Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Donald Trump dan Kamala Harris bersaing ketat dalam pemilihan presiden AS 2024. Dalam berbagai survei, suara keduanya hanya berselisih tipis.
Menurut peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Muhammad Waffa Kharisma, kebijakan Donald Trump yang diusung oleh Partai Republik maupun Kamala Harris dan Partai Demokrat, tak banyak berpengaruh terhadap Indonesia.
"Tidak terlalu berpengaruh (di bidang politik). Kecuali, ada saluran hubungan langsung antara pemain politik masing-masing negara yang ditemukan secara konkret," kata Waffa dalam pesan tertulis kepada Tempo melalui aplikasi WhatsApp, Senin, 4 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Waffa juga menyoroti sosok Donald Trump dari Partai Republik dan Kamala Harris yang diusung Partai Demokrat. Dia mengaku bahwa kedua sosok itu sama-sama belum bisa menjanjikan kerja sama yang lebih baik dengan Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski begitu, Waffa menilai bahwa Trump merupakan sosok yang lebih membawa dampak negatif daripada Harris. Dia menilai ada kecenderungan bahwa Trump kurang bisa diandalkan mitra AS
"Tentu Trump akan cukup buruk. Beliau akan cenderung bisa impulsif terhadap rival. Trump juga sudah dikhawatirkan oleh para sekutu dan mitra terdekat karena kurang terlalu mau berkontribusi dalam barang publik dan cenderung meminta bayaran/kontribusi lebih dari sekutu lain," ujarnya.
Lebih lanjut, Waffa menilai bahwa Trump berpotensi membawa AS lebih bersifat proteksionis secara ekonomi. Dia menyebut banyak terjadi ketergerusan drastis dalam ekonomi terbuka, globalisasi, dan multilateralisme ketika Trump memimpin di periode pertamanya.
"Bagi negara seperti Indonesia, nasib kesepakatan-kesepakatan kita dengan Amerika akan menjadi pertanyaan besar, misalnya kesepakatan fasilitas produk Indonesia di AS yang berupa preferensi tarif," tuturnya.
Waffa juga menilai bahwa Indonesia tidak langsung mendapatkan perhatian lebih dan kesepakatan dagang yang lebih besar dengan AS. Dia menyinggung soal pandangan AS yang semakin skeptis dengan Indonesia karena dinilai semakin dekat ke Tiongkok, di samping pula industri Indonesia yang belum memenuhi standar hijau maupun ketenagakerjaan AS.
"Harris dan Trump juga kemungkinan akan tetap memandang Asia melalui lensa rivalitas mereka terhadap Tiongkok," ucapnya.
Tak sampai di situ, Waffa juga menyebut bahwa Kongres Amerika Serikat juga tak menaruh perhatian yang besar kepada Indonesia. Kondisi ini, kata dia, dapat saja diubah jika Presiden Prabowo Subianto bisa membangun hubungan yang baik dengan Indonesia.
Jadi, susah mengharapkan akan ada significant differences, kecuali prabowo bisa buat hubungan pribadi ke Donald Trump. Tetapi ya ini susah ditebak," katanya.
Pilihan editor: Khamenei Bersumpah Hancurkan Israel Jika Berani Serang Iran