Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pembajak granat sabun

Dua mahasiswa universitas rangoon, myanmar membajak pesawat thai airways. keduanya menuntut jendral saw maung mundur dan pembebasan semua tahanan politik. utusan pbb dilarang bertemu oposisi.

17 November 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKSI mahasiswa Myanmar (Burma) semakin menarik perhatian dunia. Sabtu lalu, dua mahasiswa Universitas Rangoon yang selama ini bersembunyi di Muangthai sejak 1988 membajak pesawat Thai Airways yang menerbangi jalur Bangkok-Yangon (Rangoon). Pembajak, dengan ancaman "granat" di tangan, memaksa agar pilot pesawat membelokkan haluan ke Calcutta, India. Mengenakan pita merah melilit kepala, kedua mahasiswa itu juga menuntut supaya pemerintahan Jenderal Saw Maung mundur dan membebaskan semua tahanan politik. "Kami sekadar menarik perhatian dunia demi usaha kami untuk memperoleh hak-hak asasi dan demokrasi di negeri kami," kata Ye Maran, 24 tahun, salah seorang pembajak, dalam suatu konperensi pers di Calcutta. "Misi kami berhasil," ujarnya. Mereka juga mengakui bahwa senjata yang digunakan ternyata cuma sabun biasa yang dibentuk dan diwarnai mirip granat. Kenekatan kedua pembajak itu bisa dimaklumi. Bermula pada pemilu Mei lalu. Partai oposisi terbesar, National League for Democracy (NLD), menang besar. Namun, pemerintah militer di Yangon justru memberangus semua suara yang berani menentang rezim yang berkuasa. Hampir semua anggota dewan partai NLD kini ditahan di penjara Insein. Termasuk ketuanya, Brigadir Jenderal Tin Oo. Bahkan sekjennya, Aung San Suu Kyi, putri pahlawan nasional Jenderal Aung San, sudah setahun lebih dikenai tahanan rumah tanpa bisa berkomunikasi dengan pihak luar. Partai-partai politik lainnya, Oktober lalu, dipaksa meneken surat perintah yang memberikan kekuasaan kepada rezim Jenderal Saw Maung sampai konstitusi baru terbentuk. Partai yang menolaknya akan ditutup dan dinyatakan ilegal. "Dengan tindakan itu, militer memegang kekuasaan mutlak dan pihak oposisi tak mempunyai harapan untuk berperan dalam kancah politik Myanmar," kata seorang diplomat senior di Rangoon kepada TEMPO. Militer menjadi semakin bertangan besi setelah pemilu yang dimenangkan NLD Mei lalu. Ketika itu, pimpinan partai menuntut agar militer melepaskan kekuasaan dan menyerahkannya ke tangan sipil. Jenderal Saw Maung mengambil alih kekuasaan setelah tentara berhasil mematahkan demonstrasi mahasiswa bulan September setahun lalu. Ratusan orang tewas dan ribuan lagi mengungsi ke Muangthai. Pimpinan NLD yang menawarkan penyelesaian lewat dialog justru disambut dengan penangkapan dan penahanan. Gelombang keresahan pun mulai merebak. Para biksu, yang semula saleh dan diam, sejak bulan lalu mulai agresif. Kedudukan mereka di kalangan pengikut Budha sangat tinggi. Namun, mereka melancarkan aksi, menolak pelayanan keagamaan bagi tentara dan keluarganya. Rupanya, militer pun sadar. Bila pimpinan agama terus-menerus menolak pelayanan keagamaan, buntutnya bisa jadi rakyat juga akan ikut menentang militer. Maka, angkatan bersenjata lantas mendobrak beberapa kuil yang dihuni para biksu militan dan memaksa agar para biksu tunduk kepada tentara. Tak kurang Jenderal Saw Maung sendiri angkat bicara. "Tokoh agama tidak boleh turut campur masalah politik," katanya dalam suatu pidato umum. Mereka bisa dikenai sanksi, yakni pencabutan izinnya sebagai pemuka agama. Mungkin hanya kebetulan bila pesawat yang dibajak dua mahasiswa dari Bangkok itu kemudian membawa pulang Nyonya Sadako Ogata, wakil PBB dari Komisi Hak-Hak Asasi Manusia. Ia diutus untuk menyelidiki tuduhan pelanggaran hak asasi di Myanmar. Menurut laporan Amnesti Internasional, hampir 10.000 mahasiswa ditahan sejak peristiwa berdarah dua tahun silam. Namun, Nyonya Ogata juga menemui jalan tak mulus di Myanmar. Ia dilarang bertemu dengan pihak oposisi. Bahkan utusan PBB itu tak bisa bebas bergerak di sana. Yuli Ismartono (Bangkok)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus