Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Doveray, bisik reagan dalam bahasa..

Presiden as ronald reagan dan pemimpin uni soviet mikhail gorbachev menandatangani kesepakatan di washington, as, untuk penghapusan 2611 rudal berhulu ledak nuklir jarak menengah & pendek dari eropa.

19 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI karpet merah di kamar timur Gedung Putih itu mereka berjalan berdua, senyum, meyakinkan seluruh jagat. Dan tampaknya layak untuk itu. Dua tokoh No.1 dari dua negara kuat No. 1 itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet, sedang ditatap oleh seluruh dunia lewat berpuluh-puluh media internasional -- dan sekaligus (mereka sadar, mereka berharap) sedang dicatat oleh para penyusun tarikh abad ke-20. Pekan lalu itu memang pekan istimewa bukan saja di Washington, D.C., tempat berlangsungnya perundingan dan beberapa kesepakatan antara kedua negara superkuat itu. "Semoga 8 Desember 1987 akan jadi tanggal yang tercatat di buku sejarah," kata Presiden AS Reagan, beberapa saat setelah membubuhkan 16 tanda tangannya pada kitab perjanjian setebal 150 halaman itu. Di sana, bagi Reagan, tercantum suatu "titik balik situasi dunia", dari meningkatnya risiko perang nuklir menjadi "zaman demiliterisasi kehidupan umat manusia". Reagan, bekas aktor film, tahu ia berada di atas pentas -- dan orang akan menilai sebaik mana ia menjalankan rolnya. Tokoh antikomunis ini, yang banyak dianggap sebagai pembangkit perang dingin baru, bagaimanapun telah sepakat dengan pemimpin Soviet, Gorbachev, untuk sama-sama menghapuskan kehadiran 2.611 rudal berhulu ledak nuklir jarak menengah dan pendek dari benua Eropa. Padahal, sebelum perjanjian ini ditandatangani, kedua pihak justru sedang giat memperbanyak jumlah senjata jenis itu yang, dengan singkatan INF (intermediate range nuclearforces), punya jangkauan untuk menyebar maut sejauh 500-5.500 km. Kesepakatan itu bisa dicapai tentu saja berkat perubahan yang terjadi menjelang akhir dasawarsa ini. Kedua negara itu sedang dituntut untuk lebih membereskan keadaan ekonomi masing-masing. Anggaran persenjataan yang teramat besar adalah beban yang menghambat, yang umumnya meningkat bila suasana saling curiga pun meningkat. Bila kini suasana seperti itu tak lagi kuat, satu sebabnya mungkin datang dari Moskow. Kepemimpinan dan niat Gorbachev, yang ingin membangkitkan dinamika baru dalam kehidupan sosial-ekonomi Soviet yang sudah jadi sangat kaku, punya dampak ke hubungan internasional. Gorbachev bicara glasnost, sebuah kata Rusia yang jadi tenar kini, dan "keterbukaan" itu mengandung kepercayaan. Tentu saja kepercayaan, di antara dua superkuat yang bermusuhan hampir setengah abad, tak datang dengan mudah. Tapi tampaknya bisa dirintis. Mungkin itu maksud Reagan, yang di dekat Gorbachev sering bergumam "doveray no proveray. Gorbachev pun mengangguk-anggukkan kepala, senyum. Reagan sedang mencoba satu ungkapan Rusia yang berarti "percaya tapi harus dicek". Soal saling mengecek ini memang dipaparkan secara rinci dalam perjanjian antara Reagan dan Gorbachev. Penghancuran rudal yang disepakati akan disaksikan oleh petugas kedua negara. Setelah itu, setiap pihak boleh mengirim petugas ahlinya, secara mendadak, ke basis-basis yang diduga menggelarkan rudal INF. Dengan jumlah kunjungan tertentu, tentu saja. Saat ini Soviet punya 120 sarang INF di Eropa, AS punya 25. Tak berarti rudal INF akan lenyap dari Eropa. Di samping senjata nuklir milik Inggris dan Prancis, ada 72 rudal INF, jenis Pershing 1A, milik Jerman Barat, yang tak harus hapus, meskipun Bonn telah menyatakan niat meniadakannya kelak. Sampai kini, hadirnya rudal jenis itu di Eropa Barat dianggap satu jaminan perlindungan terhadap kemungkinan invasi oleh blok Pakta Warsawa yang dipayungi Soviet. Sebab, kata para jenderal NATO, kekuatan bukan nuklir ("konvensional") Pakta Warsawa dua kali lebih besar dari kekuatan NATO. Wajar kalau tak semua pihak di Eropa Barat menyambut perjanjian Reagan-Gorbachev dengan senyum. "Perjanjian INF tak ada gunanya, bahkan berbahaya bagi keamanan Eropa," kata seorang menteri Prancis pekan lalu. Di Jerman Barat timbul rasa waswas karena persenjataan nuklir yang daya jangkaunya di bawah 500 km tak terliput dalam perjanjian ini. Soalnya, dengan hilangnya rudal INF, penduduk negara yang berbatasan dengan Jerman Timur ini merasa jadi target utama senjata nuklir jarak pendek lawannya. Tapi tak semua cemas. Bahkan, "Semua pemerintah Eropa mendukung perjanjian ini," kata Sekjen NATO, Lord Carrington. Hal senada juga diutarakan oleh Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher. "Ini merupakan lahirnya era yang cocok dengan kami," katanya. Toh tak dalam seluruh materi pertemuan puncak tiga hari di Washington itu "cocok". Khususnya dalam masalah Afghanistan. AS mengharap agar Soviet menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan, sementara Rusia bilang bahwa mereka baru akan menarik pasukan jika AS menghentikan bantuannya pada gerilyawan Mujahidin. Para pembangkang ini dengan senjata menentang pemerintahan Afghanistan yang kini berkuasa dengan dideking Kremlin. Ketidaksepakatan seperti ini, untungnya, tak terjadi pada masalah yang lebih besar. Ada kompromi dalam hal pembatasan jumlah hulu ledak nuklir rudal balistik yang dapat menjangkau seluruh pelosok bumi. Mulanya, AS menginginkan batas itu dipatok pada jumlah 4.800, sedang Soviet menginginkan 5.100. Kompromi dicapai pada tingkat 4.900. Kompromi serupa juga terjadi pada pembatasan pengembangan teknologi "Perang Bintang". Kedua pihak sepakat untuk membatasi pengembangan teknologi canggih ini hingga sebatas laboratorium saja. Tentu, ada juga masalah yang dianggap perlu dibicarakan lebih lanjut. Misalnya penyempurnaan perjanjian rudal antibalistik (ABM) yang pernah ditandatangani di tahun 1972. Menurut perjanjian ini, setiap negara hanya boleh punya dua sarang ABM di negaranya. Dengan begitu, masing-masing sadar bahwa mustahil memillki perlindungan yang memadai dari sebuah perang nuklir -- hingga tak ada yang memulainya. Untuk hal seperti itulah direncanakan pertemuan puncak berikutnya. Kali ini Gorbachev berharap jadi tuan rumah tahun depan. Seperti diucapkan Gorbachev pada pidato perpisahannya, "Masih banyak kerja yang harus dilakukan dan kita tak bisa menundanya." Dengan atau tanpa Reagan nanti sebagai presiden, orang Amerika tampaknya tetap perlu menjawab, "Oke Gorby." Bambang Harymurti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus