Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pagi di bulan Desember di Desa Cibinong, Jatiluhur, Purwakarta, Rani Rachmawati sedang bersiap-siap ke sekolah dengan sedikit cemas. Hari itu siswi kelas II SD Cibinong II ini akan menghadapi tes hasil belajar. Tiba-tiba, asap tebal mengepungnya. Baunya sungguh menyengat. Satu-dua menit kemudian, anak perempuan itu ambruk. Perutnya mulas. Gadis berusia sembilan tahun ini pun muntah dan pingsan di lantai keramik rumahnya.
Bukan hanya Rani, petaka yang sama rupanya menyergap tetangganya. Asap dari pipa PT Indorama Synthetics bergulung-gulung menyebar ke seluruh sudut kampung. Kejadian itu terjadi pukul 04.50 Selasa lalu. ”Saking tebalnya, cahaya lampu neon pun melempem,” ujar Muhidin, Ketua RW I di daerah itu. ”Asapnya seperti menusuk ulu hati.”
Kecemasan pun merebak di kampung itu. Banyak warga yang pingsan. Korban yang pingsan terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit Bayu Asih, Purwakarta, dan dirawat inap di sana beberapa hari. Meskipun ongkos perawatan ditanggung pabrik penghasil bijih plastik itu, toh warga tetap waswas.
Manajer Personalia PT Indorama Synthetics Hery Prasetyo menjelaskan, petaka subuh ini bermula Ketika salah satu sambungan saluran pipa pengolah Therminol 66. Dari pipa berdiameter 0,5 inci (sekitar 1,27 sentimeter) itu, ”Asap menyembur selama 10 menit,” ujarnya.
Walau hanya 10 menit, seberapa berbahaya Therminol? Ahli toksikologi (racun) Institut Teknologi Bandung Katarina Ogimurti maupun Profesor Yuli Sumirat Slamet tak bisa menjawabnya. Therminol, kata mereka, adalah merek dagang, jadi agak sulit mengetahui kandungan bahan kimia yang terkandung di dalamnya.
Berdasarkan fungsi dan kemampuannya menahan panas, Katarina memperkirakan bahan dasar yang digunakan adalah asbes. Asbes dipastikan berbahaya bagi kesehatan jika masuk tubuh manusia. ”Tetapi kalau Therminol, masih perlu dicari struktur pembentuknya,” ujarnya.
Penjelasan senada disampaikan Kepala Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kardono K. Subroto. Therminol merupakan bentukan dari senyawa polychlorinated biphenyls (PCBs). Zat ini bersifat racun dan mencegah serta mengganggu kinerja hormon estrogen. ”Dari kamus kimia, zat ini toxic (beracun),” katanya
Jika benar Therminol berasal dari senyawa PCBs (C12H10-xClx), menurut ensiklopedi Wikipedia, bahan ini bisa mengakibatkan anemia, membahayakan hati, perut, dan kelenjar tiroid. Sejumlah penelitian bahkan menyebutkan, bahan ini bisa mengakibatkan kanker.
Kejadian ini memaksa Kantor Kementerian Lingkungan Hidup turun tangan. Dari hasil penelitian sementara, kata Deputi Menteri Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, M. Gempur Adnan, diketahui bahwa di pabrik itu melakukan pemanasan Therminol dalam sebuah bejana raksasa (boiler) dengan memakai batu bara. Uap Therminol hasil pemanasan dialirkan melalui pipa ke mesin utama. Pada kondisi volume berlebih, uap akan disalurkan ke sebuah pipa kecil berdiameter sekitar satu inci.
Menurut Gempur, seharusnya sebelum dikeluarkan, tekanan dalam boiler dikurangi agar Therminol dingin. ”Tapi, ketika kejadian tekanannya sampai 8 Psi,” ujarnya. Itulah yang diduga membuat gas itu bisa menerobos sambungan pipa.
Gempur menjelaskan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2001 tentang bahan berbahaya dan beracun, cairan Therminol tak masuk daftar. Namun, dia tak bisa memastikan apakah dalam bentuk uap seperti itu bisa digolongkan sebagai limbah berbahaya.
Bos PT Indorama Radjeev Phene memastikan Therminol aman bagi kesehatan. ”Sudah ada jaminan dari pemasok bahan ini tak berbahaya.”
Gempur berjanji akan meneliti kasus ini dan mengaku tak akan segan-segan menegur perusahaan itu jika ada dampak negatif. Apalagi, menurut Muhidin, kejadian serupa pernah terjadi pada tahun 2000. ”Jika berpengaruh ke lingkungan, perusahaan itu harus bertanggung jawab,” katanya.
Purwanto, Nanang Sutisna (Purwakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo