Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Antara ancaman dan pengamanan

Pengamanan ktt asean iii di manila sangat ketat. lebih dari 10 ribu personel satuan keamanan dikerahkan yang dibantu satuan tentara negara-negara asean. ancaman penggagalan ktt datang dari segala kelompok.

19 Desember 1987 | 00.00 WIB

Antara ancaman dan pengamanan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DI Teluk Manila angin bertiup ramah dan pandangan lepas. Tapi horison tertutup oleh barisan kapal perang dari Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Sejumlah speedboat juga disiagakan, sementara helikopter hilir mudik melakukan pengamanan dan udara. Ini hanya satu bagian dari sistem pengamanan bersama demi kelancaran KTT ASEAN, yang dibuka Presiden Corazon Aquino Senin pagi pekan ini, pukul 10.00 waktu setempat. Menurut Radio Australia, VOA (Suara Amerika), dan kantor berita AFP, armada Indonesia yang ditugasi berada di Teluk Manila terdiri atas lima kapal: 2 kapal pendarat (LST), fregat, satu kapal perbekalan. Di antaranya KRI W. Zakarias Yohannes, KRI Sorong, dan KRI Teluk Sampie. Sementara itu, Malaysia, menurut harian The Straits Times paling tidak mengirimkan sebuah kapal serba guna, dua korvet, dan sebuah helikopter. Kecuali itu, juru bicara kedutaan besar AS di Manila, Gerald Huchel, menyatakan bahwa sebagian anggota ASEAN ini telah pula minta izin untuk menggunakan fasilitas pangkalan udara Clark, 80 km sebelah utara Manila, sebagai lapangan terbang alternatif. Pembantu Menlu Filipina Manuel Yan dalam sebuah wawancara di Manila mengungkapkan, tidak satu pun dari kapal-kapal itu yang mengangkut pasukan. Kapal-kapal Indonesla menurut rencana akan mengadakan pelayaran goodwill seusai KTT di perairan Filipina. Menurut Yan, selama berlabuh di Teluk Manila, kapal-kapal itu bisa dikontak langsung dari gedung tempat KTT berlangsung. Ditambahkannya bahwa sedan-sedan antipeluru untuk kepala negara Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei, dikirim lewat lapangan terbang Manila yang kini bernama NAIA (Ninoy Aquino International Airport). Di samping itu, pemerintah Filipina mengerahkan 10.000 personel sebagai satuan keamanan -- sebagiannya ditarik dari kancah perlawanan NPA (komunis). Mereka terdiri atas Pasukan Pengawal Presiden (PSG), satuan khusus pengamanan gedung dan sarana (SSF), barisan benteng kompleks pertemuan (SAF), dan Komando Daerah Militer Ibu Kota (NCRDC). Dibantu pula oleh kekuatan Komando Keamanan Udara (Pafsecom), Badan Intelijen Angkatan Bersenjata Filipina (ISAFP), Gabungan Kepolisian Nasional (INP), Kepolisian Bandar Udara, dan Distrik II Angkatan Laut. Masih ada tambahan 5.000 personel barikade tak bersenjata, yang terdiri atas para kadet ROTC (Reserved Officer Training Corps). Para pemuda calon perwira ini mengenakan celana lapangan, kaus oblong, dan topi. Sebagian kausnya tidak seragam, ada yang bertuliskan Nike, atau bergambar kucing. Mereka, yang banyak berderet di Roxas Boulevard -- jalanan yang dilalui kendaraan delegasi dari NAIA ke kompleks Westin Plaza -- sebagiannya tampak tidak betah berlama-lama dalam sikap sempurna atau istirahat di tempat. Mereka tertawatawa santai, seraya menunggu teguran dari perwira pengawas. Bagaimanapun, inilah KTT yang dilangsungkan di bawah lindungan moncong senjata terkokang. Udara di atas wilayah konperensi -- kawasan bekas rawa-rawa seluas 12 hektar yang direklamasi untuk pembangunan hotel, kompleks pertokoan, dan gedung pertemuan --dinyatakan bebas dari kegiatan penerbangan umum. Hanya heli kopter yang berputar-putar di sana. The Westin Philippine Plaza, hotel kelas satu kegemaran para menak dan juragan besar, kini berubah mirip benteng yang dikawal terlalu ketat. Pasukan keamanan lapis pertama atau pengawal presiden (PSG) mendominasi suasana hotel yang anggur itu. Anggota marinir bertebaran di pojok pojok vital, di luar hotel, menyandang M-16. Semua delegasi peserta KTT menginap di Westin Plaza. Tak jauh dari hotel, masih di kompleks yang sama, ada Philippine Inter national Convention Center (PICC). D gedung ini, yang dua pekan lalu sempal disodok bom, pertemuan puncak untuk menentukan langkah ASEAN tahun-tahur mendatang diselenggarakan. Balai Sidang PICC 70 persen terbuat dari kayu kelapa, maka sering dijuluki Coconut Palace yang dibangun 1979 olel Imelda Marcos, di atas lahal 3.000 m2, dengan biaya di perkirakan US$ 4 juta. Atas nama keamanan pula, upacara penyambutan resmi tidak dilakukan di NAIA -- kecuali kalungan bunga oleh Kris Aquino, 16 tahun, putri Presiden. Ia cantik menawan dan bersemangat menjadi bintan TV. Semua dilakukan dengan bergegas, tak banyai embel-embel upacara. Bahkan, untuk keperluan penyambutan para kepala pemerintahan dari Muangthai Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia hal Minggu lalu, jadwal penerbangan reguler hari itu praktis terhenti. Dari lapangan NAIA, para tamu langsung dibawa ke penginapan, tentu di bawah lindungan pengawalan darat dan udara Helikopter HUEW meraung-raung terbang rendah di atas konvoi. Kadang-kadang cuma setinggi pohon ipil-ipil, yang tak sampai 10 meter itu. Ketika kemudian penyambutan resmi dilakukan di kompleks Westir Plaza -- 10 menit perjalanan dari NAIA lewat jalan raya yang sudah dikosongkar dari lalu lintas umum -- beberapa acara protokoler, semacam pemeriksaan pasukan tidak dijalankan. Hanya lagu kebangsaan pihak tamu dan nyonya rumah (Bayang Magiliw, atau The Land of the Morning) lalu salvo 21 kali dentuman meriam. Ke mudian sedikit senyum dan selesai. Filipina, penyelenggara KTT ASEAN III kali ini, memang tengah dirongrong olel kekuatan-kekuatan antipemerintah -- yang bersenjata, siap membunuh, minimal mengacaukan keadaan (lihat Manila: Arena Unjuk Kekuatan). Kelompok-kelompok tersebut kali ini berusaha memanfaatkan situasi. Mereka tak segan-segan mempermalukan pemerintahan Cory, atau lebih jauh menggagalkan KTT. Akibat sltuasi yang rawan itu, bulan-bulan lalu sempat timbul spekulasi dan kekhawatiran, bisakah KTT diselenggarakan di Manila. Keputusan Presiden Soeharto untuk bertekad hadir, konon, telah menjawab teka-teki itu. Perdana Menteri Lee Kuan Yew, dalam sambutannya pada acara pembukaan Senin pagi di PICC, secara terbuka memuji Pak Harto, yang ia anggap, "Sangat mendukung agar KTT berlangsung di Manila." Maka, tambah PM Lee, "Ketika Presiden Soeharto menyatakan niatnya untuk menyelenggarakan KTT disini, kami akhirnya ikut semua." Tepuk tangan menggemuruh dari para kepala negara lainnya dan rombongan delegasi mereka. Pak Harto sendiri tersenyum dan manggut-manggut. Pemerintahan Cory, dalam usia baru 22 bulan, telah berkali-kali menghadapi cobaan. Terakhir, kudeta militer 28 Agustus lalu, di bawah komando Kolonel Gregorio Honasan, yang memakan korban lebih dari 50 jiwa. Rabu pekan lalu, Honasan disergap di kawasan mewah Las Villas de Valle Verde, tapi sekitar 15 orang sisa pengikutnya diperkirakan akan terus bergerak di bawah komando Mayor Reynaldo Cabauatan. Pengerahan satuan pengamanan oleh pihak Filipina sendiri ditambah kekuatan pengawal para delegasi tamu, yang sebagiannya sudah berada dl lokasi sebulan sebelumnya, tak menciutkan nyali para gerakan pengacau lainnya. Sabtu malam pekan lalu, ada granat tangan yang ledakannya merusakkan sebaglan pagar kedubes Malaysia. Sebuah laporan menyebutkan, gerilyawan komunis NPA akan mengebom pompa bensin di The Central Bank, yang terletak persis di belakang Holiday Inn (dekat dengan PICC). Sasaran lainnya adalah beberapa hotel dan stasiun kereta api. Atas dasar laporan itu, Kepala Polisi Distrik Barat, Letkol. Juanito Lagasca, mengeluarkan imbauan agar para satpam di tempat-tempat tersebut memperketat pengawasan. Rabu pagi pekan lalu, polisi menemukan 20 batang dinamit yang terbungkus dalam bingkisan Natal Bingkisan maut ini dilekatkan ke mesin waktu (timer) berkekuatan batere. Sekitar 1 km dari situ, 45 menit kemudian sebuah bom meledak. Persisnya di jantung Distrik Makati. Hari itu juga kabinet berapat, untuk menghasilkan ketetapan hati terus melaksanakan KTT. "Memang ada kelompok-kelompok yang hendak menggoyahkan pemerintah, dengan tujuan ingin membuktikan bahwa KTT di sini tidak aman," kata Penasihat Keamanan Nasional Dr. Emmanuel Soriano. Hari Kamis keesokannya, Roberto Eusebio, 42 tahun, ditangkap dalam suatu penggerebekan di apartemennya di Pasig. Lelaki yang terbukti sebagai penganut setia Ferdinand Marcos ini kedapatan menyimpan 124 batang dinamit, 10 buah mesin waktu, tujuh buah magain senapan mesin M-16 dalam keadaan terisi penuh, dan 20 buah seragam militer -- sebuah di antaranya ada bercak-bercak darah. Kepala Polisi Manila Brigjen. Alexander Aguirre mengatakan, seragam militer tersebut tampaknya akan dlpakai menyusup ke Jaringan pengamanan KTT. "Ini sebuah plot untuk menggoyahkan KTT dan membuat jera para kepala negara yang hadir di sini," tambahnya. Pihak polisi selanjutnya menuturkan, dua bom yang ditemukan di luar Manila City Hall dicurigai sebagai hasil kerja Eusebio, mengingat pengatur waktunya sama dengan yang berada di rumahnya. Terhitung sejak Selasa pekan lalu, dua bom, termasuk bom mobil yang meledak di NAIA itu, telah meledak di Manila. Tiga lainnya, yang dilengkapi detonator, sebelum sempat menghancurkan sasaran, dijinakkan polisi. Itulah Manila. Dan di sana pula, baru kali ini dalam sejarah, kedubes Indonesia dikirimi surat ancaman oleh organisasi payung komunis: NDF (National Democratic Front). Surat itu bertanggal 8 Desember, di tengah bagian atasnya bertuliskan flash. Isinya menganjurkan agar Indonesia cepat-cepat saja meninggalkan KTT. Partisipasi dalam KTT berarti sama saja dengan mengajak perang habis-habisan melawan NDF. Begitu gertak NDF. Toh tidak terjadi apa-apa. Kemungkinan besar sistem pengamanan KTT ini memang tak bisa ditembus. Bahkan oleh gerilyawan NPA. Di samping kekuatan gabungan yang didukung satuan-satuan khusus dari negara peserta KTT, pihak Filipina juga berusaha sekuat dana dan daya. Kendati bulan lalu sempat ditemukan 80 batang dinamit di lokasi konperensi, lalu beberapa batang lain dan bom kecil-kecilan menyusul, selebihnya tak ada kejadian atau ancaman yang mengkhawatirkan para tamu negara. Maka, biaya 46 juta peso (sekitar Rp 3,7 milyar), atau sama dengan kebutuhan operasional rumah sakit di 30 provinsi selama satu bulan yang dikeluarkan pemerintah Filipina, tampaknya tidak sia-sia. Terutama untuk solidaritas ASEAN, yang pertama kali ini diuji ketangguhannya. Mohamad Cholid, Didi Prambadi, Ahmed K. Soeriawidjaja (Manila)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus