GUDANG-GUDANG di Cakung kabupaten Bekasi sampai sekarang masih
banyak yang kosong. Dengan kapasitas 150 ribu MÿFD gudang
tertutup, ditambah dengan gudang terbuka 100 ribu MÿFD,
pergudangan yang dibangun BULOG di atas areal seluas 120 Ha itu
belum punya banyak langganan. Fihak Bea Cukai baru menggunakan
4 gudang. Itupun untuk menampung barang-barang impor yang
dinyatakan "tak bertuan". Bulog sendiri - yang juga telah
membangun 8 gudang beras modern berkapasitas 140 ribu ton --
ada menyewa 4 gudang umum untuk menyimpan stok berasnya yang
berlebih menghadapi musim paceklik tahun 1976/1977.
Bagaimana sebaiknya memanfaatkan pergudangan di Cakung, yang
kapasitasnya dua kali lebih dari gudang-gudang di Tanjung Priok?
Seorang pejabat yang bertugas di Cakung beranggapan "keputusan
membangun gudang sebanyak itu sebenarnya merupakan keputusan
panik", katanya. Pejabat itu menunjuk pada krisis bahan bakar
1974 yang menaikkan harga sejumlah barang impor. Maka Pemerintah
pun kemudian memutuskan untuk segera membentuk stok nasional
bagi barang-barang penting. Seperti beras, semen dan pupuk.
Pada saat yang sama, kongesti di pelabuhan Priok memang sedang
hebat-hebatnya. Cudang-gudang di lini pertama yang sebenarnya
berfungsi sebagai tempat parkir barang impor selama 2 sampai 3
minggu, waktu itu jadi tempat penimbunan barang sampai setahun
lamanya Pejabat tersebut bersama para rekannya memang sedang
memutar otak untuk mencari langganan gudang lebih banyak.
"Beberapa calon memang sudah ada", katanya.
Dirut PT Bonded Warehouse Indonesia (BWI) yang baru, Arifin
Prawirakusumah, melihat 4 kemungkinan untuk memanfaatkan Cakung.
Menurutbekas Dirut PT Sucofindo itu, Cakung harus melanjutkan
fungsinya yang sekarang ini, yakni sebagai gudang Bea Cukai.
Tapi sebagian kompleks pergudangan di Cakung perlu difikirkan
untuk digunakan sebagai gudang wilayah perdagangan bebas (free
trade zone). Dengan kata lain, supaya para pensuplai dari luar
negeri dibolehkan untuk menyewa gudang, agar sebagian stok
barang mereka selalu berada dekat dengan pasaran. "Dengan begitu
pensuplai yang jauh dari Asia dapat bersaing dengan para
pedagang dari Hongkong dan Singapura yang sekarang ini hampir
mendominir pasaran di sini", kata Arifin.
Kemungkinan lain adalah memanfaatkan Cakung sebagai perpanjangan
dari gudang-gudang di pelabuhan Priok yang makin sesak itu.
Sedang yang terakhir, Arifin mengharapkan agar' Cakung bisa
digunakan sebagai pengganti gudang-gudang yang masih ada di
tengah kota Jakarta, yang menurut rencana DKI mau dihapus demi
kerapian tata-kota dan lalu-lintas.
Usul Arifin adalah agar keempat kemungkinan itu dapat dijalankan
sekaligus. "Baru dengan jalan itu pemanfaatan fasilitas gudang
terbesar di Indonesia itu dapat dipertinggi", katanya.
Tapi susahnya - dan hal itu juga disadari oleh dirut BWI itu --,
keempat fungsi itu berada di bawah pengawasan instansi yang
berbeda: gudang Bea Cukai di bawah pengawasan Departemen
Keuangan. Gudang wilayah bebas di bawah Departemen Perdagangan.
Perpanjangan dari gudang pelabuhan di bawah Dirjen Perhubungan
Laut, Deperhub. Sedang pemindahan gudang-gudang di Jakarta
berada di bawah Perdagangan lagi. "Jadi hal ini sulit diputuskan
untuk dijalankan secara serempak. Kecuali dengan instruksi
Presiden", katanya.
Nah, keputusan Presiden sudah ke luar akhir 1976 yang lalu:
Proyek Cakung yang tadinya di bawah PT BWI, kini diurus oleh
Persero baru di bawah Departemen Perdagangan. Tapi di situ
hanya disebutkan bahwa Persero yang mengurusi soal-soal
pergudangan itu diawasi oleh Menteri Perdagangan. Sedang
rancangan Anggaran Dasarnya serta pengelolaan modalnya harus
mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Juga tidak disebutkan
bagaimana nasib PT BWI yang sampai kini umumnya dikenal sebagai
aparat Departemen Perdagangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini