INILAH skandal terbesar dalam pemerintahan Jepang sejak Perang Dunia II. Jumlah uang haramnya sendiri tak banyak, tapi sejumlah menteri dan seorang perdana menteri terlibat. Tak hanya itu, seorang sekretaris pribadi terpaksa melakukan bunuh diri. Di apartemennya di Tokyo Rabu pekan lalu, Ihei Aiko menemui ajal dengan mengenaskan. Pergelangan tangan dan kakinya tergores-gores pisau silet, dan ia tergantung-gantung tak bernyawa karena lehernya terjerat seutas dasi. Dialah sekretaris pribadi itu, dan melakukan bunuh diri sehari setelah Perdana Menteri Noboru Takeshita menyatakan mengundurkan diri karena skandal saham dan suap. Aiko, lelaki 58 tahun, sekretaris pribadi Takeshita sejak 1954, tampaknya rela berharakiri demi menyelamatkan nama baik majikannya -- sebuah tindakan nekat yang mendapat tempat terhormat dalam tradisi bangsa Jepang. Dialah konon yang tahu liku-liku dana bagi kelompok Takeshita. Dana yang dianggap haram yang diperoleh dari Recruit Co., sebuah perusahaan yang bergerak di berbagai bidang (lihat Uang di Atas Segalanya). Maka, boleh dibilang, kematiannya sekaligus menyelamatkan majikan, dia sendiri, dan jaringan skandal yang menghebohkan ini. Bagaimana tidak. Sehari sebelumnya. Selasa pekan lalu, Takeshita menyerah untuk mundur atas desakan dari dalam dan luar LDP (Liberal Democratic Party, Partai Liberal Demokrasi), partainya. Padahal, beberapa hari sebelumnya -- meski ia mengakui di depan Diet, parlemen Jepang, bahwa benar ia menerima dana dari perusahaan Recruit sekitar US$ 1,5 juta -- menyatakan tak bakal mengundurkan diri. "Untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah," kata Takeshita kepada para wartawan, yang Selasa pagi itu diundangnya ke kantornya untuk mendengarkan pernyataan mengundurkan dirinya. Semua itu bermula di Juni 1988, ketika Takeshita baru sekitar tujuh bulan duduk di kursi Perdana Menteri, menggantikan Yasuhiro Nakasone. Waktu itu korankoran Jepang memberitakan bahwa sejumlah anggota senior LDP menerima saham dari anak perusahaan Recruit, Recruit Cosmos, sebelum saham itu ditawarkan di bursa saham. Tujuannya, lain tidak agar saham itu nantinya dijual bila harga sudah naik. Tapi kala itu kecurigaan belum menyentuh kabinet, apalagi Perdana Menteri. Baru sebulan kemudian berita berkembang dengan menyebut-nyebut bahwa sejumlah menteri dan pembantunya, juga PM Takeshita, termasuk yang menerima saham itu. Mulailah dunia politik Jepang sedikit panas. Tiga bulan kemudian, Oktober 1988, terbetik berita bahwa salah seorang eksekutif Recruit, Hiroshi Matsuhara, ditangkap polisi. Ia dituduh mencoba menyuap anggota parlemen dari pihak oposisi. Karena ini, soal LDP dilupakan. Apalagi setelah Takumi Ueda, anggota parlemen dari Partai Sosialis, yang mengundurkan diri November tahun itu juga karena terbukti menerima pemberian saham Recruit, LDP hilang dari pemberitaan. Waktu itu Hiromasa Ezoe, Direktur Recruit Co., menjadi saksi di depan parlemen. Tapi justru ketika orang sudah lupa berita 5 bulan sebelumnya, bahwa sejumlah senior LDP dicurigai membeli saham dengan curang, ketika itulah, Desember 1988, sebuah kejutan terjadi. Kiichi Miyazawa, Menteri Keuangan, mengundurkan diri setelah parlemen mengusut soal pembelian saham Recruit atas nama dia. Bukan cuma dia, Menteri Kehakiman Takashi Hasegawa pun mundur dengan sebab yang sama. Di luar kabinet, Direktur NTT -- perusahaan telekomunikasi raksasa Hisashi Shinto pun mundur setelah ketahuan sekretarisnya membeli saham Recruit. Menjelang akhir tahun 1988, ramai sudah tudingan terhadap bos kabinet, Noboru Takeshita. Tapi memang kala itu belum ada yang berani coba-coba menyentuh pemegang Dan-V karate ini. Pendekatan tampaknya dilakukan oleh pengusut skandal dari samping. Januari 1989 Menteri Perencanaan Ekonomi, Ken Harada, mundur karena saham Recruit pula. Rupanya, memang ada upaya saling menjatuhkan antara partai berkuasa LDP dan pihak oposisi. Sebulan setelah Menteri Perencanaan Ekonomi mundur, giliran bos oposisi dari Partai Sosialis Demokrasi yang turun panggung. Ia dituduh keras mengantungi saham dengan cara haram, kertas berharga mana lagi bila bukan dari Recruit. Bau kriminalitas skandal pun makin menyentuh hidung karena pada bulan ini polisi melakukan penangkapan. Empat pengusaha besar dan seorang bekas karyawan Departemen Perburuhan ditahan, dituduh melakukan korupsi. Buntut penangkapan itu menjangkau bekas Direktur NTT, Hisashi Shinto. Bekas bos perusahaan telekomunikasi raksasa itu, yang mundur di akhir tahun kali ini, Maret yang lalu, harus masuk tahanan. Polisi memiliki bukti-bukti bahwa ia terlibat menerima suap dari Recruit. Tibalah saat tuduhan gencar terhadap Takeshita. Perdana Menteri yang memulai karirnya sebagai guru bahasa Inggris ini kini jadi sasaran tunggal. Pers Jepang menurunkan tulisan lengkap dengan jumlah uang yang diterima Takeshita dari Recruit, 200 juta yen (sekitar US$ 1,5 juta). Semula, Takeshita berkeras menolak semua tuduhan. Dia berlagak tak tahu terhadap skandal yang santer digunjingkan, tak cuma di Jepang tapi di dunia. Ia mencoba berkelit. Kata dia, perburuan dana politik yang dilakukan sekretaris pribadinya itu tanpa diketahuinya. Di samping pers Jepang yang menyerang Takeskita, kubu oposisi pun melakukan tekanan guna memojokkannya. Sejak pertengahan Maret, pihak oposisi kompak mengadakan pemboikotan terhadap parlemen, dan menuntut pembentukan pemerintahan koalisi. Kubu LDP kontan terguncang. Bila tuntutan oposisi menjadi kenyataan, itu berarti kekalahan bagi LDP, yang memerintah Jepang sejak 1950-an. Hanya sekali LDP terpaksa berkoalisi dengan Kelompok Liberal Baru, yakni di zaman PM Nakasone, 1983. Tampaknya pihak LDP tak sudi mengalami kekalahan kedua. Takeshita lantas ditekan habis-habisan oleh rekan-rekan separtai agar mengundurkan diri. Mereka khawatir, kalau Takeshita terus bertahan, popularitas LDP bisa terus merosot. Contohnya sudah nyata. Yakni, Febuari lalu, dalam pemilu tambahan untuk anggota parlemen di Provinsi Fukuoka, LDP dikalahkan oleh Partai Sosialis Jepang. Ini menyebabkan LDP tak berani mengirimkan calon dalam pemilihan gubernur Provinsi Miyagi yang diadakan di bulan berikutnya. Kekalahan sudah tercium sejak semula, buat apa bertanding. Namun, desakan terhadap mundurnya Takeshita yang paling kuat adalah akibat pemboikotan pihak oposisi untuk tak ikut dalam pertemuan parlemen. Salah satu yang harus segera diputuskan lewat Diet, parlemen Jepang itu, adalah tentang anggaran belanja pemerintah untuk tahun fiskal 1989. Anggaran yang seharusnya disahkan awal April lalu itu sampai kini masih terkatung-katung. Itu berarti pemerintahan selama itu hanya dijalankan dengan dana bukan dari anggaran resmi. Maka, kabinet Takeshita harus berhadapan, antara lain, dengan para pedagang surat-surat berharga yang kehilangan obyekan gara-gara tak mendapat suplai obligasi dari pemerintah. Berbagai upaya untuk membujuk oposisi sudah dilakukan. Bahkan Jumat pekan ini pemerintah menawarkan jalan pintas. Yakni mengadakan pemungutan suara untuk mengesahkan anggaran itu. Gagal, karena kubu oposisi minta waktu 10 hari untuk mempelajari lebih dalam anggaran itu, sembari kembali menuntut Yasuhiro Nakasone, bekas perdana menteri, agar menjelaskan keterlibatannya dalam pembelian saham Recruit di depan parlemen. Nakasone, yang kondang lantaran memelopori gerakan internasionalisasi pasar Jepang ketika menjadi perdana menteri, didakwa menerima suap dari Recruit. Kecurigaan itu berawal pada soal pembelian sejumlah superkomputer AS oleh pemerintah yang diperuntukkan perusahaan negara Nippon Telephone and Telegraph (NTT). Salah satu dari komputer supercanggih itu ada yang dijual lagi ke Recruit. Soal Nakasone sungguh memuyengkan Takeshita. Dia berutang budi kepada tokoh ini, sebagai guru politik sekaligus sebagai orang yang telah mengorbitkan dirinya menjadi perdana menteri. Nakasonelah yang pada Oktober dua tahun lalu memilih dia menjadi bos LDP. Dan dalam undang-undang, bos partai mayoritas ini memang lalu menjadi calon tunggal perdana menteri. Bisa dimengerti bahwa Takeshita selama ini berusaha melanjutkan langkah-langkah kebijaksanaan yang sudah diletakkan Nakasone. Salah satu contohnya, Takeshita memberi prioritas utama bagi kebijaksanaan "internasionalisasi Jepang". Itu sebabnya bila Sabtu pekan ini Takeshita mengadakan lawatan resmi ke negara negara ASEAN. Topik paling menarik