SEORANG nyonya mencoba bertindak bak detektif partikelir,
menelusuri ketidakberesan jaringan telepon. Suatu pagi ia
mengangkat telepon dan memutar nomor 734969. Terdengar sahutan:
"Hotel Garden selamat pagi... " Pembicaraan pun berlangsung
sebentar. Maka nyonya itu pun merasa pasti ada ketidakberesan.
Ia lantas menghubungi polisi Kores 704, Jakarta Selatan. Kasus
ini memang terjadi di kawasan itu. Soalnya, nomor telepon yang
dihubungi nyonya tersebut tak lain dan tak bukan adalah nomor
telepon yang selama ini tercatat atas namanya sendiri. Dan sudah
sejak lama, oleh Perumtel Wilayah IV DKI Jakarta, nomor itu
dinyatakan rusak.
Bersama anggota polisi yang kemudian datang, Tati R. Tanjung,
nyonya tersebut, mengusut lebih lanjut ke Hotel Garden. Benar
saja, salah satu nomor telepon hotel itu persis nomor telepon
Nyonya Tati. Kasus ini kini ditangani Kores 704 untuk dicari
siapa yang harus bertanggung jawab atas nomor kembar ini, tutur
nyonya itu kepada TEMPO.
Peristiwa di akhir Juli itu baru diungkapkan sekarang, ketika
ketidakberesan rekening telepon ramai dibicarakan. Ini bisa
menjadi bukti kuat atas dugaan orang selama ini bahwa jaringan
telepon tidak aman. Bahkan kepada TEMPO direktur utama Perumtel,
Wily Munandir, mengakui jaringan telepon bisa diutak-atik.
"Secara teknis bisa saja orang berbuat begitu, hingga
menyebabkan kenaikan pulsa pada nomor tertentu," kata Willy dua
pekan lalu. "Apa ada orang bilang bank tidak bisa digarong?"
kilahnya.
Masalahnya kini, tak semua pelanggan telepon yang merasa
dirugikan bisa menemukan kecurangan dengan mudah. Nyonya Tati
sendiri, Deputy General Manager Hotel Kemang, pada mulanya tak
acuh soal rekening. Telepon pribadinya pun kantornya yang
membayar. Baru ketika kantornya menegur bahwa rekening telepon
Nyonya Tati bulan Juni dan Juli melonjak tinggi (Rp 69.200 dan
Rp 100.200), ia jadi curiga. Sebab, selama itu ia tak
mengutik-ngutik 734969. Selama itu, ia menggunakan telepon
dengan saluran nomor telepon Hotel Kemang. Bukankah 734969
dinyatakan rusak? Untunglah, dengan bantuan karyawan teknik
hotelnya, dengan cara yang begitu sepele, akhirnya ditemukanlah
nomor kembar itu, dl hotel tetangganya di satu kawasan.
Yang seru, penemuan Nyonya Tati ini tak hanya membuktikan
kemungkinan adanya "utak-atik" pada jaringan telepon. Yang
dikatakan Irjen Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi
Seno Hartono, kepada TEMPO dua pekan lalu, sebelum bekas
panglima Kowilhan IV itu naik haji, mungkin memang benar. "Orang
harus streng, disiplin," katanya. "Di sipil tidak ada cara
seperti itu, makanya kacau terus. Korupsi merajalela."
Setidaknya korupsi moral dan mental yang merugikan pelanggan.
Sebab, bila saja Nyonya Tati mendapat rekening untuk nomor
734969 dan Hotel Garden juga menerima tagihan atas nomor
tersebut, berarti ada dua rekening untuk satu nomor yang sama.
Pasti, yang satu aspal alias asli tapi palsu. Ini tentunya bukan
permainan orang teknik, tapi administrasi. Hasnil, General
Manager Hotel Garden Senin malam yang lalu membenarkan hotelnya
memiliki nomor 734969. Ia, kepada wartawati TEMPO yang
meneleponnya, mengatakan memasang nomor itu dengan resmi. Namun,
ia tak tahu pengurusannya, karena hal itu dilakukan oleh
karyawannya yang mengurus soal-soal semacam itu. Ia pun tak tahu
apakah nomor tersebut ada tagihan resminya tiap bulan.
Soal rekening asli tapi palsu memang baru dugaan. Tapi ini
mengingatkan pendapat Achmad Subagio, wakil ketua Komisi IV
DPR-RI, yang getol agar pelanggan telepon "diperlakukan secara
adil." Kepada TEMPO lewat telepon, Subagio, yang berada di
Purwokerto, Senin lalu mengatakan: "Saya tetap pada pendirian
saya bahwa masalah langganan telepon adalah masalah jual-beli."
Maksudnya, "berapa jumlah yang dibeli harus diketahui kedua
belah pihak." Kalau jumlah itu hanya diketahui satu pihak, dalam
hal ini pihak Perumtel yang membuat rekening berdasar angka
pulsa di Sentral Telepon Otomat, "itu tidak adil."
Subagio tidak menutup adanya kemungkinan catatan jumlah pada
pihak pelanggan dimanipulasi. Tapi bila ada ketidakcocokan
antara jumlah pulsa di pelanggan dan di STO, bagi sekretaris
F-PDI itu, pihak Perumtel-lah yang harus mengusutnya. "Kalau
ternyata pelanggan salah, suruh mereka bayar. Tapi dengan
bukti-bukti, dan karena itu jual-beli baru bisa dikatakan adil,"
ujarnya.
Subagio pun tak percaya gagasan Achmad Tahir, menteri pariwisata
pos, dan telekomunikasi, bisa berjalan baik. Senin siang yang
lalu sehabis mengadakan pertemuan dengan Mensesneg Sudharmono,
A. Tahir bercerita kepada TEMPO perihal idenya mengadakan
"siskamling" di sekitar titik pembagi dan rumah kabel. "Kalau
yang melakukan sambungan kabel gelap itu orang dalam, bagaimana
bisa diawasi?" kata Subagio pula mengomentari itikad baik
Menteri.
Jadi? Subagio tetap berkukuh pentingnya ada cara pencatatan
jumlah pulsa tiap bulannya tidak saja di STO tapi juga di rumah
pelanggan. "Agar tidak selalu deg-degan kalau nunggu tagihan
telepon."
Direktur Utama Perumtel, seperti dikatakan dalam wawancara
dengan TEMPO di Bandung, tetap berkukuh pencatatan pulsa di
Pelanggan belum perlu. Alasannya ia belum tahu-menahu adanya
alat itu. "Kalau toh ada, itu harus diuji-coba Perumtel dulu,
"Biarkanlah telepon sebagaimana adanya, jangan
ditambah-tambahi," katanya.
Repotnya, tetap ada sejumlah pelanggan yang pulsa telepon mereka
terus naik, sementara mereka tak merasa menggunakannya sebanyak
itu. Memang, setelah soal ini ramai dibicarakan di media massa
dan di DPR-RI, ada kecenderungan jumlah pelanggan pengadu turun.
Di Bandung misalnya, bila bulan Maret ada 95 pelanggan mengadu,
Juni turun menjadi hanya 46, dan Agustus yang lalu cuma ada 24
pengadu. Menurut dugaan pihak Perumtel, "mungkin karena para
pelanggan telah mengerti dan menyadari cara pemakaian telepon
yang sebenarnya, kata Soedarsono, kepala Seksi Pengaduan Pulsa
Kantor Telepon Bandung.
Tapi, bila bicara soal kemungkinan, bisa saja karena pelanggan
telepon gelap takut ketahuan dan menurunkan kegiatannya. Irjen
Seno Hartono dan Menteri A. Tahir sudah bertekad "ingin membasmi
sampai tuntas", kejahatan di kabel telepon. Bukannya tak
mungkin, kasus nomor Nyonya Tati ternyata banyak terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini