SATU juta orang bersenjata lengkap, berbaris dalam arak-arakan di Esfahan, Iran Tengah. Mereka memekikkan, "Perang. Perang, sampai menang. Teluk Persia akan menjadi kuburan Reagan." Itulah berita Radio Teheran yang terdengar di Bahrain, Senin pagi pekan ini. Menjelang Desember, angin dingin mulai bertiup, tetapi semangat perang kian menyala. Dan di Sari, dekat pesisir Caspia, 300.000 orang berdemonstrasi, lalu sebagian langsung menuju front. Menurut sumber militer Barat, Iran bulan ini telah mengerahkan 250 ribu personel untuk front selatan, disiagakan untuk sebuah serangan atas pelabuhan Basra, Irak. Sedangkan menurut Radio Teheran, empat serangan balasan dari Irak, di Provinsi Sulaymaniyah, telah dipatahkan. Konon, 2.800 orang terbunuh atau terluka, dan 235 orang tertawan -- sebagian perwira. Pihak Irak, seperti tak mau kalah gertak, makin meningkatkan serangan udara. Mereka mengaku, selama 11 hari terakhir pasukannya telah menghantam 19 jalur pengapalan minyak Iran. Surat kabar Partai Baath yang berkuasa, Al Thawra, mengungkapkan, "Hari-hari mendatang ini kerusakan akan lebih jauh dialami Iran dilautan dan pada fasilitas-fasilitas minyaknya." Dimulai Selasa pekan lalu, instalasi nuklir Iran di Bushehr telah dihantam pesawat tempur Irak, paling tidak dalam tiga kali penerbangan. Bushehr, satu yang terpenting dari tiga instalasi nuklir yang dimiliki Iran, dibangun sejak paruh kedua tahun 1970-an, di masa pemerintahan Syah. Dimaksudkan sebagai sumber energi untuk kegiatan penelitian sampai industri, instalasi dengan dua reaktor (masing-masing 1.200 mW) ini dibuat oleh perusahaan Jerman, Kraftwerk Union AG. Pembuatannya sempat terhenti pada 1979, akibat Revolusi Khomeini, tapi diprogramkan rampung seluruhnya pada 1988 nanti. Celakanya, belum apa-apa sudah pula dihantam Irak. Korban yang jatuh 10 jiwa, termasuk seorang ahli nuklir Iran dan ahli dari Jerman. Iran sempat mencak-mencak, dan Saddam Hussein dituntut bertanggung jawab atas kebocoran radioaktif yang terjadi akibat pengeboman itu. Pihak lawan sepi-sepi saja. Yang datang justru komentar dari Badan Energi Atom Internasional di Wina, yang menyatakan bahwa kuantitas dan kondisi material nuklir di instalasi itu tidak akan membahayakan. Tetapi Perang Teluk memang bukan soal pribadi Saddam Hussein atau Khomeini saja. Selalu ada yang baru dari sana, terutama karena perang ini melibat pelbagai kekuatan besar, terutama AS dan negara-negara Eropa -- di samping negara-negara tetangga keduanya juga tak tinggal diam. Sekarang di Teluk telah bertumpuk 40 buah kapal armada perang dari negara-negara Eropa, dan dalam jumlah hampir sama dengan AS. Italia, misalnya, mengerahkan delapan kapal perang dan 1.015 personel. Ini merupakan pengerahan angkatan laut Italia terbesar sejak Perang Dunia II. Lalu Prancis, yang merupakan kekuatan Eropa terbesar di situ, menyiagakan 1.750 personel dan 15 kapal perang, termasuk satu-satunya kapal induk Clemenceau. Belum lagi Inggris (11 kapal, 1.570 personel), Belanda (dua kapal, 96 personel), dan Belgia (tiga kapal, 221 personel). Jerman, karena terikat perjanjian untuk tidak mengerahkan kekuatan tempur di luar jalur kekuasaan NATO, akhirnya hanya bergerak di kawasan Laut Tengah, bertugas menggantikan posisi armada anggota NATO lainnya yang dikerahkan ke Teluk. Maka, kata sumber di Kementerian Pertahanan Jerman, "Kami berada di situ selama situasi Teluk memang tak bisa ditinggalkan." Lantas Jepang, bersama Jerman sebagai negara-negara yang sangat berkepentingan dengan minyak dari kawasan Teluk, sudah pula mulai tahu diri. Bukan dengan mengerahkan armada -- karena memang dibatasi oleh janji mereka sendiri untuk tidak mengirim kekuatan di kawasan internasional -- tetapi dengan membantu biaya operasi sistem jaringan navigasi hyperfix, yang sangat penting bagi manuver kapal-kapal di situ. Akan halnya AS, perintis usaha pengawalan kapal-kapal tanker bisa menjadi pihak yang akan selalu serba salah. Di dalam negeri, pemerintahan Reagan tengah menghadapi kemelut defisit dan Iran-Contra. Di Teluk, kecuali harus bersiaga melawan peluru kendali Ulat Sutera buatan RRC, juga tak bisa menghindar dari rudal Stinger buatannya sendiri, mereka jual ke Iran. Hasil skandal Iran-Contra. Sementara itu, Iran, harus menghadapi kenyataan bahwa secara diplomatis negeri itu mulai terancam. Dimulai oleh huru-hara mereka di Mekah, Juli lalu, kemudian oleh penggunaan Ulat Sutera untuk menggempur Kuwait. Sekarang Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) bersama negara-negara Arab lainnya -- termasuk Irak -- sudah rujuk dengan Mesir. Bahkan Syria, yang selama ini mendukung Iran, ikut terangkul mereka. Hanya Ketua Parlemen Iran Hashemi Rafsanjani masih yakin, bagaimanapun, "kerja sama kami dengan Syria adalah karena kesamaan ideologi. Dan Syria akan kehilangan harga diri kalau berkompromi dengan mereka." Rafsanjani mengatakan hal itu kepada Asahi Shimbun di Tokyo, akhir pekan lalu, sembari menuturkan niat pemerintahnya untuk memperbarui Pakta Pertahanan 1921 dengan Soviet. Mungkin, ini satu harapan terakhir, tampaknya, setelah Iran terancam oleh persatuan di kalangan Arab. "Kerja sama baru perlu dibuat, mengingat perjanjian 1921 itu tidak bagus. Karena di situ disebutkan bahwa kekuatan Soviet boleh masuk, jika kawasan Iran diserbu kekuatan asing," ujar Rafsanjani. Mohamad Cholid, dan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini