Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dunia arab menunggu assad?

Bentrokan di tubuh al-fatah masih berlangsung, suraih menolak menarik mundur pasukannya dari libanon. philip habib mengundurkan diri sebagai utusan perdamaian di timur tengah.(ln)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SERANGAN fajar Ahad lalu telah mengakhiri gencatan senJata yang sudah berlangsung tiga pekan antara kelompok yang pro dan kotra Arafat. Bentrokan terjadi di sekitar Shoutra, kota di sisi barat Lembah Bekaa, Libanon. Akibatnya dua tewas dan sembilan luka-luka, demikian menurut kantor berita PLO, Wafa. Selama gencatan senjata tercatat dua kemajuan di pihak pemberontak Abu Musa (lihat Negara untuk . . . .) Pertama, Arafat resmi menyetujui kepemimpinan kolektif yang dituntut mereka, Kedua, perwira senior Abu Hajim dan Haj Ismail yang diorbitkan Arafat tapi ditentang Musa, juga sudah dicopot. Tapi sesudah itu perdamaian tidak dengan sendirinya menghampiri Al-Fatah, organisasi gerilyawan terbesar dalam tubuh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Pendekatan yang dilakukan Arafat kepada Hafez Assad lewat Moskow dan Ryadh, juga tidak membuahkan hasil. Presiden Suriah Assad nampak semakin sukar dilunakkan. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat George Shultz yang berkunjung ke Damaskus, tak urung kecewa oleh sikap Kepala Negara Suriah itu. "Kami bersilang pendapat terus," ucap Shultz dalam satu perbincangan dengan tokoh-tokoh Israel. "Tidak ada persetujuan sama sekali." Bisa dimaklumi bila Shultz kecewa, Assad bukan saja tidak mengacuhkan imbauannya untuk menarik mundur tentara Suriah dari Libanon, juga menolak ajakan untuk membina hubungan baik dengan Pemerintahan Amin Gemayel. Laporan terakhir menyebutkan Suriah terang-terangan memihak dan mendukung golongan Islam Druze yang belakangan terlibat pertempuran sengit dengan golongan Kristen Falangis. Kunjungan Presiden Amin Gemayel ke Washington bulan ini -- kunjungan kedua dalam tempo setahun -- mencerminkan betapa gawatnya krisis Libanon. Seakan mengejek, beberapa jam sesudah pesawatnya bertolak ke AS, bandar udara Beirut diriuhkan oleh tembak-menembak roket antara Falangis dan Druze. Inilah bentrokan pertama di tempat itu sejak pasukan multinasional tiba 11 bulan silam. Radio Damaskus sementara itu menuduh Pemerintah Libanon cenderung membiarkan wilayahnya terbagi dua -- masing-masing di bawah pengaruh AS dan Israel. Benar atau tidak, yang pasti negeri itu terancam, dan bisa terkoyak-koyak, dicakar tentara pendudukan Israel yang menghadang di perbatasan Selatan dan tentara pendudukan Suriah yang mengancam dari Lembah Bekaa. Bencana seperti inilah sebenarnya yang harus dihindarkan sejak mula. Tapi apa daya. Dalam keadaan serba tidak menentu tiba-tiba utusan khusus Presiden Reagan, Philip C. Habib, diberitakan mengundurkan diri pula, Jumat silam, tanpa meninggalkan pesan-pesan. Ia digantikan Robert C. McFarlan, asisten deputi bidang keamanan nasional AS. Adalah misi Shultz yang gagal, bukan Habib. Perjanjian Israel-Libanon yang diprakarsai Shultz, Mei lalu sampai kini cuma kata-kata kosong di kertas. Akibat perjanjian itu, Suriah memperkuat diri, hingga upaya perdamaian terbentur jalan buntu. Diperkirakan Assad tidak akan bergeser sedikit pun, karena sasarannya tak lain merebut kembali Tanah Tinggi Golan dari kekuasaan Israel -- suatu upaya yang dipandang mustahil di Tel Aviv. Bekas perdana menteri Israel, Yitzak Rabin, menyimpulkan kebuntuan itu dalam kata-kata, "AS kehilangan peluang." Katanya, rencana perdamaian Reagan sudah tidak lagi mengandung harapan, sementara itu Washington akan mengurangi keterlibatannya di Timur Tengah dalam tempo 1« tahun menjelang pemilihan umum. Yang juga kehilangan peluang adalah Menahem Begin dan Yasser Arafat. Pemimpin Israel itu pekan silam menunda untuk kedua kalinya ke Washington, konon, karena kesehatan yang semakin memburuk. "Begin menderita sakit hingga tidak punya kemampuan untuk memutuskan," komentar surat kabar berhaluan bebas Haaretz. Arafat seperti yang terlihat juga tidak dapat berperan banyak mengatasi krisis Al-Fatah. Semua menunggu Assad. Apakah tongkat kepemimpinan dunia Arab akan berpindah ke tangan kepala negara Suriah itu?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus