Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri negara-negara anggota ASEAN sepakat mempercepat pembahasan code of conduct (COC) atau pedoman etik soal Laut Cina Selatan. Dialog ASEAN dengan Cina mengenai kerangka itu sudah mangkrak hampir lebih 20 tahun.
Baca: Dicap Organisasi Kriminal Transnasional, Bos Grup Wagner Bertanya ke AS: Apa Salah Kami?
"Komitmen anggota untuk menyelesaikan negosiasi COC sesegera mungkin sudah jelas, mengingat perlunya memiliki COC yang substantif, efektif dan dapat ditindaklanjuti," kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi usai pertemuan The ASEAN Foreign Ministers' Retreat di Jakarta, Sabtu, 4 Februari 2023.
COC tersebut diharapkan bisa mengurangi risiko konflik di Laut Cina Selatan di jalur air yang disengketakan antara Cina dengan empat negara anggota ASEAN yakni Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei. COC telah menjadi agenda abadi untuk Cina dan ASEAN sejak pergantian abad.
Pada 1995, Cina menduduki Mischief Reef secara ilegal, yang letaknya hanya 210 kilometer dari pulau Palawan, Filipina. Negara-negara ASEAN lainnya melihatnya sebagai upaya terang-terangan untuk mengubah status quo di kawasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai tanggapan, ASEAN mengeluarkan Komunike Bersama pada 1996 yang menyatakan keprihatinan atas situasi di Laut Cina Selatan. ASEAN menyerukan penyelesaian sengketa secara damai dan pengendalian diri oleh pihak-pihak terkait.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selanjutnya, sebuah kode etik regional diusulkan. Harapannya, itu dapat meletakkan dasar untuk stabilitas jangka panjang di kawasan tersebut dan menumbuhkan pemahaman di antara negara-negara penggugat.
Retno, dalam pernyataan persnya tidak mengelaborasi lebih lanjut. Namun, dia menyebut Indonesia, sebagai ketua ASEAN, siap menjadi tuan rumah lebih banyak putaran negosiasi COC tahun ini, yang pertama akan diadakan pada Maret 2023.
Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Sidharto Suryodipuro menyatakan Indonesia akan mengintensifkan negosiasi, termasuk mengeksplorasi pendekatan baru. Tanpa memberikan penjelasan yang lengkap, Sidharto menyebut, penjajalan untuk mencapai kesepakatan COC itu akan tetap diupayakan sesuai dengan hukum internasional.
"Kita tidak tahu bentuknya seperti apa, tetapi dalam negosiasi itu ada sebuah proses. Mungkin itu juga sama penting dengan hasilnya," kata Sidharto kepada wartawan di Sekretariat ASEAN.
Menurut Sidharto, posisi ASEAN dalam COC sendiri tidak menyentuh mengenai kepemilikan, tapi menyentuh tentang perairan. Sebab mengenai kepemilikan teritorial wilayah dilakukan melalui negosiasi bilateral. Di antara anggota ASEAN, juga terjadi overlaping kepemilikan.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi pada tahun lalu berjanji pihaknya akan mempercepat konsultasi tentang COC dan mendukung multilateralisme sejati dan regionalisme terbuka yang maju.
“Kami akan menjunjung sentralitas ASEAN dan ASEAN Regional Cooperation Framework. Kami akan menentang konfrontasi dan mentalitas perang dingin," kata Wang Yi dikutip dari Bernama.
Kerangka tersebut terus didorong untuk memajukan Deklarasi Perilaku (DOC) 2002 Para Pihak di Laut Cina Selatan. Kesepakatan sebelumnya sebagian besar telah diabaikan oleh negara-negara penuntut, khususnya Cina. Beijing telah membangun tujuh pulau buatan manusia di perairan yang disengketakan, tiga di antaranya dilengkapi dengan landasan pacu, rudal permukaan-ke-udara dan radar.
Gesekan di antara Cina dan negara-negara ASEAN mengenai Laut Cina Selatan masih terjadi belakangan ini, termasuk dengan Filipina. Perbatasan perairan Laut Cina Selatan dan Natuna, Indonesia, juga kerap memunculkan perhatian mengenai tumpang tindih wilayah. Persaingan yang terjadi di antara Amerika Serikat dan Cina membuat kawasan makin tegang.
Di pertemuan terakhir menteri luar negeri ASEAN 4 Januari 2023, dibahas pula sejumlah isu lain seperti penguatan institiusi dan pertumbuhan wilayah di berbagai sektor. Krisis Myanmar, yang tengah dilanda konflik politik sejak dua tahun lalu, juga turut menjadi perhatian.
DANIEL A. FAJRI | REUTERS | BERNAMA | THE DIPLOMAT
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini