Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guerrero yang miskin. Kota kecil nun di Meksiko itu penuh sesak dengan laki-laki paruh baya berpakaian tradisional Meksiko, sombrero. Itu pula yang dikenakan kandidat presiden Andrés Manuel López Obrador. Dialah kandidat berusia 52 tahun dari partai kiri-tengah, Partai Revolusi Demokratik (PRD), yang selama ini dikenal menyatu dengan warga setempat. Dia menjabat tangan dan menepuk punggung para penduduk miskin itu, sembari tersenyum.
Pidatonya meyakinkan. Ia menga-ta-kan akan memotong separuh gajinya dan gaji pejabat tinggi lainnya jika terpilih sebagai presiden. Kaum tua, anak-anak, dan penyandang cacat akan memperoleh bantuan bulanan. Tepuk tangan dan sorakan massa pun membahana. ”Ob-ra-dor!” demikian namanya diserukan berkali-kali. Popularitasnya melejit meninggalkan dua kandidat lainnya dalam jajak pendapat beberapa bu-lan sebelum pencoblosan.
Apa boleh buat, beberapa pekan sebelum pemilu awal Juli lalu, popularitasnya disalip oleh kandidat yang lebih muda, Felipe Calderón, 45 tahun, dari partai konservatif, Partai Aksi Nasional (PAN). Puncaknya, 2 Juli lalu Calderón unggul tipis dengan meraup 35,89 per-sen suara, sedangkan Obrador 35,32 per-sen. Sisanya diambil Roberto Madrazo, kandidat bekas partai pemerintah Partai Revolusioner Institusional (PRI), dan kandidat lain.
Obrador mengendus kecurangan. Dia menyiapkan segepok bukti kecurang-an, termasuk rekaman video. Tuduhan main curang dalam pemilu adalah hal biasa dalam politik Meksiko. PRI, yang berkuasa sejak 1929 hingga 2000, pa-ling kenyang dituduh sebagai penyelengga-ra kecurangan. Sebagai contoh, pada pemilihan presiden 1988, kemenangan tipis kandidat partai kiri secara a-jaib menghilang dari catatan suara kompu-ter. Dengan enteng pemerintah PRI ber-alasan: ”kerusakan komputer”.
Ratusan ribu pendukung Obrador yang marah memadati lapangan ber-sejarah Zócalo di pusat Kota Meksiko, meneriakkan yel-yel: ”suara demi sua-ra”. Mereka menuntut penghitungan ulang secara manual lembar demi lembar kertas suara. ”Kami meminta mere-ka (komisi pemilu) membersihkan pemilu ini. Kami minta semua kertas suara dihitung, suara demi suara dan semua tempat pemungutan suara,” ujar Obrador.
Obrador sangat kecewa. Tapi dia berjanji tak akan mengerahkan massa untuk melakukan aksi jalanan atas kecurang-an pemilu yang ia tuduhkan. Dia tahu, akan banyak warga yang mendukungnya. Kaum miskin Kota Meksiko yang turun di jalanan pernah menyelamatkan Obrador ketika ada upaya menggu-lingkannya dari kursi wali kota.
Selama dia menjabat Wali Kota Kota Meksiko (2000-2005), Obrador sangat ber-pihak pada warga miskin. Dia memberi uang pensiun kepada orang berusia lanjut, memberi bantuan untuk janda beranak dan penyandang cacat. ”Pertama rakyat Meksiko, berikutnya barulah orang asing,” katanya dalam berbagai kampanye.
Meksiko identik dengan kemiskinan: 50 juta dari total 107 juta jiwa populasi berada di bawah garis kemiskinan. Tak kurang dari 200 ribu orang pindah ke kota setiap tahun, mencari kehidupan ”layak”. Tapi, seperti kisah klasik lainnya: urbanisasi melahirkan kemiskinan ba-ru. Seperti yang dialami Reinaldo Ra-mírez, pemilik kedai es krim ”La Michoa-cana”, yang tinggal beberapa meter dari sungai di Kota Meksiko. Ramirez terpaksa terbiasa dengan bau busuk sungai dan keran yang hanya tiga kali sepekan mengucurkan air. ”Itu pun air tak la-yak minum,” ujar Ramírez, yang untuk mandi pun harus membeli air bersih.
Obrador adalah harapan Ramirez dan warga miskin lainnya. ”Saya tak akan mencuri, saya tak akan berbohong, dan saya tak akan mengkhianati rakyat,” demikian slogannya. Obrador menyetir mobil murah dan tinggal di apartemen kelas menengah. ”Kesederhanaannya tulus,” ujar Sergio Aguayo, analis politik Meksiko.
Obrador lahir pada 13 November 1953 di Negara Bagian Tabasco. Anak pertama delapan bersaudara itu mendapat gelar sarjana politik di National Auto-nomous University. Obrador menjadi aktivis pembela hak penduduk Indian Chontal dan ikut mendirikan PRD.
Ia memperkirakan mampu mencipta-kan lapangan kerja untuk 40 juta penduduk. Caranya, membangun terusan penyeberangan untuk menyaingi Terus-an Panama, rel kereta api supercepat antarkota, menanami satu juta hektare lahan hutan untuk menciptakan pekerja-an. Dia juga berjanji menyubsidi harga bahan bakar dan listrik.
Untuk membayar semua program tersebut, Obrador akan menangkap para pengemplang pajak. Tentu saja para pengemplang pajak ini umumnya kaum kaya Meksiko. Obrador lebih tertarik pada kebijakan domestik dibanding hu-bungan luar negeri. Dia ingin mengurangi kemiskinan ekstrem dan migrasi ke AS. Dia juga ingin mengembalikan pabrik-pabrik tekstil yang tutup akibat membanjirnya tekstil murah dari Cina.
Bukan rahasia, Obrador tak akan men-dukung perjanjian perdagangan bebas dengan Amerika Serikat yang diteken bekas presiden Vincente Fox. Dia juga menuntut revisi Kesepakatan Perdagang-an Bebas Amerika Utara (NAFTA) 1994. Tujuannya, melindungi petani miskin dengan tidak membuka pasar kacang buncis dan jagung pada 2008 untuk produsen AS. ”Presiden berikutnya tak akan menjadi boneka pemerintah a-sing,” ujar Obrador.
Bekas Menteri Luar Negeri Meksiko, Jorge Castañeda, melihat Obrador sebagai sosok khas kaum kiri tradisio-nal Amerika Latin yang menjadi musuh nyata maupun musuh khayalan elite eko-nomi lawan politiknya dan AS. Sejarawan Meksiko, Enrique Krauze, menyebut Obrador sebagai ”mesiah tropis”, seorang laki-laki yang terluka dan dikhianati kelas penguasa.
Di bawah kepemimpinan bekas presi-den Vincente Fox dari Partai Aksi Nasio-nal (PAN), inflasi rendah dan mata uang peso relatif kuat. Meksiko juga menjadi kawasan yang stabil secara politik. Fox, bekas eksekutif minuman ringan Coca-Cola yang terpilih sebagai presiden, meng-akhiri pemerintahan otoritarian PRI selama 70 tahun, berhasil membuat kebebasan dan demokrasi bersemi di negara halaman belakang AS itu.
Tapi itu hanya terjadi di perkotaan. Saat ini, baru kelas menengah berpendidikan yang memperoleh keuntung-an dari modernisasi Meksiko. Kemaju-an tak menyentuh rakyat miskin dan k-awasan pedesaan. ”Fox menciptakan 10 juta pekerjaan di AS,” ujar Obrador sinis.
Padahal, lapangan kerja di Meksiko sangat langka. Menurut analis ekonomi, setiap tahun pemerintah harus menyediakan satu juta lapangan kerja. Fox gagal melakukan itu. Pertumbuhan ekonomi mandek. Sekitar 50 persen penduduk Meksiko hidup dengan pendapat-an kurang dari US$ 4 (Rp 38 ribu per hari), meski Meksiko punya Carlos Slim, orang ketiga terkaya di dunia.
Lalu, bagaimana sikap pemerintah AS? Tahun lalu, Presiden George Bush mengatakan dapat bekerja dengan siapa pun pengganti Fox. Tapi, pengamat menilai Washington lebih suka Calde-ron karena ia dianggap pro-bisnis, pro-perdagangan bebas, dan tidak konfron-tatif. Jika Obrador menang pemilu, ba-risan pemerintah kiri Amerika Latin yang dipimpin Presiden Venezuela Hugo Chavez makin memenuhi beranda belakang AS. Untuk itu, Presiden Bush tak mampu menahan rasa girangnya melihat kekalahan Obrador. Dia segera me-ng-irimkan ucapan selamat untuk Felipe Calderón.
Obrador adalah jawaban bagi penduduk miskin Meksiko. Tapi harapan itu masih menggantung hingga September mendatang, ketika pengadilan pemilu memutuskan kasus protes Obrador.
Raihul Fadjri (LA Times, NY Times, AFP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo