Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertikaian dua negeri itu, Iran-Israel, sejatinya telah lama tersulut namun mendidih kembali pada September lalu. Awalnya adalah pernyataan Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad tentang niat Iran memperkuat pembangkit listrik tenaga nuklir. Parlemen Iran sepakat menambah 20 reaktor baru. Dua reaktor segera dibangun tahun depan. Maka tersengatlah Amerika.
Telah lama Gedung Putih mencurigai Iran memupuk kekuatan senjata nuklir. Pada 2002 Iran dihujat Presiden Amerika George W. Bush sebagai ”poros setan”. Waswas Amerika kian kental di bawah Ahmadinejad, yang dikenal ultrakonservatif. Stephen G. Rademaker, Asisten Menteri Luar Negeri AS Bidang Pengawasan Senjata, mengatakan kepada Tempo, ”Kami tidak percaya proyek nuklir Iran bertujuan damai.” Rademaker tiba di Jakarta dua pekan lalu untuk sebuah konferensi internasional. Di sela-sela waktunya, dia memberikan satu wawancara khusus kepada wartawan Tempo Kurie Suditomo dan Hermien Y. Kleden.
Berikut ini petikannya:
Benarkah Amerika sudah meminta Dewan Keamanan menjatuhkan sanksi kepada Iran karena ada dugaan kuat mereka membuat senjata nuklir?
Amerika tidak berada dalam posisi meminta Dewan Keamanan menjatuhkan sanksi apa pun. Tapi kami ingin DK menegaskan kembali batasan yang sudah digariskan Badan Internasional Energi Atom (IAEA) agar Iran tak melakukan pengayaan uranium. Dewan juga harus menahan upaya Iran mengkonversi uranium dan kembali ke meja perundingan bersama Inggris, Prancis, dan Jerman.
Pada 6 Desember lalu, Ketua IAEA El-Baradei mengatakan, sekali Iran memperoleh tambahan uranium, berarti tinggal ”beberapa bulan” mereka bisa memiliki senjata nuklir. Apakah pemerintah Anda khawatir akan hal ini?
Kami tahu Iran amat berambisi memperkaya persediaan uranium. Mereka telah melakukannya sepanjang 20 tahun terakhir. Mereka lebih menutup-nutupi hal itu ketimbang membukanya secara terang-terangan seperti yang digariskan IAEA. Karena mereka menutup-nutupi, kami curiga ini bukan program damai.
Apakah Anda melihat niat Rusia menawarkan uranium ke Iran—bila perundingan dengan Eropa gagal—sebagai ancaman?
Dukungan Rusia dalam hal ini amat fundamental. Tapi, seperti kami, Rusia juga berusaha memikirkan solusi diplomatik yang terbaik agar Iran mau membatalkan niatnya membangun pengayaan uranium. Itu alasannya mengapa Rusia kemudian menawarkan agar Iran bisa memiliki tempat pengayaan uranium. Tapi letaknya di Rusia, bukan di Iran. Ini berbeda dari, misalnya, Rusia menawarkan uranium langsung ke Iran.
Jadi Amerika dan Rusia sudah satu posisi dalam soal ini?
Rusia, Amerika, dan Uni Eropa semua mencurigai niat Iran menambah kapasitas nuklir. Kami tak melihat ada alasan ekonomi di balik usaha Iran melakukan pengayaan uranium. Iran punya dalih sendiri, tapi tak bisa dipercaya. Tak ada di antara kami percaya mereka punya pikiran damai.
Anda khawatir Iran di bawah pemerintahan Presiden Ahmadinejad semakin memanaskan konflik?
Dari awal dia sudah mengadopsi sikap yang sangat konfrontatif. Di Amerika ada pepatah, ”Hanya Nixon yang bisa pergi ke Cina”. Ini berarti ada beberapa hal yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang garis keras. Saya tidak ingin mendului, tapi sejauh ini tidak terlihat dia (Ahmadinejad) akan menempuh jalur diplomatik.
Bagaimana Anda melihat situasi terakhir antara Israel dan Iran?
Ini bukan konflik antara Iran dan Israel, tapi antara Iran dan komunitas internasional. Ketika Iran tak menaati kewajibannya terhadap Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), dia mengingkari semua negara lain yang patuh. Tentu Israel khawatir, Ahmadinejad sudah menyatakan Israel harus dihapus dari peta. Apalagi dia bakal punya senjata nuklir yang bisa mewujudkan niat itu. Makanya Israel mengandalkan komunitas internasional untuk menangani masalah ini. Kami tak akan mengecewakan Israel. Tapi ini bukan untuk kepentingan Israel tapi demi kepentingan kita semua.
Bagaimana Anda menjelaskan kepada dunia muslim tentang sikap ini? Mengapa Israel boleh punya senjata nuklir sedangkan Iran tidak?
Israel tidak bisa disamakan dengan Iran. Israel satu kategori dengan Pakistan, yang punya senjata nuklir tapi tidak menandatangani perjanjian NPT. Kita tak bisa mengatakan senjata nuklir di kedua negara itu ilegal, karena mereka tidak terikat pada perjanjian NPT. Kami punya hubungan sangat dekat dengan Israel maupun Pakistan, baik pertahanan maupun politik. Kami meminta keduanya bergabung dengan NPT karena kami tidak ingin ada kekuatan nuklir di luar perjanjian itu. Keduanya sudah mengatakan tak berminat untuk melakukan pengayaan uranium atau menambah apa yang sudah mereka miliki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo