NI me voy ni me van (Saya tak akan pergi dan saya tak mungkin
dipaksa lari). Semboyan almarhum ayahnya yang belakangan ini
sering diulangi Presiden Anastasio Somoza-Debayle ternyata omong
kosong saja.
Pekan lalu Presiden Nikaragua ini mengundurkan diri dari
jabatannya dan terbang ke Miami, Florida, Amerika Serikat.
Kongres Nikaragua memilih Ketua Majelis Rendah Parlemen
Francisco Urcuyo sebagai penggantinya. Tapi 36 jam kemudian
Urcuyo melepaskan jabatannya dan dengan helikopter terbang ke
luar negeri, diduga ke Guatemala. Sementara ratusan pendukung
dan teman dekat Somoza serta keluarganya lari ke luar negeri.
Dengan begitu berakhirlah sudah riwayat rezim Somoza setelah 42
tahun berkuasa.
Pasukan Pengawal Nasional di bawah panglimanya, Kol. Frederico
Mejia Gonzales dikabarkan menyerah pada pasukan gerilya. Dari
segala penjuru pasukan gerilya memasuki ibukota Managua untuk
merayakan kemenangan mereka. Semua anggota Junta -- 5 tokoh yang
memimpin pemerintahan sementara -- sudah tiba di Nikaragua dari
tempat persembunyian mereka di luar negeri. Sampai akhir pekan
lalu, beberapa negara termasuk Meksiko telah mengakui
pemerintahan Sandinista yang baru ini.
Mengapa rezim Somoza runtuh? Keberhasilan gerilyawan Sandinista
menjatuhkan Somoza adalah karena:
Revolusi Nikaragua bukanlah pertentangan antara kelompok kiri
melawan kanan atau sipil kontra militer. Hampir semua golongan
-- radikal dan konservatif, kaya dan miskin, Marxis maupun
rohaniawan Katholik -- bersatu melawan musuh bersama rezim
Somoza:
Dua sekutu utama yang diharapkan Somoza -- kaum pengusaha kaya
Nikaragua dan pemerintah AS -- telah pula melepaskan
dukungannya. Praktis hanya 7500 pasukan Pengawal Nasional yang
tinggal mendukungnya. Dan ketika melalui pertempuran sengit kota
demi kota. Jatuh ke tangan Sandmista, keruntuhan Somoza tinggal
waktu saja.
Dari Sandino
Dinasti Somoza dibangun oleh Jen deral Anastasio Somoza Garcia
yang pada Pebruari 1933 mendalangi pembunuhan Jenderal Augusto
Cesar Sandino tokoh nasionalis yang menjadi lawan utamanya,
beberapa bulan setelah Somoza diangkat sebagai Panglima Pengawal
Nasional. Selama sekitar 20 tahun sebelumnya, Nikaragua praktis
berada di bawah pendudukan pasukan marinir AS. Tapi para
pendukung Sandino, yang kemudian memakai namanya untuk gerakan
mereka Sandinista, terus menentang sampai Somoza terpilih
sebagai Preslden pada 1936.
Ketika dia akhirnya terbunuh pada 1956, anaknya yang tertua,
Luis Somoza Debayle, menggantikannya sampai 1963. Sampai 1967
negeri ini diperintah oleh pemerintah sementara yang terdiri
dari para pendukung setia Somoza. Pada pemilihan Presiden 1967,
Anastasio Somoza (Tacho) terpilih dan menjadi generasi ketiga
Somoza yang memerintah Nikaragua. Selama itu gerilyawan
penentangnya terus melancarkan serangan, tapi berkat dukungan
pemerintah AS dan kelompok pengusaha kaya, rezim Somoza dapat
terus bertahan. Dukungan politik diperolehnya dari partainya
sendiri, partai Liberal. Dengan tangan besi, jenderal ini
memerintah secara otoriter. Kemerdekaan pers ditekan, hak asasi
penduduk diperkosa, lawan politiknya dipenjarakan -- semua ini
dilakukan lewat Pengawal Nasional yang praktis merupakan pasukan
pribadi Somoza.
Awal keruntuhan Somoza dimulai pada 1972 ketika gempa bumi hebat
melanda Managua. Sekitar 10 ribu otang mati, 20 ribu luka-luka
dan 250 ribu (dari jumlah 350 ribu penduduk) kehilangan tempat
tinggal di kota itu. Bantuan datang dari seluruh dunia. Somoza
mengangkat dirinya sebagai Ketua Komite Darurat Nasional yang
menerima dan menyalurkan bantuan itu. Keluhan dan protes segera
muncul karena terbukti bahwa kelompok Somoza beserta Pengawal
Nasional menyelewengkan bantuan itu.
Bukan itu saja. Keluarga Somoza beserta sobat-sobatnya segera
memanfaatkan masa "pembangunan kembali" untuk memupuk kekayaan.
Caranya sederhana. Karena ibukota Managua praktis hancur oleh
gempa, Managua baru harus dibangun kembali di luar kota yang
bebas dari jalur gempa. Dan tanah di sini sudah dikuasai
sebelumnya oleh Somoza dkk. Harga tanah melesat naik dan
keuntungannya masuk kantong Somoza dkk. Satu contoh: Kol. Rafael
Adonis, ajudan Somoza, membeli tanah seharga US$ 71.428 pada 4
Juni 1975, yang dijualnya pada pemerintah 4 bulan kemudian
seharga $ 3.342.000.
Paling mengecewakan para pengusaha Nikaragua, yang sebelumnya
selalu mendukung Somoza, ialah bukan soal korupsi, tapi
"persaingan tidak sehat" dari kelompok Somoza selama masa
pembangunan kembali ini. Korupsi dan uang sogok sudah dianggap
membudaya di negeri ini.
Sebelum gempa, usaha bisnis keluarga Somoza yang kabarnya
meliputi 100 perusahaan diperkirakan berharga sekitar US$ 500
juta. Antara lain perusahaan penerbangan nasional (Lanica),
perkapalan (Mamenic), pabrik semen 20 sampai 30% tanah pertanian
(menghasilkan kapas, kopi dan ternak), satu suratkabar dan
pemancar televisi, dealer mobil (termasuk Mercedes Benz) dan
fasilitas pelabuhan (yang namanya Puerto Somoza). Dua bidang
yang dikuasai para keluarga kaya lain, bank dan kontraktor,
tidak terlalu dicampuri Somoza.
Gempa bumi, selain mengalirkan keuntungan, juga membuat silau
Somoza. Dalam waktu singkat Banco de Centro-America, bank milik
Somoza ditunjuk sebagai penyalur bantuan luarnegeri. Sementara
itu perusahaan konstruksi milik Somoza mendapat sebagian besar
kontrak pembangunan pemerintah. Dengan lain kata, Somoza telah
mengubah "aturan permainan". Para pengusaha swasta tidak
dibaginya keuntungan lagi.
Tidak heran, ketika pada 1974 Somoza terpilih kembali sebagai
Presiden untuk masa jabatan 6 tahun lagi, ketidakpuasan serta
keresahan meluas. Hampir semua golongan dari hampir 2,5 juta
penduduk Nikaragua merasakan ketidakadilan sosial. Sekitar 50%
rakyat menerima 15% dari pendapatan nasional. Di pedesaan,
pendapatan per kepala ditaksir US$ 130 per tahun, 6% petani
memiliki 30,5% tanah pertanian sedang yang 50,8% memiliki 3,4%
tanah. Kekurangan pangan merajalela, setengah dari penduduk
dewasa buta huruf.
Walaupun begitu, sampai 1974 praktis tidak ada oposisi yang
terorganisir menentang Somoza. Kaum gerilya tampak lemah. Lawan
politik Somoza memboikot pemilihan umum yang mereka anggap
curang.
Tapi 27 Desember 1974, gerilyawan Front Pembebasan Nasional
Sandinista (FSLN) menyerbu pesta bekas Menteri Pertanian Jose
Maria Castillo dan menyandera belasan tamu, termasuk bebtrapa
sanak Somoza. Lantas situasi mendadak berubah. Somoza akhirnya
terpaksa menyiarkan pernyataan Sandinista, membayar tebusan $ 1
juta, membebaskan 14 tahanan politik dan menerbangkan mereka
semua ke Kuba.
Terceristas
Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun rezim Somoza tersudut.
Ribuan penduduk bertepuk menyambut para gerilyawan ini ketika
bersama para sandera mereka menuju lapangan terbang. Malam itu
juga Somoza mengumumkan keadaan darurat perang, membekukan hak
asasi penduduk, menyensor media massa dan menyatakan perang pada
kaum gerilyawan.
Perang ini ternyata berlangsung bertahun-tahun, terutama di
pegunungan Matagalpa. Banyak keluarga terpaksa meninggalkan
tanahnya yang kemudian dikuasai pejabat rezim Somoza. Para
petani yang dituduh membantu gerilyawan dikurung di banyak kamp
tahanan. Ini menimbulkan tantangan dari banyak pihak, antara
lain para rohaniawan Katholik yang menuduh Somoza menganiaya
dan membunuh tahanan politik.
Somoza makin kehilangan simpati AS ketika Presiden Carter pada
awal 1977 melancarkan kampanye hak asasinya. Pemerintah AS
bahkan mengancam akan menhentikan bantuan ekonomi dan
militernya kalau Somoza tidak menghormati hak asasi rakyat
Nikaragua.
Somoza menuduh kaum gerilyawan didalangi kaum Komunis yang
berpangkal di Kuba dan Panama. FSLN yang lahir pada 1962 memang
mempersatukan kelompok Marxis dan non-Marxis kiri yang menentang
Somoza. Pendirinya, Carlos Fonseca Amador --tokoh gerilyawan
hasil didikan Kuba -- tewas 2 tahun lalu. Sebagian besar 3000
anggotanya terdiri dari kaum muda, banyak di antaranya para
pemuda belasan tahun dari keluarga kaya. Ada 3 kelompok dalam
FSLN, dua di antaranya terangterangan menyebut dirinya Marxis.
Tapi kelompok ketiga, yang dikenal dengan Terceristas
(Pemberontak) terdiri dari kaum sosialis, rohaniawan Katholik,
buruh dan pengusaha.
Terceristas paling populer di kalangan rakyat setelah operasi
mereka yang hebat, termasuk di antaranya penyerbuan tahun lalu
ke Istana Nasional di Managua yang berhasil menyandera sekitar
1500 orang. Akhir Juni lalu, FSLN membentuk junta terdiri dari 5
tokoh yang akan memerintah Nikaragua untuk sementara. Mereka
adalah Daniel Ortega dari Terceristas Moises Hassan Morales
dari Front Patriotis Nasional Alfonso Robelo Callejas, seorang
pengusaha Violeta Barrios de Chamorro, janda pemimpin redaksi
koran La Prensa yang awal tahun ini mati tertembak dan Sergio
Ramirez Mercado, bekas sekretaris Universitas Amerika Tengah di
Kosta Rika.
Pemerintahan Kiri?
Banyak kekhawatiran, terutama di AS, bahwa golongan Marxis akan
bisa menguasai FSLN hingga semacam "Kuba kedua" akan lahir di
Nikaragua. FSLN memang didukung penuh oleh pemerintah Kuba,
Panama dan Kosta Rika Sekitar 600 gerilyawan Sandinista
dikabarkan hasil latihan di Kuba. Persenjataan Sandinista
diketahui disalurkan lewat ketiga negara itu.
FSLN diketahui juga mempunyai hubungan dengan Front Nasional
Pembebasan Palestina. "Dubes Keliling" FSLN yang bekas pastor
dan penyair, Ernesto Cardenal, April lalu berkunjung ke Teheran
dan bertemu Ayatullah Khomeini. Cardenal bahkan sempat berbicara
di Radio Teheran dan menyebut adanya persamaan antara Islam
dengan revolusi Iran dan turut sertanya kaum Katholik pada
revolusi Nikaragua.
Tapi bagi rakyat Nikaragua sendiri, tampaknya siapapun yang
berhasil menumbangkan Somoza patut mendapat dukungan. Dan kini,
setelah Somoza berhasil digulingkan, banyak tugas berat harus
dihadapi pemerintahan baru Nikaragua: menegakkan kembali
demokrasi dan hak asasi dan terutama membangun kembali ekonomi
yang lumpuh dan hacur akibat perang yang berkepanjangan. Dan ini
tampaknya yang paling diharapkan rakyat negara ini.
Sementara itu tampaknya sulit dihindarkan perebutan pengaruh di
antara berbagai kelompok dalam FSLN. AS sendiri, yang ikut
menekan Somoza untuk turun, tampaknya sangat berhati-hati "turun
tangan". Jelas pemerintah Castro di Kuba lebih terbuka
mengharapkan terbentuknya "pemerintahan kiri" di negara ini.
Kisah revolusi Nikaragua diduga masih ada sambungannya. Peta
bumi politik Amerika Tengah jelas dipengaruhinya. Beberapa
negara dengan rezim "keras" seperti Honduras, El Salvador dan
Haiti mulai khawatir kalau revolusi serupa akan merembes ke
negeri mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini