TAK lama setelah kaum penentang Syah Iran menyorakkan kemenangan sembari berpawai di jalan raya Teheran, Januari 1979, revolusi mereka mengikuti pola klasik tiap revolusi: memakan anak-anaknya sendiri. Ayatullah Rohullah Khomeini muncul dengan dukungan kaum mulah. Sejumlah bekas teman seperuangan menemul ajal atau terpenjara. Sadeq Ghotbzadeh, bekas tokoh revolusi yang kemudian jadi menteri iuar negeri Iran, dituduh berusaha menggulingkan sang Ayatullah. Ia dihukum tembak September 1982 lampau. Agustus, sebelumnya 70 perwira pendukungnya dieksekusi pula. Mehdi Bazargan, bekas perdana menteri juga disingkirkan. Bani Sadr, yang pernah menduduki kursi kepresidenan jatuh. Setiap gerakan oposisi di Iran berhadapan paling tidak dengan tiga kekuatan pokok yang siap menyudahi siapa pun yang menghendaki kejatuhan Imam Khomeini. Salah satu di antara kekuatan ini ialah Pasdaran, pengawal revolusi. Mereka tenaga yang andal, tangan kanan para mulah. Ajoman Islami ialah kelompok kedua, kekuatan yang digalang pemerintah di kalangan para pekerja dan di sekolah-sekolah. Yang terakhir, yang senantiasa berpatroli di Jalan raya, ialah Hisbullah. Pasdaran-lah yang menjegal gerakan Mu tidak bermutunya masih ada seperti: Etehad Baraye Azadi juga mendukung Bakhtiar dan Iran Azad yang dipimpin seorang keluarga Syah. Semua itu oposisi kanan. Sementara itu, yang kiri juga punya beberapa pecahan kecil. Ke dalamnya termasuk minoritas Partai Demokratik Kurdistan yang bergabung dengan Rajavi, serta Fedayeen. Yang terakhir ini berhaluan Marxis tapi, karena ragu menentukan sikap terhadap Khomeini, akhirnya terpecah tiga: Fedayeen Mayoritas, Fedayeen, dan Fedayeen Minoritas. Agaknya, yang Minoritas itulah yang melancarkan serangan tak bersenjata ke beberapa kedutaan dan kantor perwakilan di beberapa kota di Eropa, April silam, tanpa hasil Dalam garis besarnya, semua oposisi yang berpangkalan di luar Iran sampai kini belum mencatat hasil penting. Terakhir Dewan Nasional Perlawanan Iran yang dipimpin Rajavi patah arang dengan Bani Sadr. Soalnya, Rajavi mengadakan kerja sama dengan Irak. Dalam keterangan per telepon yang diberikan Rajavi pada Nasir Tamara, Senin malam di Paris, disebutkan bahwa Dewan tidak akan mengubah politik ataupun program mereka. Hubunvan denan Irak Ibina demi kepentingan rakyat Iran. Itu dianggap tidak mengurangi kredibilitas Dewan meskipun pendukung Mujahiddin tak sedikit yang menyatakan hubungan dengan Irak itu sebagai salah besar". Tanpa Bani Sadr yang semula menurut deklarasi Dewan akan menjabat presiden Iran - bila Khomeini jatuh - maka tinggal Rajavi kini, sebagai satu-satunya pengambil keputusan. Rajavi terakhir mengikrarkan bahwa satu-satunya jalan menjatuhkan Khomeini ialah lewat perjuangan bersenjata. Jalan itu disebutnya Juga sebagai Jalan demokrasi. Akankah Iran mengulang sebuah revolusi? Tak seorang pun tahu. Tidak Rajavi. Tidak- Khomeini. jahiddin, kelompok pemuda Islam yang terkukuh itu. Mujahiddin, yang bersemangat soslalis, menuduh partai komunis Tudeh bekerja sama dengan pengawal revolusi ini, untuk menghancurkan kekuatannya. Para pengikut gerakan itu, ditangkap.Masoud Rajavi, pemimpin Mujahiddin di Paris Senin pekan ini megatakan kepada koresponden TMPO, Nasir Tamara, orang-orang Tudeh inilah yang memberikan nama-nama pengikut Mujahiddin kepada perigawal revolusi, sehingga mereka ditangkapi. Banyak yang mati. Mujahiddin, April 1980, oleh Khomeini memang dicap sebagai kelompok "antiIslam, Marxis tak bertuhan," setelah mereka tidak mau mendukung calon-calon Partai Republik Islam (PRI) untuk pemilihan anggota parlemen. Dan di situlah saat pertama kalinya Mujahiddin terang-terangan menentang sang Imam. Tapi ribuan anggota Pasdaran menyerbu Universitas Teheran yang mereka duduki. Bani Sadr,waktu itu sebagai presiden Iran, berusaha menengahi bentrokan ini. Tokoh lain, yan banyak jasanya dalam revolusi tapi kemudian juga tersingkir, Mehdi Bazargan, juga pernah meyakinkan Khomeini bahwa Mujahiddin bukanlah golongan antiIslam. Itu terjadi pada awal 1979, hari-hari pertama revolusi Iran menegakkan kcmcnangannya di Teheran. Toh serangan terhadap kaum Mujahiddin terjadi lagi Juni 1980. Kali ini Khomeini mengerahkan Hisbullah. Sejak itu pulalah gerakan ini dinyatakan terlarang. Ia berubah jadi gerakan bawah tanah. Ketika Bani Sadr sendiri kemudian mendapat tekanan dari PRI, Mujahiddin memberikan dukungan buat presiden Iran itu, dengan menggerakkan demonstrasi di Teheran. Kepada TEMPO, Februari lampau, Rajavi menyebutkan, sudah 30.000 pengikut Mujahiddin yang terbunuh. Pemimpin Pasdaran - Mohsen Reazai - kemudian mengumumkan penangkapan atas seluruh pimpinan partai komunis Tudeh, awal tahun ini. Partai ini lahir tahun 1917. Pada masa pemerintahan Reza Pahlcvi ia dilarang. Nureddin Kianuri, pemimpinnya, menyingkir ke Moskow. Tapi, setelah revolusi Iran dimulai, dia kembali kenegerinya dan mengaktifkan partai itu sejak 1979. Sejak tahun itu pula sebetulnya Ayatullah Khomeini sudah tidak menyukainya, sama halnya dengan kelompok Mujahiddin. Tapi pada masa ini Kianuri menjanjikan dukungan bagi sang Imam. Dia juga mengaku memotori pemogokan buruh tambang minyak Ahvaz dan Abadan, pada hari-hari akhir kekuasaan Reza Pahlevi. Tapi Kianuri, yang dulu dikenal dekat dengan Khomeini - sehingga mendapat julukan "Ayatullah" Kianuri - ditangkap Pasdaran 5 Februari 1983. Dia diharuskan membuat pengakuan dosa lewat siaran televisi, 29 April 1983. Biasanya, setiap orang yang telah melakukan pengakuan dosa seperti itu menjalani hukuman mati. Tapi tampaknya Kianuri masih hidup. Parapengamat politik menduga, Uni Soviet menekan Teheran agar tidak menyudahi tokoh komunis Iran itu dan beberapa tokoh lainnya. Penangkapan atas para pemimpin partai komunis Tudeh awal tahun ini dibarengi pula oleh pengusiran 18 diplomat Soviet dari Teheran. Pasukan pengawal revolusi Iran juga menghancurkan gerakan kaum separatis Kurdistan, dan kelompok fedayeen yang juga berhaluan kiri Mungkin karena itu pula, kelompok orang Armenia di Iran kini merasa: tidak lama lagi, tindakan seperti itu juga akan dilancarkan terhadap mereka. Tapi bagaimanapun, tah ada orang yang tahu persis bagaimana sikap rakyat Iran sebelumnya terhadap revolusi dan para mulah pimpinannya dewasaini. Sumber-sumber yang datang dari Iran, melihat bahwa pengaruh Dr. Ali Amini, 80 - pemimpin Front Pembebasan Iran yang kini berkoalisi dengan Shahpour Bakhtiar - menjadi lebih besar sekarang ini. Tapi, paramulah yang menyelenggarakan pemerintahan di Teheran dewasa ini, sejak satu setengah tahun yang lalu, mulai merangkul kaum saudagar dan golongan cerdik pandai, kelompok yang pada awal revolusi tempo hari dipojokkan. Hanya saja, di balik itu, rangkulan rupanya masih meragukan. Iran kini tampaknya menutup tiap pintu bagi alternatif lain. Oposisi berarti berkhianat. Tak ada yang tahu sekarang, misalnya, cerita tentang bekas PM Mehdi Bazargan yang dikenal berpandangan moderat. Belum lama berselang kantor partai Merdeka yang dipimpinnya dikabarkan diserbu pasukan Pasdaran. Orang pun tak mendengar lagi riwayat Shariatmadari, ayatullah besar lain yang dikenal punya pandangan berbeda dengan Khomeini dalam memberi struktur politik Iran setelah revolusi. Dan sejak 1979 hingga September tahun lalu, pemerintah Iran mengumumkan telah menghukum mati lima ribu penentang sang Imam. Golongan penentang ini bahkan mengatakan jumlah itu sampai 8.000 orang. Tiga ribu di antatanya dieksekusi di penjara Evin. Penjara Evin dibangun Syah Reza Pahlevi untuk dapat mengurung 1.200.orang hukuman. Dewasa ini penjara. tadi konon menampung 6.000 sampai 10.000 tahanan. Ia berada dalam kekuasaan jaksa Teheran, Asadullah Lajevardi. Gemuk, pendek, dengan muka lebar, Lajevardi mendapat julukan Hayula, monster bermata satu, setelah satu matanya cacat karcna serangan bom tahun 1975. Awal tahun ini, menurut pengakaan dia sendiri, dia menghukum lima wartawan, dengan memotong pergelangan tangannya seraya meninggalkan mereka sekarat kehabisan darah. " Tulislah apa yang Anda lihat," katanya kepada serombongan wartawan Barat yang diundang pemerintah Khomeini menengok Iran awal tahun ini, "dan jangan percaya kepada propaganda yang bukan-bukan." Propaganda yang bukan-bukan itu ialah siaran orgamsasi hak-hak asasi manusia, seperti Amnesti Internasional. Pemerintah Teheran tampaknya ingin meyakinkan duma luar bahwa mereka Jauh leblh baik dari cerita yang ditaburkan musuh-musuhnya selama ini. Wartawan Richard Dowden, yang menulis untuk The Ne York Revie of Books - yang turut dalam rombongan itu - dalam laporannya mengatakan sesuatu yang justru tak begitu sedap: terlihat sekitar dua ribu laki-laki muda, berlutut, berjejer bersafsaf sambil menyerukan slogan-slogan pemerintah. Di sebuah panggung, mereka menyanyikan barzanji: pujian terhadap sang Imam dan kutukan terhadap musuh-musuh revolusiIran . Pentas memang meyakinkan. Di dinding bagian atas di belakang panggung, terlukis gambar Ayatullah Khomeini, dalam ukuran raksasa, mengangkat tangan, lambaian kemenangan. Serempak orang-orang hukuman itu berseru, "Khomeini, pemimpin kita." Diiringi dentuman beduk besar yang ditalu berirama, seruan ini dibarengi dcngan kutukan, "Mampuslah Amerika. Mampuslah Soviet. Mampuslah Bani Sadr dan Rajavi." Dan barzanji seperti ini selalu ditutup dengan seruan, "Kami berbahagia di sini. Kami rela mati untuk republik Islam." Amnesti Internasional, yang selalu risau dan cerewet soal menyaksikan perlakuan terhadap orang hukuman, punya versi lain tentang yang ada di Evin itu. Organisasi ini antara lain mencatat hukuman yang ditanggung para tahanan di sana. Dalam laporannya, ia menyebutkan, si pesakitan itu diikat di meja siksa. Telapak kakinya didera dengan cambuk, sedikit-dikitnya 400 kali. Siksaan itu berulang-ulang. Dan menurut laporan itu, ada di antara para korban yang telapak kakinya kemudian bernanah. Yang namanya cambuk di penjara Evin ialah kabel listrik. Laporan Amnesti juga menyebutkan, di penjara Ghezel-Hessar alat pendera itu adalah pipa karet yang ke dalamnya dimasukkan rantai besi. Pada hari-hari akhirnya, para tahanan itu dibeIenggu dengan mata tertutup.Amnesti Internasional biasanya dianggap "bohong" oleh pemerintah yang terkena. Kata Lajevardi kepada para Jurnalis yang datang ke situ, "Para tahanan itu boleh jadi mengatakan kepada Anda bahwa mereka sama sekali tak bersalah. Namun, kami punya bukti Iengkap, termasuk bukti-bukti yang tidak diketahui oleh mereka sendiri." Dipisahkan oleh tirai yang tak terlalu tinggi, di sisi lain, berkumpul 600 wanita berkerudung hitam. Di antara mereka ada yang membawa anak, berusia dua sampai empat tahun. Sebagian bocah ini lahir di penjara itu. Seorang diantaranya, menurut catatan Dowden, mengatakan bahwa seluruh anggotanya disekap di penjara Evin itu, kecuali ibunya yang bunuh diri ketika mereka ditangkap tempo hari. Keluarga ini pendukung Mujahiddin. Ta ada satu pun kerabatnya nantl yan mungkin memberikan perawatan untuk anak yang mengikutinya dalam bui sekarang ini. Tapi tak semua tahanan bicara jelek Vihid Savidghalan 34, pernah belajar matematika di universitas kansas,matematika di Universitas Kansas, Amerika Serikat. Dia juga turut serta dalam pemberontakan anti-Khomeini. Pengakuan yang dibuatnya tak memilukan-. Ia bilang, ia mendapat kesempatan untuk belajar memperoleh perlakuan yang menyenangkan, serta tak pernah disiksa. Kepada wartawan yang datang melihatnya, dia bercerita, keluarganya diizinkan menjenguknya ke penjara sekali dalam dua minggu. Seorang tahanan lainnya mengatakan bahwa dia pernah memberikan daftar nama kawan-kawannya kepada pengawal revolusi. "Ketika mereka dijebloskan ke sini, semuanya marah," katanya, "tapi kemudian seorang di antara mereka datang kepada saya, menyatakan terima kasih karena telah dibawa ke jalan yang benar." Sayang, hampir tak ada orang yang diawancarai Dowden dan parawartawan tamu itu tergolong punya kedudukan penting dalam Mujahiddin, tulis Dowden. Ketika para wartawan meminta berjumpa dengan para tahanan yang tetap mendukung Mujahiddin, pcnguasa penjara menjawab, "Tak ada waktu." Selama berwawancara, wartawan ini selalu disertai oleh paling sedikit satu orang anggota Pasdaran. Menurut Dowden, di hadapan para pengawal revolusl, orangorang hukuman itu senantiasa memuji 1mam Khomeini, dan pada mcreka tidak terlihat tanda-tanda siksaan, baik secara fisik maupun mental. Tampaknya pemerintahan Khomeini tidak hanya Ingin menyekap para penentangnya. Ia juga ingin terjadi perubahan dalam sikap serta pandangan mereka. Bahwa ini dianggap tidak mustahil, mungkin karena pengalaman. "Para pendukung Khomeini yang saya ajak bicara," tulis Dowden lagi, "bukanlah orang-orang bodoh yang tclah menjalani cuci otak untuk kepentingan politik. Beberapa yang saya jumpai adalah mereka yang pernah belajar di perguruan tinggi Barat." Satu di antara orang-orang ini berkata, kepada Dowden, bahwa dia punya kewajiban menyelamatkan orang dari sikap yang mengabaikan perintah-perintah Tuhan. "Sama seperti menyelamatkan seseorang yang hendak bunuh diri, melompat dari puncak gedung tinggi." JALAN penyelamatan itu sejauh ini tak banyak terputus. Mungkin hanya bagi kaum menengah Iran, yang terdidik dengan cara-cara Barat, sistem itu terasa mematikan kebebasan pribadi. Bagi sebagian besar bangsa Iran, sistem itu mungkin bermakna sebagai penolakan terhadap pengaruh asing dan penegakan keyakinan diri Islam Iran. Toh para penentang Khomeini, seperti Dr. Amini, melihat bahwa "rezim Teheran kini tidak stabil." Dulu, katanya, revolusi yang dikobarkan adalah revolusi melawan monarki. "Kini Khomeini melawan apa?," katanya. Siapa pun yang dihadapi Khomeini, tampaknya tak terlalu repot untuk di bereskan. Orang-orang yang menentang sang Imam dari pengasingan ini Juga bukan front yang padu. Amini menyatakan tidak bersimpati terhadap Masoud Rajavi yang dia sebut sebagai Marxis. Kalau Rajavi berkuasa, kata Amini, "dia akan seperti Pol Pot di Kamboja." Kini agaknya hanya tinggal satu kekuatan, di luar para mulah dan pendukung Khomeini yang setia: angkatan bersenjata. Oleh pengamat Barat, kekuatan ini dipandang sebagai pilihan tengah. Namun, mereka kini di tandingi oleh Pasdaran, yang juga memiliki menteri dalam kabinet, sebagai tandingan menteri pertahanan. Walhasil, hari-hari ini di Iran adalah hari-hari sepi kaum oposisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini