DI kantor Dinas Kesehatan DKI, saban hari sekitar 300 orang
dulu berjejal menunggu pembayaran claim asuransi kesehatan.
Dalam udara yang pengap -- ditingkah bau dari WC -- mereka
betul-betul tabah. Ada claim mereka yang sudah berumur 4 bulan
belum beres juga.
Tapi Soedarso, dokter yang mengepalai dinas kesehatan Jakarta,
sejak April memencar pembayaran claim ke lima wilayah. Dengan
begitu pembayaran claim "sekarang dalam 2 minggu sudah selesai,"
kata seorang peserta asuransi kesehatan.
Tapi selama ini peserta leluasa meminta pelayanan rumahsakit
yang mereka kehendaki (malahan langsung ke dokter praktek).
Kebiasaan itu kini dikekang sedikit.
Sejak awal Juli para pegawai negeri sipil dan militer termasuk
pensiunan (184. 760 pemegang kartu asuransi kesehatan? di DKI
hanya dilayani di Pusat Kesehatan asyarakat (Puskesmas). Mereka
tak bisa langsung ke rumahsakit atau dokter spesialis, kecuali
puskesmas memang tak bisa mengatasinya. Kasus penyakit mendadak
seperti jantung dan kecelakaan masih, diperkenankan langsung ke
pusat pelayanan yang lebih tinggi.
Direktur Utama Asuransi Kesehatan Pusat, drg Rizali Noor
mendukung langkah Jakarta tersebut. Dengan begitu, katanya
asuransi ini betul berfungsi untuk memelihara kesehatan pegawai
dan pensiunan -- bukan sebagai tempat meminta uang.
Soedarso sendiri mensinyalir adanya orang yang memanfaatkan
asuransi tersebut untuk keuntungan pribadi. Seperti menanggung
orang yang bukan anggota keluarganya, dan mencantumkan vitamin
dan komponen makanan ke dalam resep. Praktek, begitu dilarang.
Asuransi kesehatan secara nasional dihidupi oleh pungutan 2,75%
dari gaji pegawai negeri. Sedangkan dari uang pensiunan dipotong
5%. Pada tahun-tahun pertama -- asuransi tersebut di dirikan
berdasarkan Surat Keputusan Presiden tahun 1968 -- terjadi
ketekoran akibat bebasnya peserta mengajukan claim.
Kemudian claim dibatasi hanya sampai Rp 350 untuk semua jenis
pelayanan. Maka banyak pemegang kartu asuransi yang berwarna
kuning itu (terutama pegawai golongan III ke atas) enggan
menggunakan haknya. Menjadi bertumpuk uang di kas asuransi
kesehatan pusat. Uang ini kemudian digunakan untuk membangun
gedung baru seharga Rp 1 milyar di Jalan Jenderal Suprapto,
Jakarta.
Mulai awal Juli memang puskesmas kontan jadi sibuk. "Biasanya
pasien kami 300 sehari. Dengan kebijaksanaan baru ini sudah
tercatat 600 peserta askes di sini," kata dr Zainal Sayat SKM
kepala suku dinas kesehatan Jakarta Timur merangkap kepala
Puskesmas Kecamatan Jatinegara.
"Seharinya paling tidak 100 peserta askes yang kami kembalikan
ke puskesmas," cetus Artawidjaja, kepala humas Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo. Rumahsakit ini biasanya saban hari menampung
sekitar 400 pemegang kartu kuning -- 50% minta pelayanan di
bagian anak.
Belakangan ini para peserta askes umumnya mengeluh. Peraturan
baru membuat mereka yang minta pelayanan RSCM bagian anak,
misalnya, harus pergi dulu ke puskesmas. Kalau puskesmas tadi
tak punya dokter ahli penyakit anak, maka dengan surat pengantar
dokter puskesmas dia harus kembali lagi ke RSCM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini