Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Keputusan Panik ?

Pemanfaatan pergudangan Cakung menurut Arifin, Dir-Ut PT BWI A.L: sebagai gudang bea cukai dan gudang wilayah perdagangan bebas. Perlu inpres untuk memadukan fungsi-fungsi tersebut.

22 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUDANG-GUDANG di Cakung kabupaten Bekasi sampai sekarang masih banyak yang kosong. Dengan kapasitas 150 ribu MÿFD gudang tertutup, ditambah dengan gudang terbuka 100 ribu MÿFD, pergudangan yang dibangun BULOG di atas areal seluas 120 Ha itu belum punya banyak langganan. Fihak Bea Cukai baru menggunakan 4 gudang. Itupun untuk menampung barang-barang impor yang dinyatakan "tak bertuan". Bulog sendiri - yang juga telah membangun 8 gudang beras modern berkapasitas 140 ribu ton -- ada menyewa 4 gudang umum untuk menyimpan stok berasnya yang berlebih menghadapi musim paceklik tahun 1976/1977. Bagaimana sebaiknya memanfaatkan pergudangan di Cakung, yang kapasitasnya dua kali lebih dari gudang-gudang di Tanjung Priok? Seorang pejabat yang bertugas di Cakung beranggapan "keputusan membangun gudang sebanyak itu sebenarnya merupakan keputusan panik", katanya. Pejabat itu menunjuk pada krisis bahan bakar 1974 yang menaikkan harga sejumlah barang impor. Maka Pemerintah pun kemudian memutuskan untuk segera membentuk stok nasional bagi barang-barang penting. Seperti beras, semen dan pupuk. Pada saat yang sama, kongesti di pelabuhan Priok memang sedang hebat-hebatnya. Cudang-gudang di lini pertama yang sebenarnya berfungsi sebagai tempat parkir barang impor selama 2 sampai 3 minggu, waktu itu jadi tempat penimbunan barang sampai setahun lamanya Pejabat tersebut bersama para rekannya memang sedang memutar otak untuk mencari langganan gudang lebih banyak. "Beberapa calon memang sudah ada", katanya. Dirut PT Bonded Warehouse Indonesia (BWI) yang baru, Arifin Prawirakusumah, melihat 4 kemungkinan untuk memanfaatkan Cakung. Menurutbekas Dirut PT Sucofindo itu, Cakung harus melanjutkan fungsinya yang sekarang ini, yakni sebagai gudang Bea Cukai. Tapi sebagian kompleks pergudangan di Cakung perlu difikirkan untuk digunakan sebagai gudang wilayah perdagangan bebas (free trade zone). Dengan kata lain, supaya para pensuplai dari luar negeri dibolehkan untuk menyewa gudang, agar sebagian stok barang mereka selalu berada dekat dengan pasaran. "Dengan begitu pensuplai yang jauh dari Asia dapat bersaing dengan para pedagang dari Hongkong dan Singapura yang sekarang ini hampir mendominir pasaran di sini", kata Arifin. Kemungkinan lain adalah memanfaatkan Cakung sebagai perpanjangan dari gudang-gudang di pelabuhan Priok yang makin sesak itu. Sedang yang terakhir, Arifin mengharapkan agar' Cakung bisa digunakan sebagai pengganti gudang-gudang yang masih ada di tengah kota Jakarta, yang menurut rencana DKI mau dihapus demi kerapian tata-kota dan lalu-lintas. Usul Arifin adalah agar keempat kemungkinan itu dapat dijalankan sekaligus. "Baru dengan jalan itu pemanfaatan fasilitas gudang terbesar di Indonesia itu dapat dipertinggi", katanya. Tapi susahnya - dan hal itu juga disadari oleh dirut BWI itu --, keempat fungsi itu berada di bawah pengawasan instansi yang berbeda: gudang Bea Cukai di bawah pengawasan Departemen Keuangan. Gudang wilayah bebas di bawah Departemen Perdagangan. Perpanjangan dari gudang pelabuhan di bawah Dirjen Perhubungan Laut, Deperhub. Sedang pemindahan gudang-gudang di Jakarta berada di bawah Perdagangan lagi. "Jadi hal ini sulit diputuskan untuk dijalankan secara serempak. Kecuali dengan instruksi Presiden", katanya. Nah, keputusan Presiden sudah ke luar akhir 1976 yang lalu: Proyek Cakung yang tadinya di bawah PT BWI, kini diurus oleh Persero baru di bawah Departemen Perdagangan. Tapi di situ hanya disebutkan bahwa Persero yang mengurusi soal-soal pergudangan itu diawasi oleh Menteri Perdagangan. Sedang rancangan Anggaran Dasarnya serta pengelolaan modalnya harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Juga tidak disebutkan bagaimana nasib PT BWI yang sampai kini umumnya dikenal sebagai aparat Departemen Perdagangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus