Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - McDonald's Corporation, Kamis, 4 April 2024, mengatakan bahwa pihaknya akan mengakuisisi Alonyal, yang memiliki 225 restoran McDonald's di Israel yang terkena seruan boikot atas perang dengan Hamas di Gaza.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ketentuan transaksi tidak diungkapkan. McDonald's mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kesepakatan itu tunduk pada ketentuan yang tidak disebutkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Alonyal telah mengoperasikan restoran McDonald's di Israel selama lebih dari 30 tahun, dan saat ini memiliki 225 properti waralaba dengan lebih dari 5.000 karyawan, yang akan dipertahankan setelah penjualan.
Dalam mempresentasikan laporan keuangan 2023 pada Februari, McDonald's mengatakan bahwa perang di Gaza yang dimulai pada bulan Oktober dengan serangan Hamas ke Israel telah membebani hasilnya.
McDonald's menjadi sasaran seruan boikot setelah restoran waralaba di Israel tersebut menawarkan ribuan makanan gratis kepada tentara Israel.
"Kami menyadari bahwa keluarga-keluarga di komunitas mereka di wilayah ini terus terkena dampak tragis dari perang dan pikiran kami bersama mereka saat ini," kata Chief Executive Chris Kempczinski dalam sebuah panggilan telepon, seperti dikutip AFP..
Ia mengatakan bahwa dampak dari boikot tersebut "sangat berarti", tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Penjualan kuartal keempat McDonald's mengecewakan para analis. Di restoran waralaba di luar Amerika Serikat, penjualan yang sebanding turun 0,7 persen.
"Jelas sekali bahwa tempat yang paling terasa dampaknya adalah di Timur Tengah. Kami juga melihat beberapa dampak di negara-negara Muslim lainnya seperti Malaysia dan Indonesia," ujar Kempczinski.
Hal ini juga terjadi di negara-negara dengan populasi Muslim yang besar seperti Perancis, terutama untuk restoran-restoran yang berada di lingkungan yang mayoritas penduduknya Muslim, katanya.
Awal Januari lalu, Kempczinski, mengumumkan bahwa perusahaan telah mengalami "dampak bisnis yang berarti" setelah adanya seruan untuk memboikot jaringan restoran cepat saji tersebut.
Dalam sebuah posting blog di LinkedIn yang diterbitkan kemarin, Kempczinski menulis: "Beberapa pasar di Timur Tengah dan beberapa pasar di luar wilayah tersebut mengalami dampak bisnis yang berarti akibat perang dan informasi yang salah yang mempengaruhi merek-merek seperti McDonald's."
"Hal ini mengecewakan dan tidak berdasar. Di setiap negara tempat kami beroperasi, termasuk di negara-negara Muslim, McDonald's dengan bangga diwakili oleh operator pemilik lokal."
McDonald's menghadapi kritik dari para pegiat pro-Palestina ketika gambar dan video di media sosial menunjukkan bahwa gerai-gerai waralaba di Israel memberikan makanan gratis kepada para tentaranya yang bertempur dalam perang di Gaza, yang memicu kemarahan masyarakat Arab dan memicu seruan untuk melakukan boikot.
Sebagai tanggapan, gerakan Boikot, Divestasi, Sanksi (BDS), sebuah organisasi pro-Palestina yang didirikan pada tahun 2005, mendesak masyarakat untuk memboikot McDonald's pada bulan November, dengan alasan bahwa pemilik waralaba "secara terbuka mendukung" militer Israel.
"Alih-alih menekan perusahaan induknya, McDonald's Corporation, untuk mengakhiri perjanjian waralabanya yang memalukan di Israel, McDonald's Malaysia dan pemiliknya yang berkebangsaan Arab Saudi justru berusaha keras membungkam suara-suara solidaritas damai terhadap perjuangan pembebasan Palestina di Malaysia," ujar kelompok tersebut.
"Kita tidak bisa membiarkan hal ini berlalu begitu saja. Mari kita tunjukkan kepada McDonald's apa yang dapat dilakukan oleh boikot akar rumput."
AL ARABIYA | REUTERS | MIDDLE EAST MONITOR
Pilihan Editor: Ekuador 'Persona Non Grata' Duta Besar Meksiko