Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Benci, tapi berhubungan

Ketua parlemen iran rafsanjani mengungkapkan kunjungan utusan khusus reagan & as mengirim senjata ke iran, untuk memperbaiki hubungan serta membujuk pembebasan warga as yang disandera di libanon. (ln)

15 November 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NOVEMBER tahun ini tampaknya merupakan bulan sial bagi Presiden AS Ronald Reagan. Setelah Partai Republiknya mengalami kekalahan dan tak lagi mendominasi Senat AS dalam pemilihan 5 November lalu (lihat Era Reagan. . .), kini Reagan dikin malu oleh terungkapnya kasus hubungan rahasia AS-Iran. Adalah ketua parlemen Iran Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, Selasa pekan lalu, yang pertama kali memberitakan kunjungan Robert McFarlane, bekas Penasihat Keamanan Presiden AS, dan 4 orang lainnya, sebagai utusan khusus Reagan ke Iran, pertengahan September lalu. "Mereka membawa sejumlah senjata sebagai hadiah dan pesan Reagan untuk penguasa Iran," kata Rafsanjani. Menurut Rafsanjani, Ayatulah Khomeini, menginstruksikan untuk menolak tawaran AS, dan setelah ditahan beberapa lama kelima utusan itu lalu diusir dari Iran. Berita itulah yang kemudian mengungkap teka-teki sekitar pembebasan David Jacobsen, warga AS yang disandera kelompok militan Libanon Jihad yang pro-Iran, 2 November lalu. Semula diduga Syria yang berperan utama dalam pembebasan para sandera AS (dua lainnya telah dibebaskan tahun lalu dan Juli silam). Tapi konon kemudian terungkap, ketiganya dibebaskan atas pengaruh Iran, setelah AS memasok senjata secara diam-diam ke Iran. Kabarnya, gagasan mengadakan kontak dengan Iran yang dimulai tahun 1985 konon atas usul sejumlah pengusaha Israel yang "tahu" soal Iran -- disepakati Reagan dengan tujuan menolong membebaskan para sandera AS di Libanon, dan juga untuk memperbaiki hubungan Iran-AS. Program itu kabarnya langsung ditangani Gedung Putih tanpa mengikutsertakan Dinas Rahasia AS CIA (untuk menghindari pertanyaan DPR AS) dan dimulai sekitar September tahun lalu. Melalui negara ketiga, diduga Israel, sejumlah besar senjata tiba di Iran. Tak lama kemudian, Pendeta Benjamin Weir dibebaskan kelompok Jihad. Juli silam, setelah mengirim senjata ke Iran, AS diberi hadiah pembebasan Pendeta Lawrence Jenco. Dan sebelum pembebasan Jacobsen, menurut Abolkassan Bani Sadr, bekas menlu dan presiden Iran yang kini mengasingkan diri di Paris, sejumlah besar senjata selama Agustus-September sampai di Iran. Sejauh ini pihak Gedung Putih tetap bungkam atas kasus ini. Seluruh jajaran pemerintah diperintahkan Reagan untuk tutup mulut. Menlu George Shultz, yang Ahad lalu membantah berita tentang pengunduran dirinya, juga menolak memberikan keterangan. "Semua ditangani Gedung Putih," katanya. Konon, Shultz, yang bersama Menhan Weinberger menentang pelaksanaan program kontak dengan Iran, berhasil mempengaruhi Reagan untuk menghentikan operasi itu awal tahun ini. Tapi Reagan, yang didukung Direktur CIA William Casey, McFarlane, dan Penasihat Keamanan Presiden Laksamana John Pondexter, melanjutkan operasi itu Juli silam, karena didcsak oleh keuarga para sandera. AS selama ini gencar melancarkan kampanye antiteroris di seluruh dunia. Juga AS sering berkoar tak akan berdamai sedikit pun dengan tuntutan pihak teroris. Senat AS, konon, sudah mulai menyelidiki kasus ini. Mengapa baru sekarang Iran membuka kedok AS? Mungkin AS salah menduga sikap penguasa Iran yang disangka sudah mulai melunak itu. Iran sendiri, belakangan ini, diguncang oleh gejolak politik di dalam negeri, dengan semakin serunya persaingan pengaruh dan perebutan kekuasaan antarpemimpin puncaknya. Pertengahan September lalu, pembantu dekat Ayatulah Montazeri, calon resmi pengganti Khomeini, ditangkap. Kini semakin kuat kedudukan pemimpin-pemimpin yang lebih radikal, misalnya Rafsanjani. Kesehatan Khomeini, yang memburuk hari-hari belakangan ini, gawatnya keadaan ekonomi Iran, dan keperluan senjata yang semakin mendesak Iran dalam menghadapi perang Teluk mungkin ingin dimanfaatkan AS untuk memperbaiki hubungan dengan Iran. Sayang, rupanya, AS salah momentum. Farida Sendjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus