SUATU kali dalam sebuah ujian bagi calon anggota Partai Komunis Uni Soviet. Penguji menanyakan, di halaman berapa buku Das Kapital karangan Karl Marx menjelaskan hubungan komoditi dengan uang. "Dalam bab dua, halaman 387," jawab yang diuji. Di luar dugaan sang calon, si penguji membenarkannya. "Bagus, Anda ternyata mendalami ajaran Marx," katanya. Maka, diterimalah calon itu menjadi anggota Partai. Padahal, Boris Nikolayelvich Yeltsin, calon itu, cuma menjawab ngawur. Ia, dalam otobiografinya yang berjudul Against the Grain, mengaku belum pernah membaca buku Marx itu. Tokoh yang kini terpopuler di Soviet itu tampaknya memang berani dan hanya punya tali pengikat tipis dengan Partai. Maka, ia keluar dari Partai, dan Jumat malam pekan lalu, di hadapan sidang parlemen Rusia, sebagai presiden Rusia ia tandatangani dekrit pembekuan kegiatan Partai Komunis Rusia. Entah karena popularitasnya, atau karena suasana Soviet yang berubah setelah kudeta, mungkin juga karena kedua-duanya, akhirnya tuntutan Yeltsin pada Gorbachev pun dipenuhi Sabtu pekan lalu. Gorbachev mengundurkan diri dari Partai, dan menyatakan Partai Komunis Uni Soviet bubar. Belakangan, popularitas tokoh tinggi besar yang konon suka mabuk itu memang naik. Setidaknya bisa dilihat dari larisnya arloji bergambar wajah Yeltsin yang dijual di toko arloji di toko-toko di Moskow. Mengapa bukan wajab Gorbachev yang dipasang di arloji? "Siapa yang mau beli arloji bergambar Gorby sekarang ini?" kata pramuria sebuah toko di Jalan Arbat, Moskow, pada wartawan TEMPO Seiichi Okawa dua pekan lalu. Padahal, di luar negeri Yeltsin terkesan agak diremehkan. Dalam kunjungannya ke parlemen Eropa di Strasbourg, April lalu, umpamanya, ia disambut dingin. Menurut harian International Herald Tribune, kalangan pejabat Departemen Luar Negeri AS menganggap Yeltsin seperti badut, ketika ia berkunjung ke Washington pada 1989. Benar atau tidak kabar itu, ia seperti berbalikan dengan Gor- bachev. Presiden Soviet itu begitu populer di luar negeri, tapi tak banyak dipuja-puja di dalam negeri. Kini, komposisi itu bukan saja berbalik, tapi berubah dan kemenangan buat Yeltsin. Kudeta 60 jam telah membuat hubungannya dengan rakyat makin erat. Hanya dia di antara para reformis, yang muncul di tengah demonstrasi menggerakkan massa. Dan dengan taktis ia pun merebut popularitas tanpa membaginya dengan Gorbachev. "Saya tak membela Gorby," katanya pada massa ketika melancarkan perang urat saraf dengan pelaku kudeta. "Yang saya bela adalah demokrasi." Seandainya itu yang bernama nasib, setidaknya nasib itu terus berpihak pada Yeltsin. Lihat, kembalinya Gorby di Moskow tak memadamkan pamornya. Justru Gorby yang tampak di televisi berita CNN, yang rasanya masih syok, seperti dipermalukan di depan sidang parlemen Rusia. Ia diperintah Yeltsin agar membaca laporan sidang kabinet Soviet yang mendukung kudeta, dan ia terpaksa menyaksikan Yeltsin menandatangani pembekuan Partai Komunis Rusia, yang di hari sebelumnya Gorby menolak membubarkannya. Dan kemenangan jadi tegas, setelah Gorby mengumumkan ia mundur dari Partai, ia dekritkan Partai Komunis Uni Soviet bubar, dan ia minta perdana menteri Rusia membentuk pemerintahan Uni Soviet. Rusia, yang kini tampil, bukan lagi Uni Soviet. Sulit untuk menolak bahwa Insinyur Mesin Boris Yeltsin membawa suasana baru ke dalam politik Uni Soviet. Kecamannya kepada ideolog Partai, Ligachev, dalam Konperensi Partai pada 1988, yang disiarkan langsung melalui televisi Soviet, menjadikan glasnost bukan cuma teori. Waktu itu, ia kritik kehidupan para pejabat Partai yang bergelimang kemewahan. Ia sindir kamar mandi mereka yang terbuat dari pualam, mobil-mobil limusin hitam mengkilat yang berjejer di halaman gedung, lalu kolam renang yang berair jernih, serta pesawat pribadi yang boros. Akibatnya, banyak pemimpin Partai daerah tumbang dalam pemilu pendahuluan kala itu. Melihat karier Yeltsin, mestinya bukan dari Partai. Toh, dalam lembaga politik yang dulu memonopoli segalanya itu, pun ia sempat menjadi bos di Partai cabang Moskow. Mungkin gayanya yang lugas tanpa protokoler menarik banyak pendukung. Ia biasa naik bus atau kereta api meninjau pabrik-pabrik di malam hari. Lelaki yang dilahirkan 1 Februari 1931 di Butko, Rusia, ini berasal dari keluarga miskin Sverdlosvsk, di Pegunungan Ural. Masa kecilnya kurang bahagia. "Gubuk kami berisi 20 ruangan kecil-kecil. Saudara-saudaraku yang berjumlah enam orang itu terpaksa tidur bersama dengan ternak kami." Ia seorang lelaki berperilaku bebas. Gemar main bola voli dan pencinta alam. Setiap malam Yeltsin hanya tidur selama empat jam. Biasanya ia bangun pagi, berolahraga dulu sebelum bekerja. Ibu jari dan telunjuk tangan kirinya buntung. Ceritanya, di zaman perang ia ingin tahu isi granat. Suatu hari ia mencuri granat. Ia mengambil palu dan menghantam granat itu, tapi lupa mencabut pernya. Ya, meledak. Kegemaran lain yang sulit dihilangkannya, ia suka pacaran. Konon, lelaki berdada bidang berbulu halus ini pernah jatuh dari sebuah jembatan di Moskow, karena bertengkar dengan seorang simpanannya. Adakah ia seorang yang demokratis, atau seorang pemimpin yang dibutuhkan ketika perubahan mesti dilakukan? Alexander Tsipko, seorang filosof Soviet, menilai bahwa Yeltsin bukanlah seorang demokrat. "Ia otoriter dan tidak toleran," tuturnya. Tsipko tak memberikan alasannya. Tapi lihat saja, Jumat malam pekan lalu. Betapa ia bertindak seolah-olah tata tertib sidang parlemen tak berlaku bagi dirinya. Bagaimana ia memaksa Gorbachev membaca laporan. Bagaimana pula ia berpendapat bahwa mereka yang cuma diam, dan tak menentang kudeta secara nyata, juga digolongkannya antireformasi dan harus disingkirkan. Asbari Nurpatria Krishna (Hilversum) dan DP (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini