Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dua Ratus Tahun Ia Berjanji

Amerika Serikat sudah berumur 200 tahun. kemerdekaan di proklamasikan 4 juli 1776. dianggap negara yang tak pernah kalah dan dijajah. setelah PD II muncul sebagai kekuatan untuk memimpin dunia.

10 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Amerika masih harus menderita. Adalah suatu ilusi untuk mengira bahwa ia dapat memilki kekuatan buat memimpin " Ortega Y Gasset, La Rebelion de las masas (1929). *** BAGI filosof Spanyol yang hidup antara 1883-1955 itu,Amerika Serikat masih terlampau muda. Republik yang diproklamasikan kemerdekaannya 4 Juli 1776 itu belum cukup menderita -- meskipun ketika Ortega Y Gasset menuliskan itu, lebih dari separuh abad sebelumnya AS telah nyaris pecah oleh Perang Saudara dan Presiden Lincoln terbunuh. Kecongkakan orang Eropa, yang berasal dari kebudayaan dan sejarah yang lebih tua? Barangkali. Tapi mungkin juga AS, dengan kemudaan dan kekuatannya yang selalu mengagumkan ataupun menimbulkan cemburu, telah membuktikan bahwa "penderitaan" itu dapat disembuhkannya sendiri dengan cepat, tanpa operasi besar yang penuh risiko. Atau barangkali juga karena memang selama sejarahnya, negeri ini belum pernah kelaparan. Belum pernah dikalahkan atau dijajah. Bahkan disentuh oleh pertempuran saja pun tanah daratannya tidak. Maka tatkala ia sekali lagi keluar sebagai pemenang terbesar sehabis Perang Dunia II dan muncul sebagai pemegang "kekuatan untuk memimpin" dunia, kepemimpinannya terutama hanyalah kepemimpinan otot militer dan ekonomi. Ia belum cukup "menderita". Tapi agaknya kini tak mudah kita mengatakan bahwa AS masih belum mengecap penderitaan. Penderitaan itu bukanlah kekurangan makan, memang. Namun tahun-tahun menjelang umurnya yang ke-200, buat pertama kali ia melihat bahwa kekuatannya, atau tekadnya untuk mempergunakan kecuatan itu, tetap terbatas. Venus Dan Tass Sedikit simbolik, bahwa rencana untuk mendaratkan Venus I di planit Mars tepat 4 Juli 1976 gagal. Seorang wartawan Uni Soviet akhir pekan lalu juga menulis untuk Tass dari Washingon, tentu saja dengan dilebih-lebihkan bahwa "berjuta-juta orang Amerika tak punya apa-apa yang layak mereka rayakan tahun ini". Sebabnya: "Ada tujuh juta lebih para penganggur di negeri ini inflasi meningkat, harga mendaki sementara daya beli merosot, ada juga banyak masalah sosial seperti kriminalitas, kecanduan obat, alkoholisme, hubungan rasial yang tegang dan lain-lain. Korupsi tersebar luas di tingkat atas lingkungan politik". Dan boleh ditambah lebih terperinci: ada skandal sex seorang atau lebih anggota Kongres, ada pula seorang wartawan yang dibunuh ketika ia mencoba membongkar kejahatan terorganisir. Namun semua itu mungkin cuma lintasan kecil yang sring terjadi dalam sejarah. Lebih penting lagi agaknya apa yang diderita oleh AS selama Perang Vietnam, dan Watergate. Sebetulnya tidaklah tepat untuk mengatakan bahwa AS telah kalah dalam Perang Vietnam: negeri ini mundur dari sana terutama karena makin jelas bahwa ia tak bisa menang -- dan tak cukup punya alasan untuk terus. Tapi seandainya pun itu bisa disebut kalah, ada yang lebih berat lagi: ia mengalami apa yang sebelumnya tak pernah ia alami sedemikian parahnya dalarn abad ke-XX ini, yakni keretakan di antara rakyat -- antara yang muda dengan yang tua,antara yang kiri dengan yang kanan, antara yang anti dengan yang pro keterlibatan AS buat membela reim Saigon. Orang bilang, setelah Perang Saudara di pertengahan kedua abad yang lalu, Presiden Lincoln tampil sebagai negarawan yang bisa merukunkan kembali rakyat AS-meskipun sebelumnya berperang di salah satu pihak. Kini, setelah Perang Vietnam, nampaknya tak ada tokoh sebesar dan seluhur Lincoln, yang bisa menyembuhkan luka hati dan dendam. Presiden Nixon memang bisa dianggap berjasa menghentikan keterlibatan AS dalam perang di sebuah negeri di Asia Tenggara yang jauh itu. Tapi ia tak bisa mengatasi rasa pcrmusuhan dalam negeri: bahkan ia terjerumus dengan sikap itu. Dalam skandal Watergate, ia memihak yang salah karena persekutuannya, dan ia mentolerir sikap tak sehat menghadapi lawan politiknya. Ia sendiri jadi sumber perpecahan, sampai ia terpaksa mengundurkan diri. 33 Tahun Juga kiranya akan berlebihan bila kini orang mengharapkan Presiden Ford -- yang lagi sibuk mempertahankan posisinya menjelang pemilihan nanti -- bisa menyamai jiwa besar Lincoln setelah kemenangan atas musuhnya, yang juga saudaranya setanah-air. Tapi di Amerika Serikat, di negara di mana Presiden memegang kekuasaan yang sangat besar ada justru sesuatu yang lebih kuat ketimbang pribadi Kepala Negara. Dan itu adalah keyakinan yang sudah mendarah daging sejk di hari-hari pertama Deklarasi Kemerdekaan itu: bahwa Kebenaran "tak perlu takut terhadap konflik", selama masih ada senjatanya yang alamiah, yakni "argumentasi bebas dan perdebatan" Bahwa "kesalahan-kesalahan akan tak lagi berbahaya, bila diperkenankan kebebasan untuk menentangnya". Kata-kata itu adalah kata-kata pemuda yang waktu masih berumur 33 tahun dipilih jadi salah satu dari lima perumus Deklarasi Kemerdekaan yang sampai kini tak juga lekang itu. Thomas Jefferson, tentu saja, dalam salah satu rumusan No. 82 tentang hak-hak, yang dijanjikan sebagai milik sah setiap warga Amerika (dan mungkin juga dunia). Maka ketika 4 Juli yang lalu 85% rakyat Amerika menyatakan merayakan hari ulang tahun negerinya yang ke-200 itu, tampaklah tanda: negeri itu sedang rukun kembali, dengan ikhlas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus