Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Waktu menunjukkan pukul 9 pagi ketika rapat manajemen dan pemegang saham PT Bank Muamalat Indonesia Tbk memutuskan mengumumkan rencana akuisisi kepada publik, Selasa, 16 April lalu. Sesuai dengan undang-undang tentang akuisisi dan merger, pengumuman aksi korporasi ini wajib ditampilkan di surat kabar nasional 30 hari menjelang rapat umum pemegang saham. Jika dihitung mundur dari rencana rapat umum pada 17 Mei, manajemen harus memasang iklan rancangan akuisisi per 16 April.
Tak mau terlambat, manajemen akhirnya memasang pengumuman aksi korporasi tersebut pada surat kabar sore. Esoknya, tepat saat libur nasional pemilihan umum serentak 17 April, Muamalat mengumumkan rencana tersebut di koran lain. “Al Falah Investments Pte Limited akan mengakuisisi sekitar 50,3 persen dari keseluruhan saham yang diterbitkan oleh Bank Muamalat,” begitu bunyi prospektus yang juga diunggah di situs resmi Muamalat.
Kehadiran Al Falah Investments Pte Limited membuka babak baru penyehatan Bank Muamalat. Dua tahun terakhir, perseroan wira-wiri mencari investor untuk menambah permodalan. Bank syariah pertama di Indonesia ini mengalami kesulitan keuangan sejak empat tahun lalu.
Pada 2015, kredit macet kotor bank ini mencapai 7,11 persen dengan rasio kecukupan modal tersisa 12 persen. Kredit macet Muamalat mulai berkurang, tapi modal kerja tetap pas-pasan di angka 12,34 persen dalam laporan tahunan 2018. Adapun rasio kecukupan modal perbankan sehat paling sedikit 14 persen. Tahun lalu, Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan Muamalat memerlukan suntikan dana segar sekitar Rp 4 triliun.
Pemegang saham seperti Islamic Development Bank (IDB), National Bank of Kuwait, dan Sedco Group tak bisa lagi merogoh pundi-pundinya. Porsi saham mereka menyentuh batas maksimal. IDB bahkan telah menguasai 32,7 persen saham Muamalat, melebihi rata-rata batas saham mereka di perusahaan lain.
Muamalat lalu menggaet Al Falah untuk mendapatkan modal baru. Pemilik tunggal Al Falah adalah CP5 Hold Co 2 Limited (CP5). Pendiriannya dilakukan bersama Ilham Habibie. CP5 didirikan khusus untuk berinvestasi di Muamalat dengan 100 persen modal berasal dari dana kelolaan SSG Capital Management Limited (SSG), yang berpusat di Hong Kong.
Dalam prospektusnya, Muamalat menyatakan SSG merupakan perusahaan pengelola aset yang memiliki banyak pengalaman memperbaiki kondisi perusahaan. Dana kelolaan SSG diklaim lebih dari US$ 5 miliar.
Adapun Ilham Habibie, sebagai salah satu pendiri Al Falah, digambarkan sebagai sosok yang kredibel karena pernah memegang beberapa posisi penting dalam organisasi keuangan syariah. “Dengan pengalaman yang dimiliki SSG dan Pak Ilham Habibie, manajemen yakin Al Falah dapat membantu Muamalat kembali kuat dan tumbuh ke depan,” kata Corporate Secretary Bank Muamalat Hayunaji, Jumat, 26 April lalu.
Nama SSG Capital kembali muncul setelah tahun lalu dikabarkan bergabung dalam konsorsium bersama Arifin Panigoro dan Lynx Asia Partners Pte Ltd, yang juga dipimpin Ilham. Konsorsium ini berencana berinvestasi di Muamalat dengan cara tukar guling aset dan membeli saham baru lewat hak memesan efek terlebih dahulu sehingga dana masuk langsung menjadi modal inti bank. Manajemen memperkirakan, dengan akuisisi ini, konsorsium akan menguasai lebih dari 60 persen saham Muamalat.
Namun Otoritas Jasa Keuangan menolak investasi konsorsium Lynx Asia. OJK menilai Lynx berencana menggunakan skema tukar guling aset, yaitu konsorsium membeli kredit macet bank sebesar Rp 6 triliun yang diganti dengan surat berharga senilai Rp 8 triliun. Selisih obligasi dibayar Muamalat dengan menerbitkan sukuk. Tapi obligasi dari konsorsium diduga berkupon nol persen atau tidak bisa dijualbelikan. “Caranya tidak memenuhi ketentuan industri perbankan,” ucap Deputi Komisioner Bidang Strategi dan Logistik OJK Anto Prabowo, akhir September 2018.
Hingga Januari lalu, rencana investasi ini tak membuahkan hasil. Seseorang yang mengetahui proses tersebut mengatakan Lynx belum selesai melakukan uji tuntas saat itu. “Muamalat juga belum melakukan registrasi ke OJK,” tuturnya.
Ikhtiar Muamalat menggaet investor baru telah dilakukan berulang kali. Dua tahun lalu, rencana akuisisi datang dari konsorsium PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk. Perusahaan dengan kode saham PADI ini mengumumkan akan menjadi pembeli siaga saham Muamalat dalam penerbitan saham baru bank melalui hak memesan efek terlebih dahulu. PADI berniat menghimpun dana hingga RP 4,5 triliun untuk membeli saham Muamalat.
PADI telah menyiapkan Rp 1,7 triliun di rekening penampungan. Investasi berhenti di tengah jalan karena tidak direstui Otoritas Jasa Keuangan. Pada April tahun lalu, muncul rencana penyuntikan modal melalui konsorsium bank syariah pelat merah. Muamalat melirik bank syariah milik Bank Rakyat Indonesia dan Bank Tabungan Negara sebagai investor, tapi gayung tak bersambut. “Kami masih menunggu pembentukan induk usaha lembaga keuangan,” kata Direktur Utama BTN Maryono saat itu.
OJK menilai Lynx berencana menggunakan skema tukar guling aset, yaitu konsorsium membeli kredit macet bank sebesar Rp 6 triliun yang diganti dengan surat berharga senilai Rp 8 triliun. Selisih obligasi dibayar Muamalat dengan menerbitkan sukuk. Tapi obligasi dari konsorsium diduga berkupon nol persen atau tidak bisa dijualbelikan.
Konglomerat pendiri Grup Mayapada, Dato Sri Tahir, juga pernah terpikat hendak menyuntikkan uang segar kepada Muamalat. Tahir sempat bertemu dengan Ilham dan membahas rencana investasi bersama pada awal September 2018. Belakangan, Tahir urung menyumbangkan dananya di bank umat tersebut. “Sementara tidak berminat masuk,” ujar Tahir ketika itu.
SEBELUM mengakuisisi Muamalat, Ilham Habibie memastikan akan mengambil saham mayoritas Al Falah dari CP5 Hold Co 2 Limited. Putra pertama B.J. Habibie itu akan memiliki 51 persen Al Falah, sementara 49 persen sisanya masih dipegang CP5. “Pada tanggal rancangan akuisisi diterbitkan, Al Falah sedang dalam proses perubahan komposisi pemegang saham,” kata Ilham melalui keterangan tertulis, Jumat, 26 April lalu.
Jika mengacu pada prospektus, Al Falah adalah perusahaan yang bergerak di sektor perbankan dan keuangan lain. Direkturnya adalah Shyam Maheshwari, seorang berkebangsaan India yang mendirikan SSG Group. Dua direktur lain adalah Dinesh Goel dan Ranjan Lath, yang juga petinggi di SSG Capital Management.
Dalam prospektus disebutkan bahwa Ilham akan menjadi direktur atau ketua Al Falah dengan dibantu Andreas Rizal Vourloumis dan Ranjan Lath. Saat ini Andreas bertugas memimpin akuisisi Muamalat oleh SSG.
Berdasarkan catatan situs direktori yang berbasis di Singapura, SGPBusiness.com, Al Falah Investments Pte Ltd sebetulnya berdiri sejak 5 Agustus 2015. Perusahaan yang dikenal dengan SSG Asian Infrastructure Fund Pte Limited ini punya bisnis sekunder terkait dengan investasi dan pendanaan.
Dengan kapitalisasi yang disebut mencapai Rp 1,7 triliun, Al Falah dianggap mampu mengambil 77,1 persen saham baru yang diterbitkan Bank Muamalat lewat rights -issue. “Bank Muamalat melihat Al Falah tidak sekadar ingin berinvestasi, tapi juga berkomitmen mengembangkan Bank Muamalat menjadi lebih baik,” kata Hayunaji.
Dengan dana internalnya, Al Falah akan menjadi pembeli siaga dan menyuntikkan modal baru sebesar Rp 2,2 triliun. Seorang pejabat yang mengetahui rencana akuisisi ini mengungkapkan, bukan hanya Al Falah yang berminat menjadi investor untuk menghasilkan uang sebanyak itu.
Nama Lynx Asia dan Koperasi Simpan Pinjam Jasa kembali muncul menjadi calon pembeli saham Muamalat. Lynx Asia dan SSG diproyeksikan menyuntikkan Rp 1,75 triliun. Adapun Kospin Jasa akan berpartisipasi sebesar Rp 250 miliar. Ketika dimintai konfirmasi, Muamalat masih menutup nama-nama calon investornya. “Hingga saat ini belum ada informasi definitif mengenai investor lain,” tutur Hayunaji.
Ketua Umum Kospin Jasa Andy Arslan Djunaid mengatakan ketertarikan berinvestasi di Muamalat muncul sejak 2017. Saat itu Kospin Jasa ikut menyumbang dalam konsorsium Minna Padi. Andy membenarkan ada rencana Kospin menginjeksikan modal Rp 200-300 miliar untuk Muamalat tahun ini.
Muamalat meminta investor menyetorkan modal awal ke rekening penampungan akhir pekan lalu. Namun Andy akan menaruh uangnya setelah bertemu dengan direksi pekan ini. “Saya ingin tahu dulu rencana pastinya seperti apa. Jangan sampai seperti yang dulu,” ujarnya.
Calon-calon investor Muamalat berkunjung ke rumah Ketua Dewan Pengawas Syariah Ma’ruf Amin pada 7 Maret lalu. Direktur Utama Bank Muamalat Achmad Kusna Permana ditemani Komisaris Utama Ilham Habibie dan Komisaris Independen Iggi H. Achsien beserta Ketua Umum Kospin Jasa Andy, Managing Partner Lynx Asia Djamal Attamimi, serta pejabat SSG menemui Ma’ruf untuk membahas rencana Muamalat. Andy membenarkan ada pertemuan ini. “Kami ramai-ramai bertemu Kiai,” ucapnya. Adapun Ilham dan Permana tak menjawab ketika dimintai konfirmasi mengenai kehadiran mereka.
Kepada Tempo, Ilham mengatakan penambahan modal baru sangat diperlukan oleh Bank Muamalat. Sebagai perintis perbankan syariah di Tanah Air, “Bank Muamalat seharusnya ditopang oleh investor yang paham dan berkomitmen menjaga kemurnian bisnis syariah,” tuturnya.
Ilham menilai Muamalat memiliki basis konsumen yang loyal dari segmen retail dan korporat. Jumlah nasabah baru Muamalat, kata Ilham, terus tumbuh sepanjang tahun lalu. “Kepercayaan masyarakat menggunakan layanan Muamalat juga meningkat.”
Kini Muamalat menanti persetujuan dari OJK mengenai uji kepatutan calon investor, ambang batas maksimum kepemilikan saham, serta rencana penjualan kredit macet. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana tak menjawab pesan dan panggilan Tempo ketika hendak dimintai konfirmasi. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan Muamalat bisa menambah ruang gerak bisnisnya hanya dengan modal baru. “Tentu ada proses deklarasi siapa yang jadi investor. Mudah-mudahan semuanya lancar,” ujar Wimboh, Selasa, 23 April lalu.
PUTRI ADITYOWATI, HENDARTYO HANGGI, DIAZ PRASETYO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo