Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dua Janji untuk Rakhine

PEMERINTAH Myanmar baru saja menghadapi dua sidang penting mengenai Rohingya, yakni di Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, Swiss; dan Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat.

5 Oktober 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penangkapan warga Rohingya di Desa Inn Din, Myanmar, September 2017./Handout via Reuters

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri dari Kantor Penasihat Negara Myanmar U Kyaw Tint Swe berjanji menyelesaikan masalah dalam negerinya dengan menggelar penga-dilan militer atas kasus kekerasan terhadap Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Mereka juga akan bekerja sama dengan Bangladesh untuk memulangkan kaum Rohingya di luar negeri.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB telah membentuk tim pencari fakta di Myanmar untuk menyelidiki kasus genosida terhadap Rohingya. Tim yang dipimpin Marzuki Darus-man itu sudah melaporkan hasil kerjanya kepada Dewan serta menyatakan bukti kejahatan genosida sudah sangat me--madai dan cukup untuk mendakwa Panglima Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing beserta lima jenderal lain. Tahap selanjutnya adalah memutuskan mekanisme pengadilan.

Swe menolak pilihan Mahkamah Pi--dana Internasional (ICC) untuk kasus ini. Menurut Swe, Myanmar bukan pihak dalam Mahkamah. Selain itu, kata dia, sudah ada penyelidikan oleh militer yang me--nun-juk-kan pengadilan militer akan segera diadakan.

“Myanmar tidak menentang pertang-gungjawaban atas kesalahan apa pun terkait dengan banyaknya orang yang mengung-si ke Bangladesh,” ujar Swe dalam debat umum sesi ke-74 Majelis Umum PBB di New York, Sabtu, 28 September lalu. Badan internasional mana pun, menurut dia, “Tidak memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan di negara kami.”

Menurut Reuters, militer Myanmar me--mang mempersiapkan pengadilan militer menyusul adanya penyelidikan kubur-an massal di Rakhine. Laporan Associated Press pada Februari 2018 menye-butkan setidaknya ada lima kuburan massal Rohingya di Desa Gu Dar Pyin. Pemerintah mengatakan kuburan itu memuat mayat teroris, bukan warga sipil. Di situs web militer Myanmar tertulis bahwa penye-lidikan yang mereka lakukan mene-mu-kan ada “kelemahan dalam mengikuti instruk-si” di Gu Dar Pyin dan pen gadilan militer akan “dilanjutkan sesuai dengan prosedur”.

Kyaw Tint Swe juga berjanji menyele-saikan masalah pengungsi Rohingya melalui kerja sama dengan Bangladesh dan PBB. Myanmar ingin ada solusi jangka panjang dan praktis untuk memulangkan lebih-kurang 740 ribu orang Rohingya. “Prioritas kami sekarang mempercepat repatriasi dan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi mereka yang kembali setelah diverifikasi.”

Swe mengatakan setiap pengungsi Rohing-ya di Bangladesh akan diberi kartu identitas setelah kembali, entah kartu kewar-ganegaraan entah “kartu verifikasi nasional” bagi yang belum memenuhi syarat menjadi warga negara. Ia beralasan, Myan-mar telah menegaskan bahwa banyak orang Rohingya yang datang dari tempat lain dan bukan warga negaranya.

Bangladesh memperingatkan dampak-nya secara regional jika masalah ini tak segera selesai. Krisis itu, kata Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, melam-paui kamp-kamp tempat sebagian besar pengungsi tinggal. Bangladesh juga akan membangun pagar kawat berduri di sekitar lebih dari 30 kamp pengungsi untuk meng-hentikan ekspansi mereka. “Kami memikul beban krisis yang merupakan akibat dari tindakan Myanmar sendiri,” ucap Hasina.

Solusi yang ditawarkan Naypyitaw untuk memulangkan warga Rohingya tak cukup meyakinkan bagi tim pencari fakta. Saat ini masih ada sekitar 500 ribu orang Rohingya di Myanmar dan mereka bermukim di kamp-kamp. Mereka pun tak bisa mengakses pendidikan atau perawatan kesehatan dan mencari nafkah serta tetap menjadi sasaran undang-undang kewarganegaraan yang diskriminatif.

Menurut anggota panel tim, Christopher Sidoti, masih dibatasinya akses warga Rohingya terhadap pelayanan dasar, seper-ti pendidikan, merupakan salah satu unsur kejahatan kemanusiaan terhadap Rohingya yang belum berakhir di Rakhine. Dengan keadaan seperti ini, kata Marzuki, hampir satu juta pengungsi Rohingya nyaris mustahil kembali dari Bangladesh. “Tidak ada tempat yang aman dan layak bagi mereka untuk kembali. Tanah dan desa Rohingya telah dihancurkan, dibersihkan, disita, dan sudah ada bangunan di atasnya,” ujarnya.

Abdul Manan (Reuters, ABC News)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus