POLITIK wayangan sedang berlangsung di India. Mosi tak percaya yang disodorkan di Majelis Rendah (Lok Sabha), pada Rabu pekan lalu, telah menjatuhkan kabinet Vishwanath Pratap Singh yang berusia belum satu tahun. Tiga hari kemudian, Sabtu pekan lalu, Chandra Sekhar, dari Partai Janata -- partai yang melepaskan diri dari koalisi Front Nasional pendukung Singh -- dilantik menggantikan Singh. Perdana menteri baru ini sebenarnya bukan pilihan pertama Presiden Ramaswami Venkataraman. Presiden mula-mula menunjuk Rajiv Gandhi, 46 tahun, yang dikalahkan oleh Singh dalam pemilu di akhir tahun lalu. Rajiv, pemimpin Partai Kongres (I), menolak "undangan" Venkataraman itu. Bila kemudian Sekhar jadi naik, tampaknya Rajiv memang mendukung Sekhar. Itu bukan karena Rajiv tak mau kembali duduk di kursi perdana menteri, melainkan ia tak bersedia duduk di jabatan itu hanya karena diminta. Rajiv ingin kemenangan yang nyata, lewat pemilu. Masalahnya, pemilu dalam suasana pertentangan Islam-Hindu yang panas sekarang bisa-bisa jadi ajang pertumpahan darah, selain itu merupakan pemborosan -- dalam setahun mengadakan dua kali pemilu. Repotnya, ada saja politikus yang menyalahkan Rajiv Gandhi karena sikapnya itu. Kata mereka, mestinya Rajiv mendukung Singh, perdana menteri yang jatuh karena dengan berani mempertahankan eksistensi India sebagai negara sekuler. Singh melancarkan program yang berbau populis, membela kasta rendah, dengan memberikan porsi lowongan kerja yang lebih banyak. Ia pun berani membela minoritas muslim, dengan melarang gerakan umat Hindu yang hendak meruntuhkan Masjid Babri di Ayodya, untuk digantikan kuil Hindu. Bila Rajiv tak mau mendukung Singh, mestinya ia mau menerima tawaran Presiden Venkataraman. Soalnya, menurut para pengritik itu, ideologi Singh tak ada bedanya dengan ideologi Rajiv. Keduanya ingin mempertahankan identitas India sebagai sebuah negara sekuler. Tidakkah sikap Rajiv sekadar kesombongan seorang pemimpin partai yang menguasai mayoritas di parlemen? Atau ia ingin menghindarkan diri dari percaturan politik yang tampaknya tak akan menguntungkan bagi pemerintah, siapa pun dia? Rajiv, putra mendiang Indira Gandhi itu, tentunya bukan politikus kemarin sore. Tentunya ia melihat politik India yang makin parah, terutama dengan munculnya faktor-faktor primordial itu. Jadi, mungkin benar, kritik orang terhadap dia: bersikap oportunistis, menunggu kesempatan yang lebih menguntungkan bagi diri sendiri. Dengan kata lain, yang dilakukan Rajiv sekarang adalah mendukung Sekhar sambil menunggu momen yang baik untuk maju. Ia berani melakukannya karena Rajiv mestinya yakin, bila diadakan pemilu, dialah yang bakal menang. Mendukung Sekhar bukanlah kerugian karena, dengan Partai Kongres (I) menguasai parlemen, mudah bagi Rajiv untuk memasukkan gagasan-gagasannya dalam program Sekhar. Singkatnya, bukan hal yang mustahil bahwa sekarang Rajiv-lah yang memegang kemudi politik India. Panjang-pendek umur kabinet Sekhar ada di tangannya. Bahkan, kata para pengamat politik India, ia bisa saja mendiktekan siapa saja boleh duduk dalam kabinet. Juga, kapan pemilihan umum boleh diselenggarakan, bisa diatur agar menguntungkan Partai Kongres (I). Masalahnya, maukah Sekhar sekadar jadi "wayang"? Sekhar pun punya pengalaman politik yang cukup. Ia memulai karier di dunia yang kata Presiden Kennedy dunia "kotor" ini benar-benar dari bawah. Pada 1983 ia berjalan kaki sepanjang 4.260 km dari Kanniyakumari, kota paling selatan India. Enam bulan kemudian ia tiba di New Delhi. Sepanjang jalan ia menyinggahi desa dan tempat-tempat terpencil, tempat sebagian besar rakyat India tinggal. Bisa ditafsirkan, itu membuat Sekhar punya pendukung tak terduga di lapisan bawah. Memang, kemudian perjalanan kariernya tak begitu mulus. Politikus yang nama lengkapnya Chandra Sekhar Singh itu adalah seorang sosialis yang bergabung dengan Partai Janata dengan sikap anti Partai Kongres. Ia menentang keputusan Indira mengumumkan keadaan bahaya ketika golongan Sikh memberontak. Malah ia mengusulkan pada Indira untuk mengambil sikap akomodatif dan rekonsiliasi dengan kaum Sikh. Karena pendiriannya itu, pada 1970-an ia dijebloskan Indira ke dalam penjara. Pembunuhan atas Indira Gandhi pada 1984 tak langsung menguntungkan kariernya karena simpati massa langsung jatuh kepada Rajiv. Untuk itu ia harus menunggu lima tahun. Tapi itu pun ternyata pahit baginya. Ia kalah bersaing dengan Singh untuk kedudukan perdana menteri ketika Rajiv jatuh. Karena itu, ada yang mengatakan, keputusannya untuk meninggalkan pemerintah koalisi tak lain dari langkah menebus kekalahannya hampir setahun yang silam. Kepada wartawan Asiaweek ia mengatakan bahwa perjalanan kakinya belum selesai dan tak akan pernah selesai selama ia masih belum berhasil menolong rakyat India yang dalam kekurangan. Rupanya ia menerima dukungan dari Rajiv. Yang kini sulit dijawab, adakah Rajiv Gandhi bisa melupakan sikap Sekhar yang pernah menentang ibunya, Indira Gandhi. Kemungkinan besar memang tidak. Maka, orang mulai berteori bahwa dinasti Gandhi akan tampil kembali dalam waktu dekat. Kecuali, itu tadi, perjalanan kaki Sekhar memang menghimpun pendukung di antara lapisan bawah yang cukup, untuk melawan Partai Kongres yang sebagian besar pendukungnya adalah kelas menengah ke atas. A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini