MALAYSIA sedang dilanda keresahan. Yang menimbulkan gara-gara: sebuah resolusi yang menyatakan bahwa tak ada sebuah ras pun yang berhak menyandang gelar "pribumi" di Malaysia. Resolusi yang cukup mengagetkan itu dikeluarkan oleh Malaysian Chinese Association (MCA) -- Partai Cina Malaysia, dalam Barisan Nasional -- Negara Bagian Selangor, dalam sebuah pertemuan tahunannya di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu pekan lalu. Resolusi yang digodok selama lima jam oleh para anggota MCA Selangor, yang dipimpin oleh ketuanya, Datuk Lee Kim Sai, itu menyatakan tiga kaum (ras) terbesar di Malaysia -- Cina, India, dan Melayu -- berasal dari negara lain. Sehingga, tak satu ras pun yang berhak menyebut dirinya sebagai 'bumiputra Malaysia'. Karena itu, "MCA mendesak pemerintah Malaysia untuk meninjau kembali Akta Hasutan 1948, hingga kelak akan merupakan pelanggaran buat siapa saja yang menyebut ketiga ras yang ada sebagai kaum pendatang." Perubahan seperti itu dianggap MCA dapat mengatasi masalah polarisasi rasial di Malaysia. Resolusi itu tampaknya diambil MCA karena "makin santernya suara orang UMNO, menyebut orang Cina sebagai imigran," kata seorang tokoh MCA pada TEMPO. Kontan saja, kaum Melayu yang menganggap dirinya "bumiputra Malaysia" seakan tersengat. "Tindakan itu sama dengan menjolok sarang lebah," ujar Datuk Abdullah Ahmad Badawi, Wakil Presiden UMNO. "Jika kita tak berbuat tegas, berarti kita memberi peluang bagi kelompok ini untuk menjadi ekstremis rasialis yang berlindung dalam MCA," katanya lagi. Bekas Perdana Menteri Malaysia Tunku Abdul Rahman Putra, 85, yang biasanya menjaga hati orang Cina bagi kepentingan kerukunan antarkaum, kali ini bersikap keras. Ia merasa heran kenapa baru sekarang soal itu dibangkitkan kembali. "Suku bangsa Melayu bukan hanya pribumi, tetapi tuan di negara ini," tuturnya. Hal itu, menurut Abdul Rahman, tecermin pada pasal 3, 152, dan 153 UUD Malaysia yang secara jelas menyebut bahwa agama Islam, bahasa Malaysia, dan hak istimewa orang Melayu, hendaklah digunakan sebagaimana yang diperuntukkan menurut UU oleh parlemen. "Mana ada negara yang tidak ada pribuminya," kata tokoh tua yang punya beberapa anak angkat keturunan Cina itu. Orang-orang UMNO di parlemen pun tak tinggal diam. Setelah mengadakan suatu pertemuan darurat, 46 orang dari kelompok ini menyampaikan sebuah memorandum kepada PM Malaysia Mahathir Mohamad. Isinya mendesak agar Mahathir memecat Lee Kim Sai dari kursi menteri perburuhan yang selama ini diduduki, dan meminta Sultan Selangor mencabut gelar Datuk yang diberikan kepada Lee. "Dia itu dalangnya," tutur Datuk Mohamed Rahmat, juru bicara kelompok ini. Namun, sikap Mahathir kurang jelas. "Saat ini saya belum memikirkannya," katanya, Kamis pekan lalu. Menghadapi ini, Lee Kim Sai akhirnya mengambil keputusan untuk mengundurkan diri, Jumat pekan lalu. Tapi langkah itu ditolak oleh Presiden MCA Ling Liong Sik. "MCA adalah partai yang bertanggung jawab. Jadi, para pemimpin. MCA yang duduk dalam kabinet pun tetap menjalankan tugas," katanya. Seorang ahli sejarah Asia Tenggara di Universitas Malaya, Kuala Lumpur, Prof. Khoo Kay Kim, berpendapat, keturunan Cina di Malaysia masih tetap berstatus pendatang. "Mereka bisa jadi pribumi jika mampu menyesuaikan diri dengan adat istiadat Melayu dan agama Islam," komentarnya. Peristiwa kali ini mengkhawatirkan kaum minoritas India di Malaysia. "Masingmasing hendaknya menahan diri, agar tak terjadi lagi peristiwa berdarah 13 Mei 1969," ujar Samy Velu, Presiden Malayan Indian Congress (MIC). Didi Prambadi Laporan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini