KAYU ebony alias kayu hitam yang tumbuh di kabupaten Donggala
dan Poso, Sulawesi Tengah makin menjadi inceran pengusaha asing.
Selain mutu dan harganya tinggi, kayu keras berwarna llitam itu
amat langka di dunia. Menurut seorang pengusaha di Donggala,
mutu dan jumlah ebony yang terdapat di dua kabupaten Sulawesi
Tengah itu lebih unggul dari yang tumbuh di Bangladesh. Di
negeri almarhum Mujibur Rachman itu, ebony lebih di kenal
dengan sebutan kayu mawar (rose wood).
Untuk apa saja kayu hitam itu digunakan? Pengusaha itu menunjuk
pada patung Buddha setengah badan di Tokyo. Menurutnya, patung
yang seluruhnya terbuat dari ebony itu bisa mencapai harga 5
juta Yen atau Rp 7« juta. Selain untuk patung, ebony juga
digunakan untuk pelengkap bahan konstruksi rumah mewah,
dilekatkan di bagian dalam mobil mewah dan untuk pembuatan benda
antik lain. Di kabupaten Donggala dan Poso, potensi tiap hektar
yang 'matang terbang' -- yakni potlOII yang berdiameter 50 Cm ke
atas rata-rata adalah 4 ton. Sayang untuk menemukannya cukup
sulit, karena pohon ebony itu tumbuh di sela-sela pohon jenis
lain. Juga jarak sebuah pohon ebony dengan yang lain terpisah
500 meter.
Untuk mengangkut kayu hitam itu dari hutan sampai ke pantai juga
bukan soal yang mudah, bahkan terkadang mencapai jarak 25 Km.
Lebih-lebih bila diingat, ada kayu ebony gelondongan yang
beratnya sampai 2 ton. Setelah diangkut dengan tenaga manusia,
kayu hitam dari hutan itu diangkut gerobak sapi melalui jalan
kecil sampai ke terminal. Dari sana baru dibawa oleh traktor
Sampai ke tepi pantai.
Seperti umumnya nasib kayu lainnya, kayu hitam inipun praktis
diborong Jepang. Beberapa eksportir khusus kayu jenis ini yang
mendapat izin gubernur dan Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah,
umumnya berusaha dengan kredit bank pemerintah setelah ada
jaminan L/C dari para importir di Jepang. Pernah ada niat
Departemen Perdagangan agar ekspor kayu hitam itu dibatasi dalam
bentuk setengah jadi. Tapi selain pabrik pengolahan kayu
setengah jadi itu sampai sekarang belum ada, stok kayu tersebut
juga sudah banyak menumpuk sebelum keluarnya peraturan.
Untuk mencegah terulangnya harga jatuh sambil menjaga
kelestarian hutan, Gubernur dan Dinas Kehutanan telah menetapkan
jumlah produksi tahunan maksimal 5000 ton. Sebab pernah tahun
lalu harga itu dilorot oleh para pembeli di Jepang dari $AS 600
sampai $AS 200 per meter kubik f.o.b., sampai akhirnya mereka
berhenti membeli sama sekali. Alasannya: Nixon shokku alias
kejutan moneter gara-gara devaluasi dollar AS oleh Presiden
Nixon waktu itu. Namun sebenarnya, menurut beberapa sumber
TEMPO, para pembeli di Jepang sudah mencium ulah penebangan
kayu hitam yang sudah tak beraturan lagi dan takut stoknya
sebanyak 20 ribu ton yang sudah masuk ke Jepang, terpukul. Dan
memang, akibat permainan seorang pejabat yang kini sudah
ditindak, izin pengolahan lokal pernah mencapai 60 ribu ton.
Belum termasuk penebangan liar.
Keadaan yang fatal itu sempat disaksikan oleh beberapa pembeli
Jepang yang sering diajak eksportir masuk hutan. Ketika harga
kayu hitam sudah terbanting sama sekali batang-batang pohon
ebony itu dibiarkan saja tergeletak begitu saja di tengah hutan.
Untunglah jenis kayu keras itu tahan dibiarkan bernasib begitu,
walaupun bertahun-tahun lamanya. Kini, setelah langkah-langkah
pemerintah setempat itu berhasil memancing selera konsumen
kembali - Taiwan kabarnya sudah menawarkan harga $ 200/m3 --
tiba-tiba para pembeli Jepang datang mendekat lagi. Malah mereka
sudah berani menawarkan harga 2 X lipat tawaran Taiwan yaitu $
400/m3, f.o.b. Malahan sekarang kabarnya sudah ada eksportir
yang bisa mendapatkan harga $ 500. Maka pada eksportir yang
sudah lama berputus asa sambil terjerat hutang bank, mulai
ramai-ramai lagi melihat stoknya. Desember lalu sudah berhasil
dikapalkan 300 ton, dan disusul permintaan bulan Januari ini
sebanyak 1750 ton.
"Tapi jangan harap mereka bisa bebas menambah stok dengan
penebangan baru lagi", tutur seorang pejabat Kehutanan pada
TEMPO. Para pembeli juga, tidak diperkenankan lagi melongok
dalam hutan. Untuk mengawasi agar stok lama dihabisi dulu
petugas-petugas kehutanan sudah dimobilisir masuk hutan.
Pemerintah daerah sendiri yang berharap dapat menambah
pemasukannya dari royalties yang 70% masuk ka daerah, terus
meminta para eksportir untuk menjangkau pasaran baru. Terutama
Eropa. Sebab Jepang sendiri kabarnya hanya perantara yang
melempar produk kayu setengah jadi ke Eropa. Juga ke Kuwait yang
kabarnya tergila-gila dengan "berlian hitam" dari Sulawesi
Tengah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini