MALAM 24 Desember lalu, di Institut Politeknik Singapura tengah
dilakukan penghitungan terakhir jumlah suara para pemilih. Menlu
Singapura S. Rajaratnam yang hadir di situ merasa yakin
partainya sebentar lagi merebut kemenangan total. Berpakaian hem
lengan pendek bergaris-garis hitam putih, celana coklat tua dan
sepatu Bata model kanvas, koordinator bagian politik PAP dan
bekas wartawan itu tak henti-hentinya merokok sigaret Peter
Stuyvesant. Menunggu di serambi muka Politeknik, koresponden
TEMPO Khoe Hak Lip bersama Fikri Jufri sempat bercakap-cakap
dengannya lebih kurang 20 menit. Berikut ini beberapa petikan:
Tanya: Apakah PAP merasa lebih senang kalau tak ada oposisi
dalam parlemen?
Jawab: Oposisi? Kami tak merasa punya oposisi. Oposisi
satu-satunya bagi PAP adalah komunis.
T: Mengapa anda khawatir disaingi suatu partai yang tak ada?
J: Well, mereka itu bergerak dengan berbagai cara. Mereka pandai
berselubung melalui organisasi-organisasi yang ada. Coba anda
perhatikan apa yang terjadi di Italia, Spanyol dan Belanda.
Begitu diberi kelonggaran. mereka memenangkan banyak suara. Di
Asia Tenggara kita sama-sama menyaksikan apa yang beberapa kali
terjadi.
T: Adato PM Lee di Australia menunjukkan kekhawatran akan masa
depan Singapura, karena penduduk terutama para mahasiswa -
kelihatan masa bodoh akan masalah politik. Tajuk Straits Times
belum lama berselang mengajukan saran agar proses depolitisasi
di kampus dihentikan sekarang juga. Bagaimana pendapat anda?
J: Yah, suasana dalam kampus tak sama dengan kenyataan kehidupan
di Singapura. Di mana-mana anak-anak muda memang suka memprotes
pemerintah. Tapi begitu mereka memasuki kehidupan yang nyata -
pada saat mereka harus membeli rokok dengan uang sendiri - suara
mereka akan lain. Maka jika para mahasiswa ingin berpolitik,
mereka harus benar-benar menetahui kehidupan nyata di luar
kampus.
T: Apa yang akan dilakukan pemerintah setelah PAP menang lagi?
J: Ke dalam kami akan bekerja lebih keras mewujudkan apa-apa
yang dirasa masih kurang. Keluar kami akan memperkuat kerjasama
dengan ASEAN.
T: Dalam hal ASEAN, banyak yang beranggapan kerjasama itu makin
tak seimbang. Ibarat kereta yang ditarik lima kuda, "kuda"
Singapura berlari makin kencang sendirian.
J: Saya lebih suka mengibaratkan kerjasama ASEAN dengan sebuah
mobil. Bagian mesin yang satu memang bisa berputar lebih kencang
dari bagian yang lain. Tapi mobil tetap lari kencang. Kerjasama
di bidang industri seperti diputuskan KTT di Bali, saya kira
cukup baik.
T: Tapi bukankah hasil KTT ASEAN di Bali dipandang terlalu
lamban oleh Singapura?
J: Ya, lebih baik lamban daripada tak ada samasekali.
T: Apa sebenarnya sasaran kerjasama ekonomi ASEAN ini?
J: Saya melihat kini timbul dua blok di kawasan Asia Tenggara:
ASEAN, dan kelompok Indo-Cina. Karenanya kerjasama ini tak
boleh dilihat dari siapa yang berlari lebih cepat, tapi dari
hasil kerjasama ASEAN secara keseluruhan. Hanya dengan suatu
ASEAN yang kuat perekonomiannya dan bersatu, kemungkinan
timbulnya saingan Indo-Cina kelak bisa kita hadapi bersama. Dan
komunisme akan lebih mudah dibendung bila perekonomian kuat.
T: Bukankah ASEAN juga perlu bersahabat dengan Indo-Cina?
J: Kita bahkan sudah menyodorkan tangan dengan mereka. Hanya
kelihatannya Indo-Cina tak menyambutnya dengan baik. Tapi kalau
dilihat, di antara ketiga negeri Indo-Cina mungkin Khmer yang
paling dulu akan menyambut tangan kita. Mereka kelihatannya
sedang mengalami kesulitan dan perlu bantuan dari luar.
Mengingat mereka merasa was-was menerima bantuan Soviet dan RRT,
kita ASEAN bukan mustahil akan diajak bekerjasama.
T: Sehubungan dengan RRT tadi, bagaimana pendapat anda tentang
Hua Kuo-feng dan gejolak politik akhir-akhir ini di negeri itu?
J: RRT kini lebih banyak memperhatikan pembangunan ekonominya.
Dengan begitu mereka juga akan membuka kembali pintunya dengan
dunia luar, yang tadinya dihalang-halangi oleh Cang Or Four
(Chiang Ching dkk - Red). Adapun keributan-keributan yang
terjadi di daerah Fukien dan beberapa tempat lainnya, menurut
saya tak ada sangkut pautnya dengan Gang of Four itu.
Orang-orang di Fukien dan Kanton sejak dulu terkenal lebih cepat
panas dan suka reaksi.
T: Sebenarnyakal RR7' ingin sekali melihat sebuah Indo-Cina
yang kuat?
J: Jika dilihat dari sejarahnya, Cina tak suka mempunyai
tetangga yang kuat membuat dia merasa tak aman. Mereka tak suka
Indo Cina menjadi kuat. Dengan superpower Amerika mereka tak
merasa khawatir karena perbedaan letak yang jauh. Jepang juga
tak mereka khawatirkan, selama belum mempersenjatai dirinya
seperti dulu. Tapi dengan Soviet, yang memagari tapal batas di
utara dengan persenjataan lengkap, RRT merasa paling cemas. Maka
para pimpinan Cina sampai sekarang lebih suka memusatkan
perhatian kepada musuh mereka di utara itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini