Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berlian Hitam Dari Sulawesi Tengah

Kayu ebony di Sulawesi Tengah merupakan komoditi ekspor. Pembeli utama Jepang. Pernah harga jatuh dan ekspor macet. Gubernur dan dinas kehutanan membatasi produksi tahunan maksimal 5000 ton. (eb)

22 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAYU ebony alias kayu hitam yang tumbuh di kabupaten Donggala dan Poso, Sulawesi Tengah makin menjadi inceran pengusaha asing. Selain mutu dan harganya tinggi, kayu keras berwarna llitam itu amat langka di dunia. Menurut seorang pengusaha di Donggala, mutu dan jumlah ebony yang terdapat di dua kabupaten Sulawesi Tengah itu lebih unggul dari yang tumbuh di Bangladesh. Di negeri almarhum Mujibur Rachman itu, ebony lebih di kenal dengan sebutan kayu mawar (rose wood). Untuk apa saja kayu hitam itu digunakan? Pengusaha itu menunjuk pada patung Buddha setengah badan di Tokyo. Menurutnya, patung yang seluruhnya terbuat dari ebony itu bisa mencapai harga 5 juta Yen atau Rp 7« juta. Selain untuk patung, ebony juga digunakan untuk pelengkap bahan konstruksi rumah mewah, dilekatkan di bagian dalam mobil mewah dan untuk pembuatan benda antik lain. Di kabupaten Donggala dan Poso, potensi tiap hektar yang 'matang terbang' -- yakni potlOII yang berdiameter 50 Cm ke atas rata-rata adalah 4 ton. Sayang untuk menemukannya cukup sulit, karena pohon ebony itu tumbuh di sela-sela pohon jenis lain. Juga jarak sebuah pohon ebony dengan yang lain terpisah 500 meter. Untuk mengangkut kayu hitam itu dari hutan sampai ke pantai juga bukan soal yang mudah, bahkan terkadang mencapai jarak 25 Km. Lebih-lebih bila diingat, ada kayu ebony gelondongan yang beratnya sampai 2 ton. Setelah diangkut dengan tenaga manusia, kayu hitam dari hutan itu diangkut gerobak sapi melalui jalan kecil sampai ke terminal. Dari sana baru dibawa oleh traktor Sampai ke tepi pantai. Seperti umumnya nasib kayu lainnya, kayu hitam inipun praktis diborong Jepang. Beberapa eksportir khusus kayu jenis ini yang mendapat izin gubernur dan Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah, umumnya berusaha dengan kredit bank pemerintah setelah ada jaminan L/C dari para importir di Jepang. Pernah ada niat Departemen Perdagangan agar ekspor kayu hitam itu dibatasi dalam bentuk setengah jadi. Tapi selain pabrik pengolahan kayu setengah jadi itu sampai sekarang belum ada, stok kayu tersebut juga sudah banyak menumpuk sebelum keluarnya peraturan. Untuk mencegah terulangnya harga jatuh sambil menjaga kelestarian hutan, Gubernur dan Dinas Kehutanan telah menetapkan jumlah produksi tahunan maksimal 5000 ton. Sebab pernah tahun lalu harga itu dilorot oleh para pembeli di Jepang dari $AS 600 sampai $AS 200 per meter kubik f.o.b., sampai akhirnya mereka berhenti membeli sama sekali. Alasannya: Nixon shokku alias kejutan moneter gara-gara devaluasi dollar AS oleh Presiden Nixon waktu itu. Namun sebenarnya, menurut beberapa sumber TEMPO, para pembeli di Jepang sudah mencium ulah penebangan kayu hitam yang sudah tak beraturan lagi dan takut stoknya sebanyak 20 ribu ton yang sudah masuk ke Jepang, terpukul. Dan memang, akibat permainan seorang pejabat yang kini sudah ditindak, izin pengolahan lokal pernah mencapai 60 ribu ton. Belum termasuk penebangan liar. Keadaan yang fatal itu sempat disaksikan oleh beberapa pembeli Jepang yang sering diajak eksportir masuk hutan. Ketika harga kayu hitam sudah terbanting sama sekali batang-batang pohon ebony itu dibiarkan saja tergeletak begitu saja di tengah hutan. Untunglah jenis kayu keras itu tahan dibiarkan bernasib begitu, walaupun bertahun-tahun lamanya. Kini, setelah langkah-langkah pemerintah setempat itu berhasil memancing selera konsumen kembali - Taiwan kabarnya sudah menawarkan harga $ 200/m3 -- tiba-tiba para pembeli Jepang datang mendekat lagi. Malah mereka sudah berani menawarkan harga 2 X lipat tawaran Taiwan yaitu $ 400/m3, f.o.b. Malahan sekarang kabarnya sudah ada eksportir yang bisa mendapatkan harga $ 500. Maka pada eksportir yang sudah lama berputus asa sambil terjerat hutang bank, mulai ramai-ramai lagi melihat stoknya. Desember lalu sudah berhasil dikapalkan 300 ton, dan disusul permintaan bulan Januari ini sebanyak 1750 ton. "Tapi jangan harap mereka bisa bebas menambah stok dengan penebangan baru lagi", tutur seorang pejabat Kehutanan pada TEMPO. Para pembeli juga, tidak diperkenankan lagi melongok dalam hutan. Untuk mengawasi agar stok lama dihabisi dulu petugas-petugas kehutanan sudah dimobilisir masuk hutan. Pemerintah daerah sendiri yang berharap dapat menambah pemasukannya dari royalties yang 70% masuk ka daerah, terus meminta para eksportir untuk menjangkau pasaran baru. Terutama Eropa. Sebab Jepang sendiri kabarnya hanya perantara yang melempar produk kayu setengah jadi ke Eropa. Juga ke Kuwait yang kabarnya tergila-gila dengan "berlian hitam" dari Sulawesi Tengah itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus