Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Gebrakan kedok hitam

Wawancara dengan jaringan tv amerika abc, 14 september, untuk mengingatkan as supaya tidak terpancing. (ln)

24 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MERIAM lima inci di geladak USS Bowen dan John Rodgers sibuk menghantam sasaran penting, jauh ke balik garis pertahanan yang dikuasai Suriah di Libanon. Gempuran gencar itu dilancarkan selama tiga hari berturut-turut -- sejak Jumat pekan silam. Fregat dan kapal perusak itu adalah dua dari 12 kapal perang Armada Keenam AS yang berjaga-jaga di perairan Libanon, untuk melindungi pasukan penjaga perdamaian mereka, juga tentara Prancis dan Italia. Juru bicara Marinir AS Charles Rowe menyatakan, meriam-meriam itu terpaksa digunakan karena sebelumnya dari arah timur Beirut, tembakan roket mengganas, membahayakan keselamatan orang Amerika. Memang, rumah duta besar AS di Beirut Timur terancam tembakan roket, begitu pula gedung kedutaan Amerika di Beirut Barat. Namun, yang lebih serius ialah sudah tercatat empat marinir AS tewas dan 25 terluka gara-gara posisi mereka campur-aduk dengan posisi pasukan Kristen Falangis -- setidaknya itulah yang dituduhkan sebuah sumber dari kalangan Druz. Apakah benar sebabnya begitu sederhana? Jelas tidak. Korban di kalangan Prancis lebih besar: 16 tewas, 44 luka-luka. Sebagai protes, Prancis unjuk perasaan dengan menerbangkan dua bomber Super-Etendard-nya di angkasa Beirut. Disusul dua jet tempur AS, F-14 Tomcats. Tapi yang pahng memancing kemarahan Presiden Suriah Hafez Assad tetaplah gempuran USS Bowen dan John Rodgers -- yang mengirimkan 30 sampai 60 roket ke posisi artileri Suriah. Sebagai balasan Suriah, Ahad silam, menembaki kota pelabuhan Byblos dan beberapa desa kunci, seperti Bourj, Hammoud, Ashrafiyeh, Doura, dan Sin el-Fil. Itu pun tidak cukup. Pada hari yang sama, Radio Damaskus menyiarkan perintah harian Assad: semua pasukan Suriah diharuskan membalas tiap serangan Amerika, baik dari darat, laut, maupun udara. Adakah ini awal dari sebuah peran besar yang tidak bisa dihindarkan? Jawabannya belum tersedia sekarang. Suriah, dengan 40.000 tentara yang sangat terkonsolidasi di Lembah Bekaa dan sekitar Beirut berikut penasihat militer Uni Soviet yang dipinjamkan sementara, kelihatannya bukan saja memanfaatkan "kekosongan" yang ditinggalkan Israel, juga cenderung bermain api terlalu jauh. Apalagi angkatan darat Libanon belum berhasil menguasai keadaan, sementara pasukan perdamaian juga tidak dapat bergerak leluasa. Kendati Presiden Ronald Reagan mengirimkan tambahan 2.000 marinir lagi memperkuat 1.200 orang yang sudah ada, jumlah ini tidak membuat suhu perang di Libanon menjadi lebih dingin. Sementara itu, minggu lalu sebuah fregat Uni Soviet membuntuti kapal pengangkut Dwight D. Eisenhower di lepas pantai Beirut. Perilaku kapal itu baik sekali," lapor Kapten Kent Siegel dari kapal tempur USS Tawara. Fregat Soviet itu agaknya ingin menyampalkan isyarat pada AS agar berhati-hati. Tanpa isyarat Soviet pun sudah jelas bahwa situasi Libanon makin rawan. Masalahnya kini adalah bagaimana supaya peningkatan krisis bisa dicegah, dan konfrontasi terbuka, misalnya AS lawan Suriah, dapat dihindarkan. Dalam hal yang disebut terakhir, andai kata Washington memang punya persiapan matang, tentulah ada yang sudah dapat dibahas dalam pembicaraan antara utusan khusus AS Robert Mc Farlane dan Hafez Assad. Ternyata sebegitu jauh, dialog dua jam itu tidak menjembatani kedua pihak. Juga upaya juru penengah Arab Saudi Pangeran Bandar bin Sultan. Ganjalannya? Konon karena golongan Druz, yang didukung Suriah, menuntut agar Tentara Libanon keluar dari pegunungan Shouf, wilayah kekuasaan mereka turun-temurun. Bentrokan senjata yang menginjak pekan ketiga di Libanon memang bermula dari usaha memperebutkan pegunungan Shouf. Meski Presiden Amin Gemayel menyadari bahwa operasi Shouf bukanlah tugas mudah bagi tentaranya, ia belum mau mundur dari rencananya semula: Shouf harus dikuasai. Untuk melancarkan gerakan tentaranya yang tersendat-sendat di sekitar pegunungan itu, maka dikerahkan perlindungan dari lima jet Hawker Hunter. Malang bagi Gemayel, dua Hawker tertembak -- satu mencebur ke laut, dan satu lagi masih sempat mendarat. Posisi yang diperebutkan Druz dan tentara Libanon ialah kota kecil strategis Souk El-ghrab, 13 km di tenggara Beirut, yang merupakan salah satu kunci masuk ke Ibukota Libanon. Mayoritas penduduk Souk adalah Kristen, tapi mereka tidak dapat berbuat banyak. Kota itu dikepung ketat milisi Druz, yang banyak dibantu gerilyawan Palestina. Kecamuk berdarah di Libanon kini makin rumit karena Amal, pasukan sukarela golongan Syi'ah, ikut bergerak dari arah selatan Beirut. Mereka terlihat menggunakan kedok hitam. Tentara Merah Jepang, menurut surat kabar Yomiuri Shimbun juga ikut beraksi di pihak Druz. Dalam keadaan serba tidak menentu, Gemayel menegaskan, "yang paling penting sekarang ialah menghentikan pertempuran." Diakui Gemayel, kehadiran pasukan Suriah memang merepotkan. Ia bahkan menuduh Suriah berada di balik segala pergolakan yang membuat Libanon tambah berantakan. Meskipun begitu, Gemayel cenderung mengatasinya lewat penyelesaian politlk dan ia menyebut-nyebut pelimpahan kekuasaan yang lebih pantas untuk golongan Syi'ah dan Druz. Gemayel, yang dianggap masih bisa bertahan semata karena dukungan AS, tampaknya semakin pasif. Benar, angkatan darat Libanon (berkekuatan 32.000 orang), yang diandalkannya sekarang, bukan tidak mungkin akan muncul sebagai kekuatan paling tangguh, kelak. Namun, selagi mereka dicurigai mewakili satu kelompok tertentu saja, golongan Kristen umpamanya, selama itu pula diragukan peran dan potensinya sebagai faktor pemersatu. Apalagi, pemerintah pusat tidak kuat -- setidaknya karena Gemayel tetap dipandang hanya mewakili kepentingan Kristen Falangis. Jadi, tidak heran jika pemimpin Druz, Walid Jumblatt, segera memanfaatkan "kekosongan" yang ditinggalkan Israel. Kini malah dikhawatirkan, unsur-unsur yang tidak langsung mendukung Druz tiba-tiba berhasil menggalang persatuan. Jika ini kesampaian, maka kejatuhan Gemayel sudah bisa diramalkan. Bukankah Jumblatt (lihat: Sebelum Pecah Perang Saudara) sudah mengingatkan kemungkinan terjadinya perang saudara? Yang tidak kurang mengerikan dari perang saudara memang sudah terjadi -- hanya dalam tempo lima hari sesudah pasukan Israel bergerak ke selatan, awal September. Diperkuat pasukan tank Suriah, Druz melancarkan gerakan pembersihan di Kota Bhamdoun yang terletak di jalan raya Beirut-Damaskus. Di sini, menurut laporan Goskun Aral, juru potret Newsweek, lebih kurang 300 mayat bergelimpangan di jalan-jalan. Sebagian mayat menunjukkan tanda-tanda diseret keliling kota. Sementara itu, tersiar pula desas-desus tentang pembantaian di Libanon. Disebut-sebut 450 orang tewas, dan 1.000 luka-luka. Akibat berita itu, ribuan orang jadi panik dan meninggalkan desa mereka, baik Druz ataupun Kristen Falangis. Libanon adalah negeri yang selalu mengandung 1001 kemungkinan. Sesudah Druz "diduga" melakukan pembantaian, Ahad lalu, berlangsung upacara berkabung di kamp pengungsi Sabra dan Shatila di Beirut Barat. Sehelai bendera hitam dikibarkan, 500 orang berkumpul di sekeliling kubur massal, tempat sekitar 300 orang Palestina dan Libanon terbantai di tangan Falangis dan tentara Israel, setahun yang lalu. Teror pembunuhan tiga hari berturut-turut yang menelan korban sekitar 1000 orang itu masih lekat dalam ingatan mereka. Di pihak lain, Falangis, yang masih terlibat pembantaian Sabra dan Shatila, kini justru mengimbau sebuah komite internasional untuk menyelidiki pembunuhan orang Kristen yang dilakukan para Druz, di beberapa desa, dua pekan ialu. Sementara hiruk-pikuk pembantaian dan dentuman roket bersahut-sahutan, pemimpin PLO Yasser Arafat menyusup ke Tripoli, basis PLO di Libanon, Sabtu silam. Kehadirannya di sana diduga erat kaitannya dengan pergolakan Libanon dan keterlibatan PLO. Kini di AS juga sedang dipermasalahkan: Apakah tentara Amerika menghadapi situasi permusuhan di Libanon? Apakah penempatan tentara semacam itu tidak perlu mendapat dukungan Kongres? Pro dan kontra ramai juga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus