Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Doktrin partai tak bergigi lagi

Pada saat kudeta, partai komunis tidak lagi menguasai tentara. setelah glasnost muncul kesada- ran berpolitik di kalangan perwira. jenderal yuri yashin memutuskan tidak mendukung komite darurat.

31 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIBA-tiba tank-tank itu berbalik. Laras meriam tak lagi ditujukan ke gedung parlemen Rusia. Ribuan warga Moskow, yang cemas gedung itu akan dihancurkan peluru meriam, lalu bersorak. Ada yang kemudian menghias tank-tank itu dengan bunga. Rabu pagi pekan lalu itu, tampaknya, tentara tak lagi memusuhi rakyat Soviet, setelah malamnya tiga orang demonstran dikabarkan tewas terlindas kendaraan baja itu. Kemudian menjelang sore, tank-tank, yang berkeliaran di Moskow sejak Senin, bergerak menuju ke luar kota dalam konvoi sepanjang tiga kilometer. Tak mempan lagikah doktrin partai komunis bahwa partai menguasai tentara hingga kudeta hanya bertahan 60 jam? Para gembong revolusi komunis, mulai dari Lenin, Stalin, sampai ke Mao memegang teguh ajaran ini: dalam keadaan apa pun, partai harus mengatur tentara. Ini punya dua manfaat. Tentara akan jadi tukang pukul partai manakala ada ancaman luar, dan dengan menguasai tentara, sebagai manfaat kedua, partai terbebas dari ancaman kudeta militer. Untuk menguasai tentara, Partai Komunis Uni Soviet menetapkan ketentuan yang harus dipatuhi. Dalam setiap tingkatan kesatuan militer, partai menempatkan seorang komisaris politik. Si komisaris itulah yang bertanggung jawab mengendalikan tentara agar tak berkomplot menentang partai, dan juga menjamin agar bedil dan meriam bisa dikomando sekehendak partai setiap saat. Rupanya, dalam jangka waktu tertentu, dalam perkembangan sejarah politik Uni Soviet, sistem itu jadi bumerang. Bumerang itulah tampaknya yang menggagalkan perebutan kekuasaan di Moskow. Menurut para pengamat, cengkeraman partai tak hanya menimbulkan keterikatan, tapi lama-kelamaan juga membangun kesadaran berpolitik pada diri para perwira. Maka, bukan saja dalam tubuh tentara ada orang partai, tapi anggota tentara pun ada yang duduk dalam lembaga-lembaga sipil. Menurut majalah Glasnost terbitan Moskow, sejumlah besar dari 200.000 perwira tentara Soviet kini berdwifungsi. Mereka bukan hanya menjadi manajer, tapi banyak juga yang memegang jabatan politik. Dari situlah, para perwira itu tahu bagaimana para pemimpin partai mendapat hak-hak istimewa, yang susah diganggu gugat karena sistem totaliter yang ada. Hak itulah yang kemudian mengaburkan dengan mudah batas korupsi dan tidak korupsi bagi pemimpin partai. Soal ini lama terpendam karena itu tadi: sistem totaliter. Siapa yang mencoba buka mulut, mesin partai akan segera membungkamnya. Namun, begitu glasnost digelindingkan Gorbachev pada 1986, terbukalah kesempatan membuka sakit hati. Ditambah ekonomi Soviet yang tak kunjung membaik, hidup makin terasa susah, kejengkelan para perwira pun makin menumpuk. Keterbukaan rupanya masih jadi benda asing. Baru setelah Gorby memerintahkan semua direktorat politik di dalam tubuh tentara dan birokrasi hanya bertanggung jawab terhadap pemerintah -- bukan lagi kepada partai -- muncul kritik dan kecaman terhadap partai dari pihak militer. Tentu saja, partai langsung bertindak: banyak perwira militer dipecat dari keanggotaan partai. Inilah bumerang itu: para perwira makin sakit hati terhadap partai, dan pada saat dibutuhkan, aparat partai terbukti tak bisa begitu saja menggerakkan tentara. Dari sisi lain, Presiden Rusia Boris Yeltsin merontokkan pula pengaruh partai atas tentara: ia menghapuskan sel-sel partai di setiap unit kerja dan satuan tentara. Sempurnalah sudah jarak antara tentara dan partai. Jarak itulah tampaknya yang menyebabkan tiba-tiba awak sebuah tank yang mengepung gedung parlemen Rusia, dalam kudeta pekan lalu, berbalik memihak Yeltsin dan massa. Lalu sembilan tank mengikutinya, lalu makin banyak, sampai sekitar 3 tank berbalik siap membela Yeltsin. Disiplin militer mereka rupanya tak lagi bisa menjadikan mereka sekadar menjalankan perintah. Tampaknya, mereka tak mau menembaki rakyat sipil. Yang jelas, ada komando dari markas besar agar mereka menghentikan pengepungan di Moskow dan pulang ke barak. Sejumlah perwira ternyata tak begitu saja mematuhi perintah Menteri Pertahanan Marsekal Yazov, anggota Komite Darurat yang mengambil alih kekuasaan. Rabu pagi, sejumlah perwira yang sadar politik tapi sudah tak punya keterikatan pada partai segera mengadakan pertemuan untuk menilai keadaan. Pertemuan, dengan sengaja, tak melibatkan Yazov. Menurut Wakil Menteri Pertahanan Jenderal Yuri Yashin, pertemuan akhirnya memutuskan empat hal. Keempat hal itu adalah: menarik pasukan dari Moskow membatalkan jam malam yang diumumkan oleh Komite Darurat menarik dukungan terhadap Komite dan minta kepada Menteri Pertahanan Yazov untuk mundur dari Komite. Keputusan itu diambil setelah para perwira menyimpulkan bahwa Komite Darurat tak lain dari aparat partai garis keras yang tak disukai militer. Segera keputusan disebarluaskan kepada pasukan yang telanjur berpatroli di Moskow, pada waktu yang tepat. Itulah yang mencegah perang saudara. Pasukan lapis baja tak jadi baku tembak dengan Divisi Keenam Tentara Payung dari Tula, 160 km dari Moskow, yang muncul di ibukota dengan sikap yang sudah pasti: memihak dan melindungi Presiden Federasi Rusia Boris Yeltsin, pemimpin Rusia yang sudah lama keluar dari partai. ADN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus