Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Saat ini Israel kerap kali menyerang perbatasan antara wilayahnya dengan lebanon. Pada Kamis, 3 Oktober 2024 lalu bahkan Israel mengklaim penyerangannya ke markas intelijen Hizbullah di ibu kota Lebanon, Beirut, ketika pasukan Zionis menginvasi di perbatasan kedua negara dan pesawat tempur membombardir benteng Hizbullah di seluruh Lebanon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Israel juga mengumumkan akan melakukan serangan darat lainnya dan meminta Lebanon untuk mengevakuasi lebih dari 20 desa dan kota Nabatiyeh. "Demi menyelamatkan Anda sendiri, Anda harus segera mengevakuasi rumah Anda dan menuju ke utara Sungai Awali. Selamatkan hidup Anda," kata juru bicara militer Avichay Adraee di X.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengeboman yang dilakukan Israel terhadap Lebanon tidak hanya dilakukan hari itu saja. Beberapa hari kemudian atau lebih tepatnya pada 6 Oktober 2024 di wilayah Dahieh di Beirut, Lebanon. Kerusakan dan kerugian Lebanon tidak hanya terkait kerusakan tempat saja tetapi juga berdampak pada kesehatan dan keselamatan nyawa masyarakat Lebanon.
Dilansir dari Middle East Monitor, Serikat Ahli Kimia di Lebanon atau SCL khawatir terhadap kesehatan masyarakat yang menghirup asap bekas bom yang dilakukan oleh Israel. SCL juga mengkonfirmasi bahwa bom yang digunakan oleh Israel mengandung uranium dan dapat mengakibatkan risiko tertular banyak penyakit akibat menghirup debu yang disebabkan oleh pengeboman tersebut.
Uranium juga merupakan senjata yang dilarang secara internasional karena memiliki dampak yang terlalu luas kedepannya. “Penggunaan senjata terlarang internasional semacam itu, terutama di Beirut yang berpenduduk padat, menyebabkan kerusakan besar-besaran, dan debunya menyebabkan banyak penyakit, terutama jika terhirup,” ujar SCL.
Akibat dari peristiwa tersebut, SCL juga meminta pemerintah Lebanon untuk ajukan gugatan ke Dewan Keamanan PBB terhadap pelanggaran dan upaya pembunuhan yang dilakukan oleh Israel ke Lebanon. terhadap pelanggaran yang terjadi di tanah Lebanon dan upaya pembunuhan massal terhadap warga sipil tak berdosa,” ujarnya.
Sampai saat ini Israel telah menewaskan sebanyak 1204 orang di Lebanon dan membiarkan lebih dari 1,2 juta orang mengungsi. Dengan kondisi seperti ini, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengatakan akan sangat memungkinkan terjadi wabah penyakit di Lebanon karena padatnya pengungsi dan penutupan rumah sakit.
Wakil Manajer Insiden WHO Lebanon, Ian Clarke, mengatakan beberapa wabah penyakit apa saja yang dapat terjadi di Lebanon dengan kondisi yang saat ini terjadi. "Kita menghadapi situasi dengan risiko wabah penyakit yang jauh lebih tinggi, seperti diare berair akut, hepatitis A, dan sejumlah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin," ujarnya.
ADINDA ALYA IZDIHAR I MIDDLE EAST MONITOR