Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan restoran cepat saji, McDonald's, melaporkan penurunan penjualan yang mengejutkan di seluruh dunia pada Senin. Ini menjadi penurunan pertama dalam 13 kuartal, karena konsumen yang mencari kesepakatan menghindari item menu dengan harga lebih tinggi, termasuk Big Mac.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inflasi yang terus-menerus telah memaksa konsumen berpenghasilan rendah untuk beralih ke pilihan makanan yang lebih terjangkau di Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan jaringan restoran cepat saji seperti McDonald's, Burger King Wendy's, dan Taco Bell bersandar pada makanan bernilai guna untuk meningkatkan kunjungan pelanggan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saham McDonald's, yang turun 15 persen tahun ini, naik hampir 4 persen setelah eksekutif perusahaan mengatakan kesepakatan makanan senilai US$5 yang diluncurkan pada akhir Juni terjual di atas ekspektasi. Mereka mengatakan perusahaan sedang bekerja sama dengan pewaralaba dalam upaya untuk memperpanjangnya setelah Agustus.
Perusahaan, yang tetap berpegang pada perkiraan margin operasi pada 2024 pada kisaran menengah hingga tinggi sebesar 40 persen, mengatakan akan lebih selektif dalam menaikkan harga untuk melindungi profitabilitas.
“Meskipun keadaan (penjualan) sepi saat ini, hal tersebut seharusnya menjadi lebih baik di paruh tahun lalu… dengan nilai menu yang lebih baik,” kata Brian Mulberry, manajer portofolio klien di Zacks Investment Management.
Penjualan global yang sebanding turun 1 persen pada kuartal kedua, dibandingkan ekspektasi kenaikan 0,5 persen. Pendapatan keseluruhan naik 1 persen.
CEO Chris Kempczinski mengatakan ada lebih banyak pemikiran kesepakatan dari konsumen yang menjadi “sangat diskriminatif”. “Sentimen konsumen di sebagian besar pasar utama kita masih rendah,” katanya.
Hasil McDonald's sejalan dengan komentar minggu lalu dari CEO Coca-Cola James Quincey, yang mengatakan ada "sedikit penurunan pada restoran" di Amerika Utara, yang merupakan indikasi berkurangnya orang yang makan di luar.
"Pukulan terbesar bagi McDonald's adalah konsumen berpendapatan rendah benar-benar mengurangi kunjungan dan hal ini lebih dari sekadar mengimbangi penurunan perdagangan yang biasanya dialami McD di masa ekonomi sulit," kata analis Edward Jones, Brian Yarbrough.
Penjualan serupa di AS turun 0,7 persen pada kuartal yang berakhir 30 Juni, dibandingkan dengan lonjakan 10,3 persen pada tahun lalu. Penjualan di pasar internasional, yang menyumbang hampir setengah pendapatannya pada tahun 2023, turun 1,1 persen, didorong oleh pelemahan di Prancis.
Pemulihan yang lebih lambat dari perkiraan di Cina dan konflik Timur Tengah merugikan kinerja segmen bisnis McDonald's di mana restoran dioperasikan oleh mitra lokalnya. Penjualan turun 1,3 persen dibandingkan dengan lonjakan 14 persen pada tahun sebelumnya.
Perusahaan seperti McDonald's dan Starbucks juga terkena dampak boikot konsumen terkait perang Gaza, yang berdampak buruk pada penjualan mereka di pasar Timur Tengah. McDonald's menghadapi boikot massif di negara Timur Tengah dan negara berpenduduk Muslim seperti Indonesia dan Malaysia setelah gerai McDonald's di Israel memberikan makanan gratis bagi tenatra Israel yang melakukan genosida di Gaza.
Namun, McDonald's tetap mempertahankan anggaran belanja modalnya hingga US$2,7 miliar, dan lebih dari separuhnya dialokasikan untuk restoran baru di AS dan pasar internasional.
Perusahaan ini menghasilkan US$2,97 per saham berdasarkan penyesuaian pada kuartal kedua, meleset dari ekspektasi sebesar US$3,07. Penjualan global yang sebanding di McDonald's turun untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.
Pilihan Editor: Adidas Copot Bella Hadid dari Kampanye karena Advokasi Palestina, Picu Seruan Boikot
REUTERS