KANDIDAT presiden Filipina, Fidel Ramos, tersenyum lebar ketika jumpa wartawan di Roma Restorante Italiano, Manila Hotel, Senin pagi pekan ini. "Saya mengenakan seragam Malacanang saya," katanya. Pagi itu, ia mengenakan setelan jas abuabu dengan dasi merah tua, dan tampak yakin sekali bakal menang. Sekalipun penghitungan suara baru 70% dari 24 juta pemilih, nama Ramos memang sudah susah tergoyahkan. Ia sudah mengungguli saingannya, Eduardo "Danding" Cojuangco dan Miriam Santiago, lebih dari satu juta suara. "Tapi saya tidak mau menyatakan diri sudah menang, karena masih menunggu penghitungan selesai," kata bekas Menhankam ini hati-hati. Apalagi, angka yang masuk baru berdasarkan penghitungan tak resmi versi MediaCitizen Quick Count (MCQC), sebuah institusi terdiri dari berbagai pemimpin redaksi dan LSM yang diberi wewenang oleh lembaga pemilu Filipina (Comelec) untuk mengadakan penghitungan suara secara cepat. Tapi, menurut sejumlah peserta pemilu, kerja MCQC justru lamban. Mengapa? Selain penghitungan suara di 73 provinsi di Filipina masih memakai sistem tabulasi manual, beberapa bulan terakhir pusat tenaga listrik Filipina sedang mengalami kerusakan. Akibatnya, setiap hari, mulai pukul 13.00 sampai 18.00, listrik di seluruh negeri mati. Dan itu mempengaruhi kerja puluhan komputer di kantor MCQC yang terletak di kawasan Greenhill, Manila. Ternyata, alasan teknis itu tak bisa diterima Miriam. Meski calon presiden wanita ini sudah menggeletak beberapa hari di Philippine Heart Centre, akibat mogok makan, toh tetap berapi-api menuduh kelambanan ini sebagai "taktik Ramos dan (Presiden Cory) Aquino" untuk mengalahkannya. Ibu dua anak ini melakukan puasa makan (tapi tetap diinfus dan minum vitamin) karena dongkol pada Cory yang tiba-tiba mengumumkan perpanjangan libur bagi mahasiswa hingga pertengahan Juni dengan alasan, "Kehabisan kertas." Padahal, Miriam sudah siap merekrut semua mahasiswa untuk memprotes kecurangan pemilu yang dituduhkannya dilakukan Ramos dan Cory secara halus dan tersamar. Maka, Miriam Santiago menuntut agar jadwal masuk mahasiswa dikembalikan ke awal Juni, dan Comelec mengakui gagalnya pemilu ini serta mengulangnya dari awal. "Filipina tak pernah mengumumkan kegagalan sebuah pemilu," kata Regalado Mambong, salah seorang direktur Comelec, sambil tertawa sinis. Tampaknya, protes puasa Miriam akan siasia. Juga pengaduannya (lewat surat) kepada Presiden George Bush, dikirim 17 Mei lalu, yang menyebut tentang kecurangan secara institusional dalam proses pemilu yang tak memungkinkannya untuk memenuhi keinginan rakyat Filipina. Paling tidak, sampai Senin pekan ini, Bush masih belum bersuara. "Kalau saya tak mungkin menulis surat pada Bush. Ini persoalan Filipina, dan harus diselesaikan oleh Filipina," kata Ramos, mengomentari surat Miriam itu. Tapi tampaknya Ramos lupa bahwa ketika menjabat Menhankam, ia meminta pesawat terbang Amerika untuk menakut-nakuti kelompok Gregorio Honasan, yang sudah mengepung Istana Malacanang. Curang atau tidak, tampaknya Ramos memang akan melangkah ke Istana Malacanang dengan mulus. "Hanya keajaiban yang bisa membuat lawan saya memenangkan pemilu ini," kata Ramos kepada TEMPO. Senin pekan ini, 24 senator sudah bersiap-siap mengadakan pertemuan bersama 250 anggota parlemen di kantor Kongres guna melakukan penghitungan resmi angka kemenangan presiden dan wakil presiden Filipina. Pengumuman pemenang akan dibacakan sebelum 12 Juni depan. Namun, kelompok Miriam masih saja berharap sisa 30% suara yang masih dalam proses penghitungan akan membuat unggulan mereka mengalahkan Ramos. Alasan mereka, pemilih Miriam umumnya berdomisili di Metro Manila, dan penghitungan suara di ibu kota Filipina baru mencapai 14% dari 4 juta pemilih. "Jadi, kalau semua angka pemilih di Metro Manila sudah dihitung, kami yakin, kami akan naik lagi, bukan saja mengalahkan Danding, tapi juga Ramos," kata Maribel Ongpin, juru bicara Miriam. Lalu, apakah kelompok RAM pimpinan Honasan akan betul-betul melaksanakan ancaman "No Proc" (tidak ada proklamasi kemenangan)? "Kalau memang terbukti ada kecurangan masal yang mempengaruhi kemenangan seorang kandidat, kami akan bergerak," tutur Eduardo Kapunan, tokoh RAM, kepada TEMPO. Tangan kanan Honasan ini menekankan bahwa RAM menginginkan pemilu yang bersih dan jujur. "Kami mau memberi kesempatan pada rakyat untuk memilih pemimpin mereka. Tapi kalau sampai rakyat ditipu, dan kami diminta bergerak, kami akan melakukan sesuatu," tambahnya. Raul Locsin, wakil ketua MCQC, memang mengakui bahwa "ada kecurangan kecilkecilan di berbagai provinsi, misalnya di Pangasinan, Tarlac, Papanga, dan Palawan. Tapi saya belum menemukan bukti apakah kecurangan ini telah mempengaruhi kemenangan kandidat. Saya yakin, perpindahan kekuasaan dari pemerintahan Aquino ke pemerintah baru akan berlangsung dengan wajar." Kalau ramalan Locsin benar, 30 Juni nanti Taman Akbar Luneta akan dipenuhi puluhan ribu penduduk Metro Manila untuk menyaksikan pesta perpindahan kekuasaan dari Cory Aquino ke tangan penggantinya. Tapi, dari sekarang hingga 30 Juni, apa saja bisa terjadi. Seperti diakui sendiri oleh Ramos, Filipina adalah "land of surprise" (negara yang penuh dengan kejutan). Artinya, mereka harus selalu siap dengan kejadian yang terburuk. Leila S. Chudori (Manila)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini