HARI Jumat pekan silam, Shapour Bakhtiar, kepala pemerintahan
Iran pilihan Shah Mohamed Reza Pahlevi, masih bersuara lantang
kepada Mehdi Bazargan, pilihan Ayatullah Khomeini. "Saya
bersedia dialog. Saya juga menginginkan perubahan, tapi dengan
cara yang sah dan dengan landasan yang masuk akal," katanya.
Pada rapat umum di Universitas Teheran, Bazargan, Perdana
Menteri Republik Islam Iran, mendesak agar Bakhtiar mundur saja,
sebab parlemen yang mendukungnya "bukan pilihan rakyat,
melainkan pilihan Shah." Bakhtiar menolak, bahkan masih
mengancam akan menggunakan tentara terhadap para pembangkang.
Hari itu, para diplomat di Teheran tetap yakin Bakhtiar bisa
bertahan, dan bahwa huru-hara dapat dicegah selama pengikut
Khomeini tidak menyerang tentara.
Tapi malarh harinya, awal dari perubahan drastis itu pun
terjadilah. Pasukan Pengawal Istana -- pasukan elit yang setia
kepada Shah -- secara mendadak menyerbu markas dan tangsi
Angkatan Udara Fahrahabad. Dengan tank serta senjata-senjata
modern, para penyerbu berharap bisa melumpuhkan satuan-satuan
Angkatan Udara yang secara terang-terangan mendukung Khomeini.
Pertempuran tak terelakkan. Sejumlah korban jatuh. Pertempuran
lantas meluas ke seluruh kota. Senjata-senjata yang entah dari
mana mengalir ke jalan-jalan. Orang-orang sipil belajar menembak
-- taruna Angkatan Udara sebagai pelatih -- secara kilat sebelum
terjun ke medan tempur.
Para pembangkang tidak memperdulikan ancaman pemerintahan
Bakhtiar. Juga tidak mengindahkan bujukan pihak Khomeini yang
melarang mereka menggunakan kekerasan. Dengan senjata di tangan
-- buatan pabrik atau bom Molotov buatan sendiri -- mereka
menyerbu kantor pemerintah, tangsi dan markas-markas polisi. Di
sana-sini terjadi perlawanan.
Tapi para penyerbu makin lama makin banyak jumlahnya dan senjata
mereka makin banyak pula. Keadaan ini nampaknya disadari oleh
pihak militer yang pada hari Minggu secara resmi mengumumkan
penarikan dukungan mereka terhadap pemerintahan Bakhtiar.
Tentara dan persenjataan mereka terlihat masuk ke tangsi. Dan
pertempuran secara sporadis cuma terjadi antara pengawal istana
dan polisi.
Bunuh Diri
Namun akibat nyata dan langsung dari perubahan sikap tentara
terlihat pada nasib Bakhtiar. Beberapa jam setelah Jenderal
Abbas Garabaghi mengumumkan sikap netral tentara dalam
pergolakan politik di Iran, Bakhtiar mengundurkan diri. Sudah
itu tidak terdengar kabar tentang dirinya. Radio Inggeris, BBC
awal pekan ini menyiarkan berita dari sebuah sumber yang menduga
Bakhtiar bunuh diri. "Kalau kita bisa menemukannya, ia akan kita
bawa ke pengadilan Islam. Bakhtiarlah yang bertanggung jawab
terhadap huru-hara dan pertumpahan darah ini," kata seorang
pembantu Khomeini awal pekan ini.
Dr Mehdi Bazargan, yang kini praktis memegang pucuk pemerintahan
Iran, hingga awal pekan ini masih belum juga mengumumkan nama
anggota kabinetnya. Dengan bantuan orang-orang di sekitar
Khomeini, ia sibuk mengatur kembali segala aspek kehidupan kan
yang berantakan beberapa bulan terakhir ini. Di beberapa kota di
luar Teheran, pengambil-alihan oleh pengikut Khomeini berjalan
dengan aman beberapa hari sebelum Jumat berdarah di Teheran.
Akibat pertempuran di ibukota, sejumlah bentrokan juga terjadi
di beberapa kota, tapi terutama di Tabris (terletak di barat
laut Iran), dengan korban 150 jiwa. Di salah satu pertempuran
itu, wartawan Amerika Joe Alex Morris, tewas tertembak. Di
Teheran sendiri, awal pekan ini ditemukan 9 jenazah wartawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini