Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sepandai-pandai Membungkus Bangkai

Kejaksaan Agung New York dan Kejaksaan Wilayah Manhattan, Amerika Serikat, mengeroyok kasus dugaan kejahatan keuangan Donald Trump. Salah satunya adalah soal uang tutup mulut untuk model Playboy selingkuhannya.

5 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden AS ke-45 Donald Trump berbicara dengan perwakilan karyawan Lordstown Motors di Gedung Putih di Washington, AS, September 2020. REUTERS/Carlos Barria/File Foto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Setelah lengser dari Gedung Putih, Donald Trump menghadapi sejumlah penyelidikan kasus keuangan.

  • Rencana pembangunan lapangan golf mewah di Westchester jadi pintu masuk jaksa.

  • Jaksa juga menyelidiki soal uang tutup mulut untuk model Playboy selingkuhan Trump.

SEPEREMPAT abad lalu, ketika membeli rumah megah yang dikenal sebagai Seven Springs itu, Donald Trump berencana untuk mengubahnya menjadi lapangan golf kelas dunia. Hari ini, tidak ada lapangan hijau dan lubang golf di sana. Kebunnya pun telah berubah menjadi taman peristirahatan keluarga yang mewah, meski terisolasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Forbes, bekas Presiden Amerika Serikat itu membeli properti seluas 93 hektare yang membentang di tiga daerah di Westchester County, utara Kota New York tersebut pada 1996 seharga US$ 7,5 juta—sekitar Rp 100 miliar dalam kurs saat ini. Sembilan tahun lalu, Trump berusaha membangun lapangan golf idamannya, tapi masyarakat menolaknya karena khawatir akan memicu keramaian dan mencemari Danau Byram, sumber air minum daerah itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah berunding dengan penduduk, Trump akhirnya setuju untuk membagi lahannya. Dia membangun 14 rumah di sebagian kecil lahan. Adapun 64 hektare atau hampir 75 persen diserahkan Seven Springs LLC, pengelola properti itu, kepada lembaga nirlaba North American Land Trust sebagai lahan konservasi. Yang terakhir ini memungkinkan Trump mendapat potongan pajak sebesar US$ 21,1 juta pada 2015.

Di lahan itu berdiri, antara lain, wastu dengan pemandian marmer yang pernah dimiliki oleh pengusaha saus tomat, H.J. Heinz. Mansion tersebut dibangun pada 1919 oleh 500 tukang batu dan seniman Italia. Memiliki 60 ruangan, 15 kamar tidur, dan dua sayap bangunan, rumah gedong itu dan pekarangannya dapat disewa dengan harga US$ 10 ribu per bulan.

Setelah Donald Trump lengser dari Gedung Putih, satu per satu kasus yang selama ini ia berusaha tutup-tutupi mulai bergulir. Properti itu salah satu perkara yang diselidiki Kejaksaan Agung New York. Menurut The Daily Beast, penyelidik telah meminta setumpuk dokumen yang berhubungan dengan rencana pembangunan lapangan golf tersebut kepada pemerintah daerah pada akhir Mei lalu. Mereka memeriksa apakah Trump Organization, perusahaan induk dari Seven Springs LLC, menggelembungkan nilai properti untuk pengurangan pajak.

Penyelidikan yang dimulai pada 2019 itu kini semakin intensif. Penyelidik meminta dokumen yang jauh lebih banyak dari sebelumnya, seperti risalah rapat dewan perencanaan, yang akan menunjukkan apakah Trump pernah benar-benar memiliki peluang untuk mengembangkan lahan tersebut. Mereka bahkan mencari catatan dari masa hingga 15 tahun lalu, yang menurut seorang pegawai pemerintah daerah seharusnya sudah dihancurkan. Pegawai lain mengatakan bahwa dua bulan lalu penyelidik telah membawa berkardus-kardus dokumen dan memuatnya ke dalam truk.

Dua jaksa dari Partai Demokrat, Jaksa Agung New York Letitia James dan Jaksa Wilayah Manhattan Cyrus Vance Jr., bekerja sama untuk menyelidiki kasus ini, yang akan melibatkan Trump Organization dan para pejabatnya serta Donald Trump dan keluarganya. James menyatakan bahwa kasus Trump bukan lagi perdata murni, melainkan sudah masuk perkara pidana. Vance bahkan telah mengumpulkan juri untuk menilai bukti awal kasus Trump Organization. Pada Februari lalu, Mahkamah Agung menolak permohonan Trump untuk menghalangi Vance mendapat laporan pajak dan dokumen keuangan lain.

Sejumlah bekas jaksa mengatakan kejaksaan mungkin akan menggunakan Undang-Undang Pemerasan dan Organisasi Korup (RICO) untuk menuntut Trump. Undang-undang federal ini terbit pada 1970 untuk memerangi kejahatan terorganisasi, seperti mafia. Negara-negara bagian kemudian menerbitkan undang-undang serupa bahkan dengan hukuman yang lebih keras, termasuk penjara. Dalam perkembangannya, regulasi ini digunakan pula untuk menjerat perusahaan yang terlibat dalam tindak pidana untuk memperbesar pendapatan atau keuntungan pemilik perusahaan.

Di lain sisi, jaksa Cyrus Vance tengah menelusuri dugaan kejahatan pajak Trump yang berhubungan dengan kasus uang tutup mulut untuk bintang film porno Stormy Daniels dan Karen McDougal, model Playboy. Pada Selasa, 1 Juni lalu, Komisi Pemilihan Umum Federal (FEC) menjatuhkan hukuman denda senilai US$ 187.500 kepada American Media Inc (AMI), yang kini dikenal sebagai A360 Media LLC, karena pelanggaran aturan kampanye.

Pada 2016, AMI memberikan US$ 150 ribu kepada McDougal agar tutup mulut soal perselingkuhannya dengan Trump. Kisah itu baru dipublikasikan kemudian di tabloid National Enquirer pada 2018. FEC menemukan bahwa David J. Pecker, pemimpin AMI dan sekutu Trump, secara sadar dan sengaja melanggar undang-undang keuangan kampanye bersama dengan sejumlah pejabat tim kampanye Trump dan Michael Cohen, pengacara Trump.

AMI mengaku memang membayar McDougal, tapi membantah kabar bahwa hal itu melanggar undang-undang. Mereka mengklaim bahwa “pembayaran untuk diam bukanlah sumbangan atau pengeluaran karena diam bukanlah ‘sesuatu yang bernilai’”. Namun, pada 2018, dalam pernyataannya kepada Departemen Kehakiman, perusahaan itu mengakui bahwa pembayaran itu dilakukan untuk mempengaruhi hasil pemilihan umum 2016.

Dalam sidang pengadilan pada 2018, Michael Cohen mengaku bersalah telah melanggar aturan kampanye dengan membayar uang tutup mulut itu. Trump membantah dugaan soal perselingkuhan dan mengklaim baru tahu soal pembayaran tersebut belakangan. Ia mengaku telah mengganti pengeluaran Cohen secara pribadi, bukan dari dana kampanye.

“Informasi yang tersedia mendukung kesimpulan bahwa pembayaran AMI merupakan kontribusi dalam bentuk barang kepada Trump dan Komisi Kampanye Trump,” tulis FEC dalam dokumen analisis hukum mengenai kasus ini, yang diperoleh organisasi pengawas pemerintahan, Common Cause. “AMI dan Pecker tampaknya telah melanggar undang-undang dengan membuat dan menyetujui pemberian kontribusi perusahaan dalam bentuk pembayaran dari AMI kepada McDougal.”

Menurut Common Cause, FEC, yang dipimpin oleh komisi beranggotakan enam orang dari Partai Demokrat dan Republik, gagal mencapai kesepakatan untuk melanjutkan penyelidikan peran Donald Trump karena komisioner dari Partai Republik menghalangi upaya tersebut. “Michael Cohen masuk penjara karena pelanggaran ini. AMI didenda. Tapi mantan presiden belum dimintai pertanggungjawaban,” tulis Paul S. Ryan, Wakil Presiden Kebijakan dan Litigasi Common Cause, di Politico. “Departemen Kehakiman memiliki waktu hingga Agustus untuk menuntut Trump karena mengatur keuangan kampanye ilegal ini.”

Donald Trump gusar terhadap upaya para jaksa yang mencoba mengulik-ulik hartanya. “Ini murni politik dan penghinaan terhadap hampir 75 juta pemilih yang mendukung saya dalam pemilihan presiden. Dan ini didorong oleh jaksa Demokrat yang sangat partisan,” ujar Trump dalam pernyataannya. “Kota dan Negara Bagian New York menderita tingkat kejahatan tertinggi dalam sejarah mereka. Alih-alih mengejar pembunuh, pengedar narkoba, pedagang manusia, dan lainnya, mereka mengejar Donald Trump.”

Namun, menurut Insider, sumber kegusaran Trump bukanlah ancaman pengadilan, melainkan ongkos yang membengkak baginya dan kerajaan bisnisnya. Menurut The Wall Street Journal, data yang baru dirilis dari Kantor Etika Pemerintah menunjukkan bahwa 2020 adalah tahun yang buruk bagi Trump. Enam usahanya tercatat bangkrut. Pendapatan Trump Organization menurun, dari US$ 446 juta pada 2019 menjadi US$ 278 juta pada 2020. Bisnis propertinya pun merugi. Yang paling terpukul adalah Trump International Hotel di Washington, DC, yang pendapatannya turun dari US$ 40 juta pada 2019 menjadi US$ 15 juta pada 2020.

Utangnya juga menumpuk. Dari sekarang hingga 2024, Trump memiliki utang hampir US$ 900 juta yang akan jatuh tempo, termasuk sekitar US$ 340 juta yang belum dia bayar ke Deutsche Bank. Jika Trump gagal bayar, Deutsche Bank dapat menyita aset bisnisnya, seperti lapangan golf dan hotel.

IWAN KURNIAWAN (Forbes, The Daily Beast, Insider, AP, Politico)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Kini meliput isu internasional. Sebelumnya menulis berbagai topik, termasuk politik, sains, dan seni. Pengasuh rubrik Pendapat dan kurator sastra di Koran Tempo serta co-founder Yayasan Mutimedia Sastra. Menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (Kemitraan Partnership, 2020). Lulusan Filsafat Universitas Gadjah Mada.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus