Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dari kota yang masih kisruh

Banyak yang menyangsikan gencatan senjata yang berlaku mulai akhir pekan lalu bisa berjalan. dewan mujahidin belum sepakat dalam menyusun pemerintahan sementara, padahal pemerintahan lama sudah dinyatakan bubar. laporan yuli ismartono dari kabul.

16 Mei 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABUL damai tapi masih tegang dan kisruh. Pemandangan sejumlah orang membawa senjata dan berjalan-jalan kian kemari ada di mana-mana. Itulah para komandan tentara yang ke mana pun pergi selalu dikawal empat atau lima bahkan sepuluh anak buah. Sampai awal pekan ini tank-tank masih tampak di perempatan-perempatan jalan, di depan hotel-hotel, di depan gedung-gedung pemerintah, bahkan di depan rumah-rumah makan yang besar. Bendera hijau dan tulisan "Allah Akbar" tersebar di segala sudut. Kecuali taksi dan bus, kendaraan melaju di jalan-jalan mengangkut tentara mujahidin. Hampir semua wanita di Kabul bila berada di luar rumah memakai kerudung, termasuk wartawan wanita dari Barat. Soalnya, sejak diumumkan Afghanistan kini jadi negara Islam, di tembok-tembok muncul tulisan-tulisan yang artinya: "Hai para wanita, pakailah jilbab." Suatu saat seorang tentara mujahidin menodongkan senjatanya ke jendela taksi yang berjalan lambat. Ternyata di dalam taksi ada seorang wartawan wanita Barat tanpa kerudung. Di sore hari masih selalu terdengar rentetan tembakan di sana-sini. Ini bukan tembakan tentara Hekmatyar yang belum mau bekerja sama dengan Dewan Mujahidin melainkan semacam tembakan kemenangan dari para mujahidin di kota-kota. Toh banyak warga Kabul yang gemetar juga mendengar tembakan ke atas itu. Soalnya, entah bagaimana, kadang-kadang ada peluru yang nyasar. Di rumah sakit Palang Merah Internasional, seorang dokter mengatakan, hampir separuh dari pasiennya adalah korban tembakan iseng, dan sepertiga dari korban adalah anak-anak. Tembakan senapan mesin pasukan faksi mujahidin radikal yang dipimpin oleh Hekmatyar yang bertahan di bukitbukit di selatan Kabul itu mestinya tak bakal sampai di tengah kota. Yang mereka kirimkan bukan peluru senapan tapi roket dan peluru meriam. Sampai sebelum gencatan senjata yang efektif berlaku mulai Sabtu pekan lalu -- sebagian orang menyangsikan gencatan senjata ini bisa berlangsung dengan baik tembakan meriam dari pasukan mujahidin itu masih sering terdengar. Selasa pekan lalu, misalnya, rumah sakit Palang Merah Internasional menerima 150 orang luka-luka dan 50 orang meninggal karena meriam tentara Hekmatyar. Gedung kedutaan Italia, Bulgaria, dan Prancis sebagian rusak terkena roket pasukan mujahidin radikal. Tak jelas jumlah rumah penduduk yang juga hancur karena roket dan peluru meriam setelah Kabul jatuh itu. Di antara suasana yang masih tegang ini kadang tampak pula pemandangan menggelikan bagi orang asing. Misalnya, melihat bagaimana para tentara mujahidin makan di hotel. Suasana medan perang tampaknya belum bisa mereka tinggalkan. Mereka makan dengan lahap seperti orang kelaparan. Sehabis makan, mereka biasanya lalu membersihkan gigi, bukan dengan tusuk gigi melainkan dengan garpu. Dan orang-orang itu seperti melihat barang aneh bila melihat wartawan-wartawan kulit putih berjalan-jalan, apalagi bila wartawan itu wanita. Di luar pemandangan sehari-hari, Kabul sulit dipahami. Terutama soal pemerintahan. Secara resmi, berdasarkan kesepakatan Dewan Pimpinan Mujahidin di Peshawar sebelum Kabul jatuh, Sibghatullah Mojadidi yang berkuasa. Tapi pimpinan faksi-faksi punya sikap dan mengeluarkan pernyataan sendiri-sendiri. Misalnya, suatu sore di hotel tempat menginap para wartawan asing tiba-tiba ditempeli pengumuman yang memberitahukan Mojadidi akan mengadakan konperensi pers di istana. Seorang pejabat yang ditanya oleh wartawan Cina -- bagaimana jelasnya pengumuman itu -- bukannya menjawab tapi langsung menuju tempat pengumuman ditempel. Ia langsung merobek pengumuman itu sambil bergumam, "Pengaruh Mojadidi sudah merosot. Mungkin ia tak sampai bertahan dua bulan." Soal yang lain adalah pengangkatan empat jenderal dari rezim lama oleh Menteri Pertahanan Ahmad Syah Massoud. Antara lain Jenderal Asif Delawar, Pangab di zaman Najibullah, ditunjuk menjadi Pangab kembali. Padahal jabatan itu tadinya dipercayakan kepada seorang jenderal mujahidin. Pengangkatan jenderal rezim lama itu kontan mendapat reaksi dari Abdul Rab Rasul Sayyaf, ketua kelompok IttihadiIslami, mengancam mundur dari pemerintahan Mojadidi bila Delawar tak segera dipecat. "Kami tak bisa kompromi dengan seorang komunis," katanya. Para imam masjid di Kabul juga mengecam sikap lemah Massoud itu dalam kotbah Jumatnya pekan lalu. Sementara itu, Hekmatyar yang radikal itu, yang kesal melihat sikap Massoud, mengancam menggempur Kabul dalam waktu dekat ini. "Jika kondisi tetap demikian, hari-hari mendatang akan sangat berbahaya," cetusnya. Yang dimaksudkannya adalah tetap bercokolnya pasukan jenderal Rasyid Dostum di Kabul. Hekmatyar juga akan menarik pulang Ali Anshari yang mewakili HezbiIslami dalam berbagai perundingan dengan Mojadidi. Sikap keras Hekmatyar membuat Burhanuddin Rabbani, ketua Jamiat-i-Islami yang berdasarkan kesepakatan Peshawar ditunjuk sebagai kepala negara sementara setelah Dewan pimpinan Mojadidi berakhir masa tugasnya nanti, mengambil inisiatif sendiri. Rabbani berangkat ke basis Hekmatyar di Beghrami, di selatan Kabul. Dikabarkan, pertemuan kedua pemimpin itu terutama membicarakan soal milisi Uzbek. Tapi hingga awal pekan ini belum jelas hasil pembicaraan itu. Yang diumumkan di Kabul pekan lalu adalah hasil rapat pertama Dewan Pimpinan yang dipimpin oleh Rabbani dan konon hanya dihadiri oleh wakil dari enam faksi. Menurut juru bicara Dewan itu, Mousseini, rapat memutuskan antara lain: membubarkan Partai Watan, partai nasionalis rezim lama yang berbau komunisme membubarkan kabinet Najibullah dan parlemen lama, serta badan intelijen Afghanistan bernama Khad menyetujui amnesti umum bagi pejabat lama menyepakati bahwa semua bantuan dari luar negeri harus lewat Dewan di Kabul. Selain itu rapat menyepakati membentuk mahkamah agung untuk mengadili para pengkhianat perang. Juga menentukan tanggal 24 April sebagai hari kemenangan jihad, dan 4 Mei sebagai hari pahlawan. Yang tak jelas, adakah Mojadidi yang diserahi membentuk pemerintahan sementara juga hadir dalam rapat Dewan Pimpinan Mujahidin itu. Ia diduga tak hadir karena Mousseini pun menyatakan bahwa rapat memutuskan Rabbani, "Akan mengambil alih seluruh kekuasaan di Kabul dalam waktu dekat" dan orang-orang yang duduk dalam Dewan Mujahidin pimpinan Mojadidi akan diangkat sebagai penasehat saja, termasuk Mojadidi sendiri. Sedangkan mereka yang telanjur diangkat sebagai menteri oleh Mojadidi bisa saja diusulkan sebagai calon anggota kabinet baru yang segera akan disusun. Adakah itu berarti ada perpecahan antara Mojadidi dan Rabbani, tak jelas benar. Tidak ada pernyataan Mojadidi yang menolak atau mendukung sejumlah keputusan rapat tersebut. Sementara itu, yang makin membuat bingung masyarakat Kabul, ada kelompok lain yang juga menginginkan kekuasaan. Yakni kelompok para bekas komandan militer rezim lama, yang didukung oleh sejumlah gerilyawan lainnya. Kelompok ini jelas tak bisa diremehkan karena mereka mempunyai pasukan dan senjata. Cermin dari kekisruhan ini semua jelas. Sampai akhir pekan lalu, sekolah belum dibuka lagi di seluruh Kabul. Siapa dan peraturan yang mana yang mesti ditaati tak jelas. "Untung, toko-toko buka dan jualan," kata seorang penduduk Kabul kepada TEMPO. Yang jelas, suasana perang masih mewarnai ibu kota Afghanistan. Selain soal tank dan panser yang masih bercokol di seantero kota, iring-iringan pengungsi masih terlihat setiap hari. Sambil menarik keledai yang membawa barang-barang bawaan, mereka meninggalkan Kabul menuju luar kota. "Kami mencari tempat aman karena tak mau ambil risiko kena bom," tutur seorang ibu sambil menggendong anaknya. Sebagian warga Kabul kini justru tak merasa aman. Dulu di zaman Najibullah, kata mereka, pertempuran tak sampai terjadi di wilayah kota. Kini mereka melihat tentaratentara yang tiba-tiba bisa saja baku tembak. Maka mereka merasa tak aman. Konon, menurut beberapa saksi mata, kekacauan itu antara lain bersumber pada pasukan milisi Uzbek pimpinan Jenderal Rasyid Dostum itu. Menurut laporan wartawan Mesir dari koran Asharq Al Awsat dan Al Hayat, mereka sering memancing pertempuran dan mengambil kesempatan dalam kekacauan. Mereka merampoki toko dan, konon, juga memperkosa. Disiplin pasukan ini sangat rendah. Padahal mereka merupakan satu kesatuan yang tak bisa diabaikan. Mereka seluruhnya berjumlah sekitar 30.000 tentara bersenjata lengkap. Dari sudut itu tuntutan Hekmatyar agar mereka ditarik ke luar kota tampaknya masuk akal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus