Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lusinan karyawan Google mengadakan aksi duduk di kantor raksasa teknologi itu di New York City dan Sunnyvale, California, Amerika Serikat, Selasa, 16 April 2024, waktu setempat. Aksi tersebut dilakukan sebagai protes kerja sama Google dan Amazon dengan Israel dalam Proyek Nimbus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Sebagai insinyur perangkat lunak di Google Cloud, sungguh mengerikan membayangkan bahwa kode yang saya tulis dapat digunakan oleh militer Israel dalam genosida pertama yang didukung AI,” kata insinyur perangkat lunak Google Cloud William (Billy) Van Der Laar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Apa itu Proyek Nimbus?
Project Nimbus adalah proyek komputasi cloud atau awan milik pemerintah dan militer Israel. Kementerian Keuangan Israel mengungkapkan proyek ini untuk memberikan solusi cloud yang mencakup semua kepada pemerintah, lembaga pertahanan, dan pihak lain. Situs cloud tersebut guna menyimpan informasi di dalam perbatasan Israel di bawah pedoman keamanan yang ketat.
Proyek Nimbus memiliki empat fase yang direncanakan. Fase pertama pembelian dan pembangunan infrastruktur cloud. Fase kedua menyusun kebijakan pemerintah untuk memindahkan operasi ke cloud. Fase ketiga memindahkan operasi ke cloud. Fase keempat penerapan dan optimalisasi operasi cloud.
Pembangunan proyek senilai 1,2 miliar dolar AS ini dipercayakan Israel kepada Google Cloud Platform Google dan Amazon Web Services milik Amazon. Dua platform paling berpengaruh ini dipilih untuk menyediakan layanan komputasi awan kepada lembaga pemerintah Israel, termasuk kecerdasan buatan, hingga pembelajaran mesin.
Mendukung Israel, termasuk dalam kerja sama proyek, berarti berisiko diboikot. Hal ini lantaran Israel marak disebut melakukan pelanggaran HAM dan melakukan kejahatan perang dalam konflik dengan Palestina. Banyak kalangan yang menyerukan pemboikotan terhadap produk maupun pihak yang menjalin kerja dengan Israel.
Kondisi itu ternyata amat disadari oleh Israel. Mereka bahkan menetapkan persyaratan kepada Google dan Amazon dalam kontrak, keduanya tak boleh mundur maupun menghentikan layanan meski mendapatkan tekanan boikot. Perusahaan tersebut teknologi juga dilarang menolak memberikan layanan kepada entitas pemerintah tertentu.
Keterlibatan Google dalam Proyek Nimbus mendapat kecaman. Pasalnya, sistem ini dapat mengumpulkan semua sumber data yang disediakan oleh Israel dan militernya, termasuk database, sumber daya, dan bahkan sumber observasi langsung seperti kamera jalanan dan drone. Kritikus berpendapat proyek dapat membantu Israel melanjutkan sistem penindasan, dominasi, dan segregasi terhadap rakyat Palestina.
Pekerja teknologi lainnya, termasuk di Amazon, telah menyuarakan keprihatinan tentang keterlibatan perusahaan mereka dalam Project Nimbus. Protes di industri teknologi meningkat setelah pengeboman Israel di Jalur Gaza sebagai tanggapan terhadap serangan 7 Oktober 2023 terhadap Israel oleh militan pimpinan Hamas yang menewaskan sekitar 1.139 orang dan sekitar 240 orang disandera.
Menanggapi serangkaian protes, kepada Majalah Time, Google berkilah bahwa kontrak Proyek Nimbus hanya berkaitan dengan kementerian pemerintah Israel seperti keuangan, kesehatan, transportasi dan pendidikan. Juru bicara Google mengatakan beban kerja atau tanggung jawab mereka tak berkaitan dengan militer yang berhubungan dengan senjata atau badan intelijen.
“Pekerjaan kami tidak ditujukan pada beban kerja militer yang sangat sensitif atau rahasia yang relevan dengan senjata atau badan intelijen,” kata juru bicara Google kepada Time.
LA TIMES | ANADOLU
Pilihan Editor: Staf Google Gelar Aksi Duduk Memprotes Kontrak dengan Israel