yang dia bawa adalah tentang rencana pembentukan semacam masyarakat ekonomi Asia-Pasifik, yang dimaksudkan un tuk mengatasi ancaman ekonomi terhadap negara-negara Asia-Pasifik setelah Pasar Bersama Eropa terwujud pada 1992 nanti. Sayangnya, Takeshita yang mengadakan kunjungan kini bukanlah Takeshita perda na menteri lagi. Meski secara resmi ia masih mewakili pemerintah Jepang dalam lawatannya itu, bisa dimengerti bila bobot suaranya memang sudah berbeda dengan saat sebelum ia terpaksa menyatakan kesediaannya mengundurkan diri. Sebenarnya Takeshita sudah mencoba bertahan mati-matian. Selasa dua pekan sebelum ia benar-benar mau mundur, ia mencoba jurus langkah surut. Ia meng alah, bersedia menjelaskan perkara pembelian saham Recruit di depan parlemen. Ketika itu selama tiga jam Takeshita berbicara. Ia mengakui menerima dana Recruit sebesar 200 juta yen. Tapi, katanya, pihak Recruit tak meminta imbalan secuil pun atas sumbangan itu. Kecuali itu, dengan terperinci ia menguraikan bahwa dana itu dengan ketat dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan politik yang tak membawa untung. Ia menolak dengan keras tuduhan pihak oposisi bahwa itu adalah penyuapan. Dan dengan tegas Takeshita menolak mengundurkan diri. "Adalah tugas saya untuk menyelesaikan kasus ini. Saya tak akan mengundurkan diri .... Saya merasa bertanggung jawab secara mendalam bahwa tugas saya adalah mengadakan perubahan politik guna mencegah berulangnya kasus semacam ini," kata Takeshita, yang pernah menjabat Ketua Bank Pembangunan Asia pada 1986. Tapi desakan pers dan oposisi demikan gencar. Poll yang dilakukan pers sesudah pidatonya di parlemen itu menunjukkan bahwa popularitasnya anjlok. Memang, dalam soal duit perdana menteri satu ini dikenal gampang memperoleh dana. Bayangkan, dia sanggup mengumpulkan sumbangan US$ 14 juta dalam semalam untuk membiayai kampanye menjelang ia ditunjuk sebagai Ketua LDP. Sebuah rekor yang belum pernah disamai oleh politikus Jepang mana pun. Di sisi lain, gampangnya ia memperoleh duit mengundang kecaman tajam. "Dia mengandalkan politik-duit," ujr pengritiknya. Kabarnya, ketika ia dilantik menjadi perdana menteri, banyak kalangan politikus muda pesimistis bahwa Takeshita akan menelurkan kebijaksanaan bermutu. Bagi orang-orang muda itu, Takeshita cuma tahu tentang duit. Kritik ini bagaimanapun ada benarnya. Kebijaksanaan pajak konsumsi 3% dianggap memberatkan rakyat Jepang yang makmur itu, meski memasukkan uang ke pemerintah. Pekan lalu, begitu Takeshita menyatakan mundur, disebut-sebut Masayoshi Ito, Ketua Dewan Eksekutif LDP, sebagai penggantinya. Ito, 75 tahun, mungkin bukan orang yang tepat, tapi dialah orang yang dikenal bersih. Dan ia memang pernah menjadi penjabat perdana menteri ketika pada 1980 PM Masayoshi Ohira meninggal di kantor sebelum masa jabatannya usai. Ito, dengan pengalamannya sebentar itu. diharapkan bisa mengatrol pamor LDP kembali guna menghadapi pemilihan majelis rendah tahun depan. Ia disebut-sebut karena Shintaro Abe, Sekjen LDP, calon kuat pengganti Takeshita, mendadak harus indekos di rumah sakit. Kabarnya, dia mendapat kejutan gara-gara istrinya juga ikut memborong saham Recruit lewat jalan belakang. Tapi Ito Rabu pekan lalu menolak penunjukan itu. Ia menyarankan Masaharu Gotoda, Kepala Sekretaris Kabinet, untuk menggantikan Takeshita. Gotoda adalah Menteri Dalam Negeri di zaman Ito menjadi penjabat perdana menteri, pada 1980 dulu. Gotoda, 75 tahun, seusia Ito, hingga akhir pekan lalu belum menanggapi penunjukan ini. Adapun nasib Noburu Takeshita, bapak tiga anak itu, belum jelas juga. Bisa jadi, dia pun akan diadili sebagaimana nasib bekas Perdana Menteri Kakuei T anaka. Tanaka diseret ke pengadilan dan dipenjarakan karena menerima komisi dari Lockheed Corp., perusahaan pembuat kapal terbang AS. Memang banyak hal yang mesti dibiayai para calon pemimpin itu bila ingin naik (lihat bagan). Tapi hubungan terlalu dekat dengan sumber uang, bisa mengubah dana menjadi bukan sekadar sumbangan, melainkan menjadi alat pembeli lisensi dan jabatan guna kepentingan perusahaan. Skandal Recruit adalah sebuah pelajaran.Praginanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini