Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
REVISI Undang-undang TNI yang baru saja disahkan oleh DPR mengundang perhatian media International. Parlemen Indonesia mengesahkan revisi UU TNI pada Kamis, 20 Agustus 2025, mengalokasikan lebih banyak jabatan sipil untuk para perwira militer ketika ratusan mahasiswa dan aktivis memprotes undang-undang tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Reuters melaporkan revisi ini dikritik oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil. Mereka berpendapat pengesahan UU TNI ini dapat membawa negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini kembali ke masa kejamnya Orde Baru di bawah kepemimpinan mantan presiden Soeharto, saat para perwira militer mendominasi urusan-urusan sipil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah mengkritik peningkatan keterlibatan militer karena mereka khawatir hal ini dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran HAM, dan kekebalan hukum atas konsekuensi dari tindakan mereka.
Pemerintah mengatakan bahwa RUU tersebut mengharuskan para perwira untuk mengundurkan diri dari militer sebelum menduduki jabatan sipil di departemen-departemen seperti Kejaksaan Agung.
Ada kekhawatiran bahwa para perwira dapat diizinkan untuk bergabung dengan bisnis milik negara, tetapi aspek hukum tersebut tidak direvisi, anggota parlemen Nico Siahaan, yang terlibat dalam pembicaraan tentang undang-undang tersebut, mengatakan kepada Reuters.
Evan Laksmana, seorang analis di International Institute for Strategic Studies, mengatakan bahwa undang-undang tersebut tidak membahas masalah-masalah yang dihadapi oleh militer Indonesia, seperti menambah sumber daya untuk pelatihan dan standardisasi perangkat keras militer.
Revisi ini juga memperpanjang usia pensiun para perwira, yang menurut Evan dapat mengurangi profesionalisme di antara para prajurit karena prospek untuk naik pangkat akan berkurang. Selain Reuters, beberapa media internasional terkemuka juga menyoroti isu revisi UU TNI ini:
Al Jazeera, Qatar
Menurut Al Jazeera, ratifikasi undang-undang kontroversial ini memungkinkan anggota militer untuk memegang lebih banyak peran dalam pemerintahan, meskipun ada kritik bahwa undang-undang tersebut dapat memperluas peran angkatan bersenjata dalam urusan sipil.
Media terbesar di Qatar ini melaporkan bahwa revisi undang-undang angkatan bersenjata pada Kamis, yang didorong oleh koalisi Presiden Prabowo Subianto, bertujuan untuk memperluas kewenangan militer di negara yang telah lama dipengaruhi oleh angkatan bersenjata yang kuat.
Al Jazeera juga menyoroti kritik dari kelompok-kelompok masyarakat sipil, yang mengatakan bahwa amandemen tersebut dapat mengembalikan Indonesia ke era kejam mantan Presiden Soeharto, saat para perwira militer mendominasi urusan-urusan sipil.
Di bawah versi undang-undang militer sebelumnya, para perwira dapat bertugas di hingga 10 lembaga pemerintah. Undang-undang yang telah direvisi sekarang mengizinkan perwira militer untuk bertugas di 14 lembaga negara. "Presiden Prabowo tampaknya berniat untuk mengembalikan peran militer Indonesia dalam urusan sipil, yang telah lama ditandai dengan pelanggaran yang meluas dan impunitas," ujar Andreas Harsono, peneliti senior Indonesia di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan yang dikutip Al Jazeera.
The Guardian, Inggris
The Guardian mengutip Kennedy Muslim, seorang analis politik dari lembaga jajak pendapat Indikator, mengatakan: "Kita telah melihat militerisasi yang merayap ini selama beberapa waktu, itulah mengapa masyarakat sipil benar untuk khawatir dengan tren ini. Tapi saya pikir kekhawatiran bahwa ini akan kembali ke Orde Baru cukup berlebihan saat ini."
Muslim mengatakan bahwa jajak pendapat menunjukkan bahwa militer secara konsisten berada di peringkat atas dalam survei kepercayaan publik, tetapi undang-undang baru ini berpotensi mengikis hal ini.
Indonesia telah meratifikasi perubahan kontroversial pada undang-undang militernya yang mengizinkan personil angkatan bersenjata untuk menduduki lebih banyak jabatan sipil, sebuah langkah yang dikhawatirkan oleh para analis dapat mengantarkan kebangkitan militer dalam urusan pemerintahan.
The Guardian juga melansir bantahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Supratman Andi Agtas bahwa undang-undang ini merupakan kembalinya dominasi militer yang menjadi ciri kediktatoran Soeharto. Agus, seperti dikutip The Guardian, mengatakan bahwa undang-undang ini diperlukan karena adanya tantangan domestik dan geopolitik.
Dalam laporannya, The Guardian menyebutkan bahwa RUU tersebut disetujui kurang dari dua bulan setelah presiden secara resmi meminta amandemen terhadap undang-undang tersebut. Para aktivis telah mengeluhkan proses pembuatan undang-undang yang dipercepat, dan sifat rahasia dari pembahasan RUU tersebut.
Beberapa organisasi mahasiswa mengatakan bahwa mereka berencana untuk melakukan protes di luar gedung DPR di Jakarta pada hari Kamis, dan salah satu kelompok mahasiswa menggambarkan undang-undang tersebut sebagai "pembunuhan demokrasi".
Deutsche Welle, Jerman
Deutsche Welle dari Jerman juga turut mengangkat pengesahan UU TNI yang dikritik akan memperluas peran angkatan bersenjata dalam kehidupan sipil.
DW menyoroti kekhawatiran organisasi-organisasi masyarakat sipil bahwa peningkatan keterlibatan militer dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hak asasi manusia, dan kurangnya akuntabilitas. Banyak yang percaya bahwa kehadiran militer yang semakin meningkat dalam kehidupan sehari-hari akan membawa Indonesia kembali ke era Soeharto yang represif.
Para mahasiswa dan kelompok-kelompok peduli lainnya melakukan protes di luar parlemen selama pengesahan RUU tersebut. Militer dipanggil untuk membantu membubarkan para pengunjuk rasa setelah polisi tidak dapat melakukannya.
ABC, Australia
ABC mempertanyakan apakah militer sudah kembali? Media Australia ini mengutip pernyataan kelompok hak asasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH). "Revisi ini merupakan kejahatan legislatif yang mengancam rakyat Indonesia dan masa depan demokrasi," kata Arif Maulana, wakil ketua lembaga tersebut, seperti dikutip ABC.
Selanjutnya, ABC melansir pernyataan LBH bahwa revisi tersebut akan menarik Indonesia kembali 30 tahun ke era di mana mendiang orang kuat Soeharto menggunakan militer untuk mendominasi urusan sipil dan menumpas perbedaan pendapat di negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia ini.
ABC juga mengutip pernyataan Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia bahwa mengizinkan militer untuk lebih terlibat dalam urusan sipil juga dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hak asasi manusia, dan impunitas.
Di sisi lain, ABC melansir pernyataan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas bahwa revisi tersebut tidak menandakan kembalinya doktrin dwifungsi militer di masa lalu, dan menekankan bahwa semua penunjukan militer akan tetap terkait dengan pertahanan dan keamanan nasional. Ia juga dikutip mengatakan bahwa setiap prajurit aktif yang ingin mengambil peran sipil di luar lembaga-lembaga yang ditunjuk harus terlebih dahulu pensiun dari dinas militer.
Channel News Asia
Media Singapura dalam laporannya menyoroti potensi meningkatnya keterlibatan militer dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hak asasi manusia dan impunitas hukum. Meskipun pemerintah mengatakan bahwa dalam RUU tersebut mengharuskan para anggota TNI untuk mengundurkan diri dari militer sebelum mengambil jabatan sipil, hal ini tetap menimbulkan kekhawatiran bahwa petugas dapat diizinkan untuk bergabung dengan bisnis milik negara tetapi aspek hukum itu tidak direvisi.
“Revisi juga memperpanjang usia pensiun perwira, yang menurut Evan dapat mengurangi profesionalisme di antara tentara karena prospek promosi akan diperas,” kata laporan Channel News Asia Kamis, 20 Maret 2025.
CNA melaporkan pula terkait protes yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa yang protes serta menolak RUU TNI ini. Hal tersebut memperingatkan bahwa kejadian Orde Baru akan terulang kembali pada masa kepresidenan Prabowo. “Beberapa siswa telah berkemah di gerbang belakang gedung parlemen sejak Rabu malam, menuntut pemerintah menarik semua personel militer dari pekerjaan sipil,” dalam laporan CNA.
Associated Press
Associated Press atau AP, asal New York membandingkan RUU TNI ini dengan era saat Soeharto masih berkuasa. Pada masa Orde Baru kursi di legislatif disediakan untuk militer, dan perwira menduduki ribuan peran sipil dari kepala distrik hingga menteri Kabinet.
“Sistem dual-fungsi secara efektif mengubah angkatan bersenjata menjadi alat untuk Soeharto ketika ia kemudian menjadi presiden untuk menghancurkan lawan-lawan politiknya,” tertulis dalam laporannya pada 20 Maret 2025.
Selain itu, AP juga mengutip ucapan Direktur kelompok hak asasi Indonesia Imparsial, Al Araf bahwa undang-undang baru itu tidak konsisten dengan semangat reformasi yang mengikuti akhir lebih dari tiga dekade pemerintahan oleh Soeharto pada tahun 1998 dan mengembalikan militer ke barak. Araf mengatakan pula bahwa langkah pengesahan ini memiliki potensi untuk memulihkan sistem otoriter.
Olivia Subandi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.