PETA Jalan Damai yang diusulkan bagi Palestina dan Israel tampaknya akan menempuh jalan lebih panjang. Selasa pekan lalu, pasukan Israel menangkap 130 aktivis Hamas di Kota Hebron, Tepi Barat, sebagai bagian dari perang terhadap kelompok Hamas. Penangkapan itu terjadi hanya sehari setelah pasukan Israel membunuh pemimpin Hamas, Abdullah Qawasmeh, yang dituduh bertanggung jawab atas kematian 52 orang rakyat Israel.
Bukan hanya menangkap aktivis Hamas, Israel juga membawa keluarga pelaku bom bunuh diri dan ipar perempuan Qawasmeh dengan tangan terikat dan mata tertutup untuk diinterogasi. Akibatnya, Yasser Arafat dan pejabat Palestina lainnya berang. Arafat menuduh Perdana Menteri Ariel Sharon melakukan kebijakan pembunuhan dan penangkapan untuk merintangi implementasi Jalan Damai—proposal Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, dan PBB. "Setiap kali kami mendekati kesepakatan (damai), mereka menciptakan krisis baru," kata Michael Tarazi, pejabat Palestina.
Pemimpin Palestina sudah berulang kali menyatakan bahwa Hamas setuju melakukan gencatan senjata agar Israel menarik pasukannya dari sebagian besar wilayah Gaza. Tapi Israel punya pandangan lain. Pemerintah Sharon hanya bisa menerima gencatan senjata jika militan Palestina menghentikan serangan terhadap target Israel tak hanya di garis perbatasan 1967 tapi juga di kawasan pendudukan saat ini.
Repotnya, Hamas juga menyangkal klaim bahwa mereka setuju melakukan gencat- an senjata selama tiga bulan. "Kami tak tahu-menahu tentang gencatan senjata," kata Abdul Aziz-al-Rantisi, tokoh senior Hamas. Gencatan senjata pun masih ilusi, apalagi Jalan Damai.
Raihul Fadjri(AFP, The Washington Post, Reuters, The Guardian)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini