Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Akhirnya lari juga

Kelompok gerilyawan sandinista mengambil alih pemerintahan nikaragua. presiden anastasio somoza-debayle yang memerintah secara otoriter, lari ke miami. rakyat menegakkan demokrasi & hak azasinya. (ln)

28 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NI me voy ni me van (Saya tak akan pergi dan saya tak mungkin dipaksa lari). Semboyan almarhum ayahnya yang belakangan ini sering diulangi Presiden Anastasio Somoza-Debayle ternyata omong kosong saja. Pekan lalu Presiden Nikaragua ini mengundurkan diri dari jabatannya dan terbang ke Miami, Florida, Amerika Serikat. Kongres Nikaragua memilih Ketua Majelis Rendah Parlemen Francisco Urcuyo sebagai penggantinya. Tapi 36 jam kemudian Urcuyo melepaskan jabatannya dan dengan helikopter terbang ke luar negeri, diduga ke Guatemala. Sementara ratusan pendukung dan teman dekat Somoza serta keluarganya lari ke luar negeri. Dengan begitu berakhirlah sudah riwayat rezim Somoza setelah 42 tahun berkuasa. Pasukan Pengawal Nasional di bawah panglimanya, Kol. Frederico Mejia Gonzales dikabarkan menyerah pada pasukan gerilya. Dari segala penjuru pasukan gerilya memasuki ibukota Managua untuk merayakan kemenangan mereka. Semua anggota Junta -- 5 tokoh yang memimpin pemerintahan sementara -- sudah tiba di Nikaragua dari tempat persembunyian mereka di luar negeri. Sampai akhir pekan lalu, beberapa negara termasuk Meksiko telah mengakui pemerintahan Sandinista yang baru ini. Mengapa rezim Somoza runtuh? Keberhasilan gerilyawan Sandinista menjatuhkan Somoza adalah karena:  Revolusi Nikaragua bukanlah pertentangan antara kelompok kiri melawan kanan atau sipil kontra militer. Hampir semua golongan -- radikal dan konservatif, kaya dan miskin, Marxis maupun rohaniawan Katholik -- bersatu melawan musuh bersama rezim Somoza:  Dua sekutu utama yang diharapkan Somoza -- kaum pengusaha kaya Nikaragua dan pemerintah AS -- telah pula melepaskan dukungannya. Praktis hanya 7500 pasukan Pengawal Nasional yang tinggal mendukungnya. Dan ketika melalui pertempuran sengit kota demi kota. Jatuh ke tangan Sandmista, keruntuhan Somoza tinggal waktu saja. Dari Sandino Dinasti Somoza dibangun oleh Jen deral Anastasio Somoza Garcia yang pada Pebruari 1933 mendalangi pembunuhan Jenderal Augusto Cesar Sandino tokoh nasionalis yang menjadi lawan utamanya, beberapa bulan setelah Somoza diangkat sebagai Panglima Pengawal Nasional. Selama sekitar 20 tahun sebelumnya, Nikaragua praktis berada di bawah pendudukan pasukan marinir AS. Tapi para pendukung Sandino, yang kemudian memakai namanya untuk gerakan mereka Sandinista, terus menentang sampai Somoza terpilih sebagai Preslden pada 1936. Ketika dia akhirnya terbunuh pada 1956, anaknya yang tertua, Luis Somoza Debayle, menggantikannya sampai 1963. Sampai 1967 negeri ini diperintah oleh pemerintah sementara yang terdiri dari para pendukung setia Somoza. Pada pemilihan Presiden 1967, Anastasio Somoza (Tacho) terpilih dan menjadi generasi ketiga Somoza yang memerintah Nikaragua. Selama itu gerilyawan penentangnya terus melancarkan serangan, tapi berkat dukungan pemerintah AS dan kelompok pengusaha kaya, rezim Somoza dapat terus bertahan. Dukungan politik diperolehnya dari partainya sendiri, partai Liberal. Dengan tangan besi, jenderal ini memerintah secara otoriter. Kemerdekaan pers ditekan, hak asasi penduduk diperkosa, lawan politiknya dipenjarakan -- semua ini dilakukan lewat Pengawal Nasional yang praktis merupakan pasukan pribadi Somoza. Awal keruntuhan Somoza dimulai pada 1972 ketika gempa bumi hebat melanda Managua. Sekitar 10 ribu otang mati, 20 ribu luka-luka dan 250 ribu (dari jumlah 350 ribu penduduk) kehilangan tempat tinggal di kota itu. Bantuan datang dari seluruh dunia. Somoza mengangkat dirinya sebagai Ketua Komite Darurat Nasional yang menerima dan menyalurkan bantuan itu. Keluhan dan protes segera muncul karena terbukti bahwa kelompok Somoza beserta Pengawal Nasional menyelewengkan bantuan itu. Bukan itu saja. Keluarga Somoza beserta sobat-sobatnya segera memanfaatkan masa "pembangunan kembali" untuk memupuk kekayaan. Caranya sederhana. Karena ibukota Managua praktis hancur oleh gempa, Managua baru harus dibangun kembali di luar kota yang bebas dari jalur gempa. Dan tanah di sini sudah dikuasai sebelumnya oleh Somoza dkk. Harga tanah melesat naik dan keuntungannya masuk kantong Somoza dkk. Satu contoh: Kol. Rafael Adonis, ajudan Somoza, membeli tanah seharga US$ 71.428 pada 4 Juni 1975, yang dijualnya pada pemerintah 4 bulan kemudian seharga $ 3.342.000. Paling mengecewakan para pengusaha Nikaragua, yang sebelumnya selalu mendukung Somoza, ialah bukan soal korupsi, tapi "persaingan tidak sehat" dari kelompok Somoza selama masa pembangunan kembali ini. Korupsi dan uang sogok sudah dianggap membudaya di negeri ini. Sebelum gempa, usaha bisnis keluarga Somoza yang kabarnya meliputi 100 perusahaan diperkirakan berharga sekitar US$ 500 juta. Antara lain perusahaan penerbangan nasional (Lanica), perkapalan (Mamenic), pabrik semen 20 sampai 30% tanah pertanian (menghasilkan kapas, kopi dan ternak), satu suratkabar dan pemancar televisi, dealer mobil (termasuk Mercedes Benz) dan fasilitas pelabuhan (yang namanya Puerto Somoza). Dua bidang yang dikuasai para keluarga kaya lain, bank dan kontraktor, tidak terlalu dicampuri Somoza. Gempa bumi, selain mengalirkan keuntungan, juga membuat silau Somoza. Dalam waktu singkat Banco de Centro-America, bank milik Somoza ditunjuk sebagai penyalur bantuan luarnegeri. Sementara itu perusahaan konstruksi milik Somoza mendapat sebagian besar kontrak pembangunan pemerintah. Dengan lain kata, Somoza telah mengubah "aturan permainan". Para pengusaha swasta tidak dibaginya keuntungan lagi. Tidak heran, ketika pada 1974 Somoza terpilih kembali sebagai Presiden untuk masa jabatan 6 tahun lagi, ketidakpuasan serta keresahan meluas. Hampir semua golongan dari hampir 2,5 juta penduduk Nikaragua merasakan ketidakadilan sosial. Sekitar 50% rakyat menerima 15% dari pendapatan nasional. Di pedesaan, pendapatan per kepala ditaksir US$ 130 per tahun, 6% petani memiliki 30,5% tanah pertanian sedang yang 50,8% memiliki 3,4% tanah. Kekurangan pangan merajalela, setengah dari penduduk dewasa buta huruf. Walaupun begitu, sampai 1974 praktis tidak ada oposisi yang terorganisir menentang Somoza. Kaum gerilya tampak lemah. Lawan politik Somoza memboikot pemilihan umum yang mereka anggap curang. Tapi 27 Desember 1974, gerilyawan Front Pembebasan Nasional Sandinista (FSLN) menyerbu pesta bekas Menteri Pertanian Jose Maria Castillo dan menyandera belasan tamu, termasuk bebtrapa sanak Somoza. Lantas situasi mendadak berubah. Somoza akhirnya terpaksa menyiarkan pernyataan Sandinista, membayar tebusan $ 1 juta, membebaskan 14 tahanan politik dan menerbangkan mereka semua ke Kuba. Terceristas Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun rezim Somoza tersudut. Ribuan penduduk bertepuk menyambut para gerilyawan ini ketika bersama para sandera mereka menuju lapangan terbang. Malam itu juga Somoza mengumumkan keadaan darurat perang, membekukan hak asasi penduduk, menyensor media massa dan menyatakan perang pada kaum gerilyawan. Perang ini ternyata berlangsung bertahun-tahun, terutama di pegunungan Matagalpa. Banyak keluarga terpaksa meninggalkan tanahnya yang kemudian dikuasai pejabat rezim Somoza. Para petani yang dituduh membantu gerilyawan dikurung di banyak kamp tahanan. Ini menimbulkan tantangan dari banyak pihak, antara lain para rohaniawan Katholik yang menuduh Somoza menganiaya dan membunuh tahanan politik. Somoza makin kehilangan simpati AS ketika Presiden Carter pada awal 1977 melancarkan kampanye hak asasinya. Pemerintah AS bahkan mengancam akan menhentikan bantuan ekonomi dan militernya kalau Somoza tidak menghormati hak asasi rakyat Nikaragua. Somoza menuduh kaum gerilyawan didalangi kaum Komunis yang berpangkal di Kuba dan Panama. FSLN yang lahir pada 1962 memang mempersatukan kelompok Marxis dan non-Marxis kiri yang menentang Somoza. Pendirinya, Carlos Fonseca Amador --tokoh gerilyawan hasil didikan Kuba -- tewas 2 tahun lalu. Sebagian besar 3000 anggotanya terdiri dari kaum muda, banyak di antaranya para pemuda belasan tahun dari keluarga kaya. Ada 3 kelompok dalam FSLN, dua di antaranya terangterangan menyebut dirinya Marxis. Tapi kelompok ketiga, yang dikenal dengan Terceristas (Pemberontak) terdiri dari kaum sosialis, rohaniawan Katholik, buruh dan pengusaha. Terceristas paling populer di kalangan rakyat setelah operasi mereka yang hebat, termasuk di antaranya penyerbuan tahun lalu ke Istana Nasional di Managua yang berhasil menyandera sekitar 1500 orang. Akhir Juni lalu, FSLN membentuk junta terdiri dari 5 tokoh yang akan memerintah Nikaragua untuk sementara. Mereka adalah Daniel Ortega dari Terceristas Moises Hassan Morales dari Front Patriotis Nasional Alfonso Robelo Callejas, seorang pengusaha Violeta Barrios de Chamorro, janda pemimpin redaksi koran La Prensa yang awal tahun ini mati tertembak dan Sergio Ramirez Mercado, bekas sekretaris Universitas Amerika Tengah di Kosta Rika. Pemerintahan Kiri? Banyak kekhawatiran, terutama di AS, bahwa golongan Marxis akan bisa menguasai FSLN hingga semacam "Kuba kedua" akan lahir di Nikaragua. FSLN memang didukung penuh oleh pemerintah Kuba, Panama dan Kosta Rika Sekitar 600 gerilyawan Sandinista dikabarkan hasil latihan di Kuba. Persenjataan Sandinista diketahui disalurkan lewat ketiga negara itu. FSLN diketahui juga mempunyai hubungan dengan Front Nasional Pembebasan Palestina. "Dubes Keliling" FSLN yang bekas pastor dan penyair, Ernesto Cardenal, April lalu berkunjung ke Teheran dan bertemu Ayatullah Khomeini. Cardenal bahkan sempat berbicara di Radio Teheran dan menyebut adanya persamaan antara Islam dengan revolusi Iran dan turut sertanya kaum Katholik pada revolusi Nikaragua. Tapi bagi rakyat Nikaragua sendiri, tampaknya siapapun yang berhasil menumbangkan Somoza patut mendapat dukungan. Dan kini, setelah Somoza berhasil digulingkan, banyak tugas berat harus dihadapi pemerintahan baru Nikaragua: menegakkan kembali demokrasi dan hak asasi dan terutama membangun kembali ekonomi yang lumpuh dan hacur akibat perang yang berkepanjangan. Dan ini tampaknya yang paling diharapkan rakyat negara ini. Sementara itu tampaknya sulit dihindarkan perebutan pengaruh di antara berbagai kelompok dalam FSLN. AS sendiri, yang ikut menekan Somoza untuk turun, tampaknya sangat berhati-hati "turun tangan". Jelas pemerintah Castro di Kuba lebih terbuka mengharapkan terbentuknya "pemerintahan kiri" di negara ini. Kisah revolusi Nikaragua diduga masih ada sambungannya. Peta bumi politik Amerika Tengah jelas dipengaruhinya. Beberapa negara dengan rezim "keras" seperti Honduras, El Salvador dan Haiti mulai khawatir kalau revolusi serupa akan merembes ke negeri mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus