BEBERAPA kendaraan berlapis baja mengepung Villa Joly --
kediaman Presiden Aljazair malam itu, 19 Juni 196 Sang Presiden
digiring dari kamar tidurnya. Kup tak berdarah yang dipimpin
Kolonel Houari Boumedienne berjalan tanpa halangan. Dan sejak
hari itu orang tak lagi mendengar nama Ahmad Ben Bella, salah
seorang pendiri dan kemudian presiden pertama Republik Aljazair.
Tapi setelah 14 tahun, 1979, koh itu kembali menjadi berita.
Bella dibebaskan -- dari hukuman an rumah -- oleh Presiden
Aljazair Benjedid Chadli. Boumedienne meninggal setahun
sebelumnya oleh penyakit darah yang aneh.
Akhir-akhir ini, dunia Arab agak tergerak memperhatikan Ben
Bella. Bekas presiden yang flamboyan itu seperti sedang memasang
kuda-kuda untukiurus yang belum bisa ditebak. Ia makin sering
mengeluarkan pernyataan -- yang cenderung berbau Islam. Apakah
Ben Bella sedang melempangkan jalan tampil kembali?
Anak petani dan pedagang kecil ini dilahirkan di Desa Maghinia,
Oran, 25 Desember 1918. Menerima pendidikan Prancis -- bekas
penjajah Aljazair -- di desa itu, kemudian di Tlemcen, tempat
yang paling banyak berperanan, dalam membangkitkan kesadaran
nasionalnya.
Dalam Perang Dunia II ia berperan sebagai serdadu Prancis.
Bahkan meraih dua bintang jasa: Croix de Guerre (1940) dan
Medille Militaire (1944). Tapi berbagai kekecewaan yang menumpuk
mendorong pemuda itu lebih dekat ke lingkungan pergerakan
nasional. Setelah perang, ia menggabungkan diri dengan
gerakan bahwa tanah Messali Hadj. Program mereka perjuangan
bersenjata jangka pendek.
Tertangkap merampok kantor pos di Oran, dalam usaha mengumpulkan
dana, ia dijatuhi pemerintah kolonial hukuman delapan tahun
penjara -- 1950. Tapi dua tahun kemudian melarikan diri.
Menyelundup ke Mesir, dan berhasil mendekati Presiden Gamal
Abdel Nasser. Bahkan Nasser menjanjikan "bantuan bgi revolusi"
kepada pejuang itu.
Tahun 1954 para pejuang-pelarian Aljazair di Mesir mengadakan
pertemuan rahasia dengan teman-teman yang bergerak di tanah air.
Berlangsung di Swiss, dan mengambil dua keputusan. Pertama:
membentuk Front de Libertion Nationle (FLN). Kedua:
mengobarkan perlawanan bersenjata menghadapi Prancis.
Dengan demikian nama Ben Bella tak terpisahkan dari sejarah
pembebasan Aljazair. Dia memainkan peranan penting dalam
kepemimpinan FLN, yang kelak menjadi satu-satunya organisasi
politik yang punya hak hidup di negeri itu.
Dalam perjalanan menuju perundingan perdamaian dengan Perdana
Menteri Prancis Guy Mollet, 1956, ia ditelikung. Enam tahun Ben
Bella meringkuk dalam tahanan Prancis. Tapi karena itu namanya
jadi bertambah harum. Ia tak terlibat dalam pelbagai kesalahan
yang dilakukan FLN, bahkan terpilih sebagai presiden pertama -
1962.
Ben Bella terhitung salah seorang tokoh terpandang di masa
semangat 'the new emerging forces' sedang berkibar. Ia hampir
memenuhi semua syarat yang diinginkan Soekarno: anti imperialis,
pintar, relatif muda, dan tampan. Juga gemar mengambil langkah
spektakular yang kadang mencengangkan. Misalnya: menghimbau kaum
wanita Aljazair untuk menyerahkan intan permata mereka
kepadanegara . . .
Tapi para pengamat sudah lama tahu: ada keretakan antara Ben
Bella dan Houari Boumedienne, kolonel berparu-paru satu yang
juga kenyang menghirup asap mesiu perang antikolonial itu.
Ternyata tepat. Boumedienne (dalam tulisan Arab nama ini
berbunyi: Abu Madyan), yang hampir mutlak menguasai angkatan
bersenjata, menyepak Ben Bella ke luar gelanggang.
Kini, setelah 14 tahun pengasingan, jujurkah motif Ben Bella
untuk tampil sebagai 'pejuang Islam'? "Bagaimana pun, ia
menghadapi dua hambatan yang cukup besar," tulis wartawan Ali
Waliken dalam Arabia: The Islamic World Review, Februari lalu.
Pada dasarnya Ben Bella seorang politikus -- bukan pemikir.
Yang bisa disebut pemimpin rohani dan cendekiawan sejati yang
bicara tertang kebangkitan Islam di Aljazair, adalah Malek
Bennabi (Bin Nabi), yang wafat 1974. Dan dalam pemerintahan. Ben
Bella maupun Boumedienne, Malek pernah menerima ganjaran
hukuman. Itu pertama.
Kedua, sepak terjang Ben Bella ketika berkuasa tak begitu
berkenan di hati kaum muslimin. Mulanya, tokoh-tokoh Islam
negeri itu memang percaya kepada kepemimpinan FLN dalam periode
angkat senjata. Tapi ketika Front bertambah kuat, mereka
berangsur-angsur disingkirkan dari mesin pemerintahan Bahkan tak
sedikit yang kemudian diterungku, paling tidak dicap
"reaksioner".
Proses sekularisasi dalam pada itu digerakkan dengan cepatnya.
Dalam susunan yang berhubungan dengan masalah agama, Islam
ditempatkan sebagai pengabdi negara semata. Seminar-seminar
Islam berubah menjadi mimbar propaganda pemerintah. Para imam
yang berpengaruh 'ditugaskan' ke daerah-daerah terpencil dan
penuh rintangan.
Pelajaran agama Islam dicoret perlahan-lahan, secara bertahap
--dari kurikulum sekolah. Bahkan pembangunan masjid baru
dihalangi sebisa-bisanya. Dan yang paling buruk, agaknya, ialah
tindakan pemerintah memperkenalkan 'Islam resmi', yang secara
licik menempatkan para ulama sebagai orang upahan.
SEMUA proses ini berlangsung dalam masa jabatan Ben Bella,"
sambung Ali Waliken. "Dan ia sama sekali tidak memperlihatkan
kesan berusaha mencegah."
Sekarang keadaan di Aljazair memang tak lagi seburuk dulu.
Sepuluh tahun lalu, hanya yang tua-tua tampak tekun mengunjungi
masjid. Tapi sejak 1976 anak muda usia 10 - 20 tahun kelihatan
rajin bersembahyang jamaah.
Tiga puluh tahun di bawah Prancis, dan 18 tahun disetir
pemerintah sekularis, bangsa sendiri, itulah keadaan negeri di
Afrika Utara itu. Bahkan sastra mutakhir Aljazair kebanyakan
ditulis dalam bahasa Prancis.
Tapi situasi itu rupanya tak membuat loyo gerakan agama. Sampai
akhirnya Presiden Bendjedid Chadli capek sendiri. Ia lalu
mengambil beberapa langkah 'bersahabat'. Antara lain,
mengizinkan para ulama mengemukakan pendapat secara terbuka.
Sebuah isyarat lagi ialah keputusan pemerintah mendirikan
Universitas Islam di Constantine.
Tak heran bila seruan Ben Bella lebih banyak didengarkan dengan
waswas oleh rakyat sendiri. Misalnya ketika ia mengumandangkan,
bahwa "kaum musl imin mengemban tugas suci mempertahankan
nilai-nilai luhur mereka, kalau perlu dengan kekerasan." Ketika
Ben Bella jadi presiden dulu, seruan begitu bisa mengundang
nasib celaka.
la juga tak lupa mencela Barat-kebiasaan yang memang digemarinya
sejak belia. "Barat yang kekenyangan itu sibuk sendiri dengan
penyakit masyarakat konsumer seperti kanker, polio, jantungan
dan sebagainya. Mereka tidak akan tertarik pada penyakit
malaria, lepra atau penyakit kantuk."'Ben Bella masih tetap
rajin menuding-nuding.
Mungkin juga saatnya tidak begitu tepat lagi. Sebab sejak 1975,
masih di houmedienne, suara kaum muslimin mulai didengarkan
dalam merancang konstitusi. Setahun kemudian kekuatan Islam
mencapai hasil besar. Ayat pertama konstitusi yang ditetapkan
1976 memang menyatakan "Aljazair adalah negeri sosialis." Tapi
ayat kedua berbunyi: "Islam adalah agama negara" ....
DENGAN latar belakang perang kemerdekaan yang diterjuninya
secara penuh, tak syak lagi tokoh kharismatik Ben Bella memang
masih memiliki sejumlah pendukung. Setelah ia disingkirkan pun,
kelompok-kelompok yang tak senang kepada Boumedienne masih
mengendap-endap menjumpainya untuk bertukar pikiran.
Tapi di pihak lain, masa lampau itu pula yang merintangi
langkahnya. Banyak cendekiawan Islam tak bisa lupa: proyek
'Islam resmi' itu, dialah yang membikinnya.
Namun "sekalipun terlambat, dukungannya kepada nilai-nilai Islam
pasti memperkuat tekanan atas rezim yang memerintah Aljazair
sekarang," tulis Ali Waliken.
Sebuah 'revolusi baru'? Pertumpahan darah? Angkat senjata lagi?
Mudah-mudahan Aljazair tak membuka kancah kesengsaraan baru .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini