Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jemaah Tauhid Nasional (NTJ) adalah kelompok Islam radikal yang kurang dikenal di Sri Lanka. Menurut koran India, The Hindu, organisasi yang banyak diisi orang muda ini dibentuk lima tahun lalu di Kattankudy,- Sri Lanka timur, jauh dari pantai barat dan selatan yang lebih kosmopolitan. Kelompok itu secara umum dianggap sebagai penentang kaum Buddha, pemeluk agama mayoritas. Warga muslim hanya 9,7 persen dari total 21 juta jiwa populasi Sri Lanka.
Organisasi ini, terutama pemimpinnya, Mohamed Zahran alias Zahran Hashim, menjadi sorotan setelah disebut-sebut oleh pemerintah Sri Lanka sebagai otak serangan bom saat perayaan Paskah, Ahad, 21 April lalu. Belakangan diketahui bahwa organisasi ini terafiliasi dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Kantor berita ISIS, Amaq, Selasa, 23 April lalu, mengatakan pengeboman itu menyasar orang-orang Kristen dan warga dari negara yang ikut memerangi ISIS. Amaq juga merilis video delapan pengebom bunuh diri di Sri Lanka. Dalam video itu, Zahran satu-satunya orang yang wajahnya terlihat dan memegang senapan serbu.
NTJ terbentuk sekitar 2014 setelah memisahkan diri dari Jemaah Tauhid Sri Lanka (SLTJ). Kantor pusatnya di Kattankudy, kota berpenduduk mayoritas muslim di Sri Lanka timur. Menurut The Hindu, seperti halnya SLTJ, NTJ diyakini sangat dipengaruhi oleh Wahabisme, aliran Islam yang keras dan puritan.
Hilmy Ahamed, Wakil Presiden Dewan Muslim Sri Lanka, mengatakan Zahran, yang berusia sekitar 40 tahun, berasal dari wilayah pantai timur Batticaloa. “Dia datang dari keluarga muslim kelas menengah. Dia putus sekolah,” katanya. Zahran pernah belajar di sebuah perguruan tinggi Islam di Kattankudy. Dia juga diketahui melakukan perjalanan ke India untuk menjalani kursus tentang teologi Islam, tapi keluar setelah tiga tahun.
Zahran kemudian memulai perjalanan panjang antara India dan Sri Lanka, berkhotbah di masjid mana pun yang akan menerimanya. Namun dia dianggap sebagai ancaman oleh komunitas muslim setempat karena khotbahnya yang dinilai terlalu radikal. “Dia lalu beralih ke YouTube,”- ujar Ahamed.
Ahamed telah memberi tahu pemerintah setempat tentang kekhawatirannya terhadap Zahran tiga tahun lalu. “Orang ini penyendiri dan dia telah meradikalisasi anak-anak muda dengan menyamar sebagai pengajar kelas-kelas Al-Quran,” tuturnya.
Tahun lalu, pemerintah Sri Lanka menyatakan keadaan darurat nasional setelah kelompok etnis mayoritas Sinhala menyerang puluhan tempat bisnis, rumah, dan masjid di Distrik Kandy. Seorang pria muda muslim terbunuh. Tubuhnya ditemukan di sebuah gedung yang terbakar. Beberapa bulan setelahnya, Desember 2018, anggota NTJ menyerang patung-patung Buddha di Distrik Kegalle.
Menurut New York Times, pejabat India juga mulai menyelidiki Zahran pada 2018 setelah menemukan sel ISIS di India selatan. Ia diyakini menjadi perekrutnya melalui YouTube. Dalam satu video, ia muncul di depan gambar menara World Trade- Center yang terbakar dalam serangan 11 September 2001 dan mendesak umat Islam membunuh orang-orang kafir. Seorang anggota sel itu mengaku terpengaruh oleh video Zahran yang mengajaknya bergabung dengan ISIS.
Januari lalu, para pejabat Sri Lanka melihat kelompok-kelompok Islam radikal di dalam negeri tumbuh lebih berbahaya. Penyelidikan atas perusakan patung pada Desember 2018 itu juga menuntun aparat keamanan datang ke perkebunan di barat laut Sri Lanka. Di sana mereka menemukan lebih dari 100 kilogram bahan peledak, detonator, kabel kawat, senapan, peluru, dan propaganda agama.
Pada awal April, India mengaku memberikan nama, alamat, dan nomor telepon pengikut Zahran kepada orang-orang Sri Lanka. India menyatakan memiliki informasi bahwa Zahran berencana meledakkan gereja-gereja dan menyerang Kedutaan Besar India di Sri Lanka. Peringatan serupa diberikan beberapa jam sebelum serangan pada 21 April terjadi. Tapi Sri Lanka bergeming.
ABDUL MANAN (THE HINDU, ALJAZEERA, GUARDIAN, NEW YORK TIMES)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo