Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dari mulut harimau ke mulut buaya

UU darurat dicabut, diikuti dengan peraturan khusus sebagai penggantinya. negara-negara barat belum memutuskan mencabut sanksi ekonominya. (ln)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK terdengar tepuk tangan menyambut Henryk Jablonski, ketika presiden Polandia itu mengumumkan pencabutan Undang-undang Darurat di depan Sejm (parlemen), pekan lalu. Jalan-jalan Kota Warsawa pun tetap lengang. Esoknya, beberapa ratus orang menonton upacara militer di Makam Prajurit Tak Dikenal, di tengah Lapangan Kemenangan. Pelaksanaan penghapusan UU Darurat memang dijatuhkan pada hari nasional -- ulang tahun ke-31 pembentukan konstitusi Republik Rakyat Polandia. Setelah diberlakukan 19 bulan dan sembilan hari, undang-undang yang mengundang protes di dalam dan luar negeri itu akhirnya dinyatakan hapus. Tetapi nasib dan wajah Polandia tidak serta merta berubah cerah. Perdana Menteri dan pemimpin Partai Komunis Polandia, Jenderal Wojciech Jaruzelski, memang telah membubarkan dewan militer yang memerintah Polandia di bawah UU Darurat (WRON). "Tetapi itu hanya di dalam nama, bukan dalam semangatnya," ujar seorang pengamat Barat. Rakyat Polandia sendiri tidak begitu kaget menerima kenyataan ini. Jauh sebelumnya, pemimpin serikat buruh terlarang Solidaritas, Lech Walesa, sudah mengingatkan, "pencabutan UU Darurat tidak akan membawa perubahan." Sementara itu, pemimpin bawah tanah Solidaritas, Zbigniew Bujak, mengimbau rekan-rekannya untuk tidak segera muncul ke permukaan, sebelum semuanya menjadi jelas. Mereka bersembunyi sejak Desember 1981. Penghapusan UU Darurat diikuti pengesahan "peraturan khusus", yang dalam banyak hal malah tambah mengekang. Apalagi dalam pidatonya di Sejm, Jaruzelski tampak tidak bergeming. "Polandia tetap menghadapi ancaman dari dalam dan luar negeri," katanya. "Tetapi anarki tidak bakal terulang. Para biang kerok kontrarevolusi jangan bermimpi yang bukan-bukan." Justru pada saat itu ke-460 anggota Sejm bertepuk tangan dengan teratur. Padahal, ancaman yang paling serius tampaknya bersumber pada kegagalan pemerintah Polandia membenahi ekonomi yang morat-marit. Kebobrokan ekonomi pulalah, antara lain, yang membangkitkan keresahan sekitar awal 1980. Agustus tahun itu, pemerintah dan wakil-wakil kaum buruh menandatangani Persetujuan Gdansk, yang menghalalkan berdirinya serikat buruh bebas Solidaritas. Tak tahan menanggung demonstrasi dan pemogokan bertubi-tubi yang dilancarkan Solidaritas, akhir Februari 1981 Partai Komunis Polandia mendudukkan Jenderal Jaruzelski ke kursi perdana menteri, menggantikan Jozef Pinkowski yang dinilai kurang trengginas. Jenderal yang menderita penyakit mata ini memberlakukan UU Darurat, 13 Desember tahun itu. Pemberlakuan UU Darurat otomatis membubarkan Solidaritas secara resmi. Lech Walesa tak lagi diakui sebagai pemimpin apa pun, bahkan sempat ditahan beberapa bulan. Tetapi perlawanan berjalan terus, terutama protes dari negeri-negeri nonkomunis. Barat, terutama AS, mengenakan sanksi ekonomi yang cukup berat terhadap Polandia. Terakhir, pemimpin umat Katolik, Paus Yohanes Paulus II, dalam kunjungannya ke negeri itu Juni lalu secara halus menyindir Jaruzelski perihal UU Darurat yang menekan kehidupan rakyat. Dalam pidatonya di Seim, Kamis minggu lampau, Jaruzelski bersikeras membantah pencabutan UU Darurat sebagai akibat sanksi Barat. "Belum pernah, dan tidak akan pernah, masalah dalam negeri kami dipengaruhi campur tangan asing," katanya. Sudah tentu Uni Soviet tidak termasuk hitungan "asing". Pencabutan UU Darurat, sebagaimana layaknya, disusul amnesti atas sejumlah tahanan politik. Tetapi angka-angka mengenai jumlah tahanan, sejak semula, simpang siur. Menurut pengakuan Warsawa, mereka hanya menahan 200 perusuh. Sumber-sumber lain menyebut angka 456, 800, bahkan 1.200 (1.050 di antaranya anggota Solidaritas). Para pejabat Washington malah menyebut angka 4.000. Sekitar 100 tahanan konon dibebaskan mulai Senin lalu. Yang mendapat amnesti resmi dikabarkan 650 tahanan. Kalau jumlah tahanan, sesuai pengakuan Warsawa, hanya 200, bagaimana mereka bisa memberi amnesti kepada 650 orang? "Peraturan khusus" pengganti UU Darurat memang tak bisa disambut dengan suka cita. Pada bagian pertamanya, peraturan itu memberi izin para manajer perusahaan (negara) mempekerjakan karyawan hingga 46 jam seminggu. Kemungkinan pindah pekerjaan nyaris tertutup. Perusahaan juga dilarang memberi keuntungan material kepada kaum buruh. Pemerintah diberi kekuasaan membekukan harga yang ditetapkan produsen untuk distributor, bahkan berkuasa mengarahkan jenis produksi perusahaan tertentu. Pasal ini bertentangan dengan prinsip program pembaruan ekonomi sebelumnya, yang bertujuan memberikan otonomi lebih luas kepada perusahaan. Hak-hak dewan karyawan dikekang, bahkan dewan seperti itu bisa dibubarkan bila dipandang membuat onar. Peraturan lama terhadap "parasit masyarakat" diperketat. Sasarannya ialah mereka yang dianggap pemalas, tetapi bisa juga para anggota Solidaritas yang menganggur, karena dipecat. Para anggota kabinet diberi kekuasaan untuk mencampuri urusan senat, dekan, rektor, dan staf fakultas, sampai tindakan memecat. Para mahasiswa dibatasi mengikuti organisasi pemuda yang tidak disenangi pemerintah. Guru dan mahasiswa bisa dipecat bila dipandang "melawan kepentingan pemerintah". Izin untuk menyelenggarakan rapat juga diperketat. Para penguasa diizinkan membubarkan dewan pimpinan perkumpulan kebudayaan. Pasal ini tampaknya dialamatkan kepada Persatuan Penulis Polandia, yang kerap kali membuat jengkel Partai Komunis. Hingga 1986, pembentukan serikat buruh nonpemerintah tidak dimungkinkan. Sensur juga bakal diperketat terhadap karya akademis, perpustakaan, buku asing, dan buletin organisasi. Mereka yang menyebarkan "keterangan palsu" dan bergabung dengan organisasi terlarang diancam hukuman kurungan sampai tiga tahun. Setelah amnesti, konon 80 tahanan tetap mendekam, termasuk tujuh tokoh Solidaritas dan lima tokoh Komite Pembelaan Buruh (KOR). Mereka yang sudah dilepas juga diancam hukuman penjara, bila kedapatan ambil bagian dalam kegiatan politik memusuhi pemerintah. Menanggapi "pencabutan UU Darurat" model begini, wajar para pemimpin Barat mengambil sikap hati-hati. Presiden AS Ronald Reagan, misalnya, segera akan berembuk dengan sckutu-sekutu Eropanya sebelum menentukan sikap. "Kalau Polandia sekadar melakukan langkah kosmetik, sulit bagi kita membicarakan pencabutan sanksi ekonomi," ujar seorang pejabat Gedung Putih. Padahal Polandia sangat mengharapkan keringanan membayar utangnya yang berjumlah US$ 26 milyar. Begitu pula fasilitas lain, misalnya, izin menangkap ikan di perairan Amerika Serikat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus