Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Cara Thaksin Menguasai Pemerintahan

Sudah tidak memerintah, juga diputus bersalah oleh pengadilan, tapi masih berkuasa. Caranya dengan mengembangkan bisnis di negara-negara tetangga dan memelihara dukungan di Thailand.

9 Desember 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puluhan demonstran anti-pemerintah mengenakan ba­ju kuning, masker, kacamata, dan helm sepeda. Mereka merusak gulungan kawat berduri yang melindungi gerbang utama markas kepolisian Kerajaan Thailand, Rabu pekan lalu. Di belakang mereka, ratusan pengunjuk rasa lain menunggu gerbang itu dibuka paksa. Kelompok ini memprotes sikap kepolisian yang kasar terhadap gerakan anti-pemerintah.

"Kami ingin polisi memperlakukan kami sama seperti kelompok lain," kata pemimpin protes Thavorn Seniam melalui pengeras suara, seperti dikutip CNN. Dia merujuk pada kaus merah yang selama ini dinilai mendukung pemerintah.

Selama dua pekan, pengunjuk rasa yang menyebut diri Gerakan Sipil untuk Demokrasi mendesak Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, adik bekas perdana menteri Thaksin Shinawatra, mundur. Mereka kesal terhadap rencana Yingluck yang berusaha mengegolkan Rancangan Undang-Undang Amnesti, yang bisa digunakan menghapus status bersalah Thaksin. Bila diampuni, Thaksin—yang sudah divonis pengadilan Bangkok dua tahun penjara serta dihilangkan hak politiknya dalam kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang—bisa kembali ke negerinya.

Unjuk rasa itu berujung pada bentrokan antara kelompok anti-pemerintah dan kaus merah, yang terjadi di Universitas Ramkhamhaeng, Sabtu dua pekan lalu. Dalam bentrokan itu, empat orang dari kubu anti-pemerintah tewas dan puluhan korban luka-luka. "Mereka sering menggunakan peluru karet untuk membubarkan massa," ujar Thavorn.

Kaus merah adalah barikade yang loyal kepada Thaksin melawan gerakan penentang dirinya. Mereka adalah petani miskin di wilayah utara dan timur laut Thailand serta simpatisan partai Pheu Thai, penyokong Yingluck. Kaus merah selama ini membela Thaksin saat militer mengudeta pada 2006 dan unjuk rasa meminta keadilan atas hukuman Thaksin pada 2010, yang mengakibatkan 90 orang tewas.

Nama Thaksin sangat harum di wilayah pedesaan. Saat memimpin selama dua periode sejak 2001, sang taipan telah meluncurkan dana bergulir dengan membagi-bagikan 1 juta baht atau sekitar Rp 372 juta untuk masing-masing 74 ribu desa dan 4.500 kota sebagai modal usaha. Selain itu, dia memberikan jaminan pendidikan gratis, kesehatan, bantuan rumah, dan pensiun serta membuat kebijakan pembelian hasil panen petani. Selama ini petani sangat bergantung pada tengkulak dan rentenir.

Thaksin mampu menekan angka kemiskinan. Menurut survei badan statistik Thailand, angka kemiskinan 2006 hanya 9,5 persen dibanding angka kemiskinan saat pemerintahan sebelum Thaksin pada 2000, yang mencapai 20,9 persen. Thaksin menyarankan Yingluck meneruskan kebijakan serupa. "Karena kebijakan itulah kaus merah masih tetap mendukung pemerintah dan mencintai Thaksin," kata Thida Thavornseth, Ketua Front Persatuan untuk Demokrasi Melawan Kediktatoran (UDD) atau dikenal sebagai kaus merah, kepada The Diplomat.

Sementara itu, Thaksin—yang hidup di pengasingan—berupaya memelihara jaringan kekuasaannya dengan mengembangkan bisnis di negara-negara tetangga Thailand. April tahun lalu, ia berkunjung ke Laos untuk membuka bisnis dengan Thailand. Kedua negara sedang menyiapkan proyek kereta cepat. Thaksin berhasil meyakinkan pemerintah Laos. Dia menggandeng Cina untuk terlibat dalam proyek yang bernilai US$ 7,2 miliar itu. Beberapa kali dia berkunjung ke Cina—terakhir pada April lalu. Salah satunya Thaksin bertemu dengan beberapa pejabat di sana untuk menyelesaikan bisnis ini.

Kunjungan Thaksin di Laos membahas zona ekonomi khusus di Mahanaty Si Phan Don. Pemerintah Laos meminta pendapatnya sebagai bekas perdana menteri. Thaksin akan menarik sejumlah anak usahanya, terutama di bidang real estate dan konstruksi, untuk terlibat dalam megaproyek itu.

Di negara tetangga lain, Kamboja, Thaksin juga giat melobi dan berinvestasi. Dia memang dikenal dekat dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, yang sempat mengangkatnya sebagai penasihat ekonomi. Thaksin membuka kerja sama pengelolaan eksplorasi minyak dan gas di padang Thailand. Selain itu, dia menggunakan kesempatan kedekatan tersebut untuk membuka kasino di Kamboja.

Kesempatan berkunjung ke dua negara tetangga itu juga digunakan Thaksin untuk tetap dekat dengan pendukungnya. Sebanyak 50 ribu pendukung kaus merah menyeberang ke Kamboja untuk bertemu dengannya.

Seorang sumber pemodal asing menyebutkan Thaksin juga sering bolak-balik ke New Delhi, India. Di sana, kata dia, Thaksin berinvestasi dan bermain saham. Namun si sumber enggan menjelaskan bisnis apa saja yang digarap Thaksin di India. "Dia telah memiliki bisnis yang kuat di sana karena koneksi dari para pengusaha membuatnya mudah mengembangkan usaha," ucap sumber itu kepada Asiaone. Selain berinvestasi di ketiga negara itu, Thaksin memiliki bisnis minyak di Dubai serta pertambangan dan emas di Afrika Selatan.

Thaksin juga telah menyiapkan para loyalis politik di Thailand. Posisi Yingluck, yang sudah terjepit, memaksa tersedianya calon pengganti jika pemilihan umum dipercepat. Lapangan Pongsawat, ahli ilmu politik di Universitas Chulalongkorn, mengatakan muncul kabar burung bahwa Thaksin telah menunjuk adiknya, Yaowapa Wongsawat, anggota parlemen untuk Chiang Mai, Thailand Utara. Selain itu, dia telah menyiapkan putranya masuk arena politik. Panthongtae Shinawatra, 34 tahun, digadang-gadang masuk parlemen tahun depan. Thaksin telah berhasil mengerek dua adiknya, Somchai Wongsawat dan Yingluck, di kursi perdana menteri. "Panthongtae diprediksi dipersiapkan untuk perdana menteri 2020," ujarnya.

Para loyalis tersebut juga meneruskan kebijakan ala Thaksin yang prorakyat pedesaan. Misalnya segera setelah Pheu Thai—partainya Yingluck—memenangi pemilihan parlemen pada Juli 2011 dengan menyabet 265 dari 500 kursi, para wakil rakyat itu menaikkan upah minimum buruh. Parlemen juga memutuskan membeli beras petani di atas harga pasar. Untuk mewujudkan kebijakan populis ini, pemerintah mengeluarkan 688,8 miliar baht atau US$ 21,5 miliar sejak Oktober 2011 untuk membeli 44 juta ton gabah kering dari para petani. Menurut Bloomberg, program ini membuat cadangan dan ekspor beras Thailand makin meningkat.

Kepala Pusat Penelitian Bangkok University Supong Limtanakool menyebutkan dukungan kepada Thaksin masih sangat kuat. Hasil jajak pendapat terkait dengan dukungan kepada Undang-Undang Amnesti mencapai 46,6 persen. Dukungan itu berasal dari basis kaus merah. Thaksin menang dalam pemilihan umum pada 2001, 2005, 2007, dan 2011. Supong menyebutkan, jika pemilihan umum digelar, Pheu Thai bisa menang kembali. Pheu Thai menang 48,4 persen suara dalam pemilihan 2011 dan mampu menyingkirkan Partai Demokrat. "Mereka masih mencintai Thaksin," katanya.

Eko Ari Wibowo


Pohon Shinawatra

Buyut:
Seng

Kakek:
Chiang +9 bersaudara

  • Boonsom
  • Sak:
    Jenderal Chaisit (Wakil Kepala Kepolisian) +3 bersaudara
  • Boonsom
  • Surapan
  • Lert (ayah) Yindee (ibu) +7 bersaudara
    Yaowalak (almarhum)
    Thaksin (bekas perdana menteri)
    Yaowares (pengusaha perusahaan telepon seluler dan konstruksi)
    Yaowapa
    Payap (pemain bursa saham Thailand, pemimpin partai Pheu Thai Monthatip)
    Yinluck (Perdana Menteri Thailand)
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus