperti dikutip dari rt.com, Minggu 26 Mei 2019.
Ilustrasi bayi. Pixabay.com
Menurut Paus Fransiskus, janin yang lemah harus diberikan perawatan terbaik seperti halnya orang tua yang juga harus dipersiapkan mentalnya jika kehilangan janin tersebut.
Sebelumnya pada Oktober 2018, Paus Fransiskus mengatakan aborsi sama dengan kontrak pembunuhan yang ditujukan untuk menyelesaikan sebuah masalah. Paus pernah pula membandingkan aborsi dengan program egenetika Nazi di Jerman, yakni perbaikan ras manusia dengan membuang orang-orang yang berpenyakit atau cacat dan memperbanyak individu sehat.
Paus Fransiskus dalam konferensi anti-abosi di Vatikan menekankan Gereja Katolik selama berabad-abad menentang praktik aborsi yang dianggap sebagai sebuah dosa berat.
Pernyataan Paus itu muncul di saat media-media di Amerika Serikat menyoroti separuh dari total jumlah negara bagian di Amerika Serikat meloloskan undang-undang pembatasan anti-aborsi. Pada akhir pekan lalu, pengetatan undang-undang aborsi dikukuhkan secara hukum oleh Kay Ivey, Gubernur Alabama, Amerika Serikat.
Lewat undang-undang itu segala bentuk aborsi dilarang termasuk untuk korban perkosaan dan incest atau hubungan seksual antar saudara. Namun undang-undang itu membuat pengecualian, yakni aborsi boleh dilakukan jika mengancam nyawa si ibu. Para dokter yang melanggar undang-undang ini, terancam penjara 10 tahun sampai 99 tahun.