Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dunianya May Wong

Wong Sih Mooi alias May Wong divonis 14 tahun penjara di London karena mengedarkan candu. Pernah jadi peragawati, hostes di Singapura, membuka salon di Penang dan pengedar heroin untuk Inggris.

22 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA tak cantik. Tapi ia serba-mahal. Bajunya, yang dirancang begitu eksklusif, harganya harus paling tidak 50 ribu rupiah. Memiliki beberapa perhiasan saja, tapi dari harga yang paling mahal. Wong Shing Mooi alias May Wong, 30 tahun, adalah anak perempuan satu-satunya dari seorang pengusaha kaya di Hongkong yang kemudiah tinggal di Singapura. May dikirim sang ayah ke Inggeris, ke sebuah sekolah terpandang di Roedean. Pernah pula kursus peragawati di Wisma Pierre Balmain di Paris, May di tahun 1965 terpilih sebagai peragawati terbaik nomor empat -- setelah menyingkirkan tidak kurang dari 100 orang saingannya. Kembali ke Singapura tahun 1968, May tidak tinggal lama sebab harus segera terbang ke San Francisco untuk sebuah kontrak. Tahun 1969 May juga menandatangani kontrak dengan BBC untuk film seri teve berwarna dengan sebuah peran kecil saja. Pada tahun yang sama May terpilih sebagai peragawati terbaik di Singapura. Dia mendapat bayaran tertinggi waktu itu: tidak kurang dari Rp 400 ribu sebulan. 11 Januari kemarin, hakim Old Bailey di London menjatuhkan hukuman baginya. "Anda lahir dalam suapan sendok emas dan mendapat pendidikan terbaik di negeri ini", kata hakim kepada May Wong. "Tapi anda telah merencanakan untuk terjun dalam sebuah komplotan kriminil dengan alasan balas dendam atas terbunuhnya ayah anda. Padahal tujuh orang sudah diadili dalam perkara pembunuhan itu. Saya tidak bisa menerima alasan demikian. Anda berbuat semua itu untuk uang!" Diamorphine May Wong, dan kekasihnya Li Jaffar Mah, 26 tahun, masing-masing dijatuhi hukuman 14 tahun karena terbukti jadi kepala distribusi diamrphine, heroin berasal dari Tiongkok, untuk pemakai-pemakainya di London. Selain kedua orang tersebut telah dijatuhi hukuman pula seorang wanita Singapura, Molly Yeow, 33 tahun, dulunya seorang penata rarnbut. Molly kena 10 tahun, dan empat orang Malaysia, enam Tionghoa dari Hongkong, seorang Tionghoa dari Kalkuta dan seorang Australia, pasti akan mendapat hukuman berat pula. Dalam lingkup organisasi May Wong ini, mereka telah mengedarkan jutaan kilo heroin hasil selundupan. Tapi jalan hidup May Wong sendiri, seperti dikumpulkan wartawan Straits Timest sangat menarik. Pada umur 13 tahun May dikirim ayahnya ke Inggeris. Kembali dari sana ia membuka salon kecantikan dan butik di Penang. Menikah, lalu bercerai, lalu menikah lagi kali ini dengan seorang manajer kapal di Kula Lumpur. Desember 1971, ayah dan dua orang pegawai ayahnya dibunuh di Singapura. May, yang sudah jadi ibu dari tiga orang anak, tidak puas akan keputllsan pengadilan dalam kasus tersebut. Anak dan suaminya ditinggalkannya untuk kemudian menyelidiki hal kematiah ayahnya di Penang. Di tempat itu dia mengetahui sebuah komplotan kriminil yang dipimpin oleh raja bandit dari Singapura/Malaysia. Dengan alasan ingin berdekatan dengan ibunya, May kemudian pindah ke Singapura. Jadi hostes di salah satu klab malam di Orchard Road, dia kemudian terjun dalam Komplotan Kupu-kupu yang anggotanya perempuan semua. May terpilih sebagai kurir heroin untuk London dan Amsterdam, karena komplotan tersebut sedang kekurangan kurir. Kebetulan nula keala distribusi heroin di kedua tempat tersebut ditangkap polisi. Pendek kata, dengan gaya May, dia kemudian ditunjuk jadi kepala distribusi untuk Inggeris dan sekitarnya. May mulai bekerja di London, Maret 1975. Dia bisa terbang kembali untuk berlibur ke Singapura, kalau dia bisa menjial heroin sampai seharga œ 12.000 (Rp 8.400.000). Pada mulanya jumlah ini bisa dipenuhinya dalam waktu 6 bulan. Lama-lama, dengan semakin luas jaringan, jumlah tersebut bisa dicapai cuma dalam waktu empat minggu. Apalagi setelah May bertemu dengan Li Jafar Mah, laki-laki yang sudah punya anak isteri tapi mempunyai hutang dengan kepala komplotan karena judi. Keduanya saling cocok, saling bercinta dan oleh kepala komplotan diperkenankan pindah ke London. May, yang mengaku mempunyai simpanan lebih dari œ 50.000, dalam waktu singkat bisa menikmati hidup mewah bersama Mah di London. Mah yang selalu mengenakan sepatu buatan perancang mode termasyhur Pierre Cardin, jam tangan Rolex Oyster dan jas buatan Savile Row, bersama May sering keluar masuk restoran mahal, klab malam kelas satu dan naik mobil mewah. May hampir setiap bulan terbang ke Singapura, tinggal di sana sekitar 10 hari, menengok-anaknya yang diserahkan kepada pengasuh di Malaysia. Tukang Judi Ditariknya kembali uang May sekitar œ 3.000, membuat manajer bank bertanya-tanya. Alasan May waktu itu: untuk membayar hutang karena kalah judi. Juga ketika jumlah simpanannya bertambah: bank jadi semakin heran. Hampir setiap hari dia memasukkan œ 9.000, suatu jumlah yan amat menimbulkan curiga. Gerak-gerik May dan Mah kemudian menarik perhatian polisi. Pada suatu hari, May dan Mah pergi ke rumah Yeow si penata rambut. Polisi melihat May turun membawa bungkusan besar dan kembali lagi ke mobil tanpa bungkusan. Nama dan alamat Yeow didapat polisi dari pecandu yang tertangkap. Sebab kalau mereka ketagihan, mereka selalu menyebut nama dan nomor telepon Yeow. Dari rumah Yeow mereka berhenti lagi di sebuah jalan dan memberikan bungkusan putih kepada seseorang. Sebaliknya orang tersebut menyerahkan May uang œ 5. Polisi kemudian mengetahui jaringan distribusi yang lebih luas lagi. Bahwa perjanjian atau rapat biasanya diadakan di restoran di pecinan. Yeow juga menerima pesanan lewat telepon dalam kode-kode. May dan Mah kini tidak lagi jadi distributor langsung: ada agen-agennya yang rapi. Sampai pada suatu hari flat Yeow digerebek. Sebuah buku catatan yang berisi nomor telepon dan alamat May, jumlah candu yang telah dibagikan dan nama-nama komplotan mereka, komplit tertera. Polisi kemudian menyergap rumah May yang mewah. Kebetulan May - waktu itu bulan Oktober -- sedang ke Singapura. Tapi Mah ada. Polisi mencari akal bagaimana agar May kembali ke London. Sebuah telegram dikirim ke Singapura: agar May segera menelpon sebuah nomor karena Mah dan Yeow mendapat kecelakaan mobil. Juga sebuah nomor telepon lain: telepon Dr. Barker di sebuah rumah sakit. Nomor yang terakhir ini sebetulnya nomor telepon rumah Inspektur Polisi Beever. Betul saja, May menelpon Dr Barker". Rupanya May curiga Dia juga menelpon Bernadette, gadis tetangga Yeow. Tapi polisi pun sudah pasang kuda-kuda: Bernadette disuruh menceritakan kecelakaan buatan kalau May menelpon, dan polisi tetap mendekam di rumahnya. May berjanji kepada Dr. Barker akan segera datang dengan pesawat berikutya ke London. Tetapi lapangan terbang Heathrow telah dijaga polisi ketika May tiba bersama Tina, isteri Mah. Kepada polisi, sebelum May tiba, Mah telah mengaku semuanya, bahkan menunjukm gudang tempat menyimpan candu. Dalam flat yang dijadikan gudang terdapat candu seharga œ 700.000 dan dua pistol otomatis dengan peluru siap di dalam. "Tidak salah lagi, May Wong adalah otak semua ini. Dia begitu keras, tenang dan zalim", ujar seorang polisi. Sebab ketika yang lainnya panik dan ketakutan, May Wong tenang saja dan senyum. Dia tetap berpakaian apik dan bergaya sebaik mungkin bagai seorang peragawati di panggung. Hanya kini dia agak kurus sedikit. Teman-teman dan keluarga Mah kini mensuplai rokok, bajuan keperluan lainnya selama May ditahan. Ibunya, yang baru tahu anaknya terlibat komplotan penyelundup candu, terkejut sekali - dan hubungan ibu dan anak jadi tegang. Bekas suami May sudah tidak mau tahu apa-apa begitu May merobah hidupnya jadi hostes. Sejak ayahnya meninggal, baru sekarang inilah May menangis lagi. Ini terjadi ketika pembela menceritakan riwayat hidupnya. Pembela mengatakan bahwa sebetulnya May Wong sudah jera dan tidak akan berkecimpung lagi dalam dunia penyelundupan candu. Buktinya, beberapa barang berharga telah dibawanya serta ketika dia pulang ke Singapura. "Jera?", tanya seorang polisi. "Bah! Saya tidak percaya. Dia kembali karena candu itu. Candu 'kan uang. Cuma dia tidak tahu kalau Mah telah mengaku terus terang di mana letak gudang. Kedatangan May Wong pasti ada niatan, candu akan dipindahkan ke tempat lain yang lebih aman". May Wong dijatuhi 14 tahun hukuman penjara langsung karena telah mengedarkan candu seharga œ 500.000 sejak 1 Mei 1975 sampai 24 Oktober tahun yang sama. Kata jaksa: "Anda adalah penyebar kejahatan, penyakit dan bahkan kematian. Anda kini berjalan di lembah kematian".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus