Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara umumnya pengunjuk rasa Hong Kong memakai masker dan kaca-mata untuk menutupi jati diri mereka, Timothy Lee justru sebaliknya. Sebagai salah seorang koordinator aksi protes di Distrik Kowloon, pria 25 tahun ini telah akrab di mata polisi. “Menurut banyak kawan dekat saya, saya berisiko ditangkap,” kata Lee sepulang dari unjuk rasa, Senin dinihari, 9 September lalu.
Lee baru selesai mengikuti protes di sekitar Mong Kok dan stasiun metro Whampoa saat Tempo meng-hu-bunginya. “Saya jawab lewat pesan teks ya, karena saya masih di dalam bus,” ucapnya. Di Mong Kok, Lee meng-ungkapkan, demonstrasi berujung ricuh. Polisi menembakkan peluru karet dan peluru bean bag untuk menghalau massa. “Saya melihat seorang perempuan muda tertembak.”
Lee adalah aktivis dan Presiden Synergy Kowloon, organisasi penggerak pawai akbar “Rebut Kembali Hung To” di lingkungan Hung Hom dan To Kwa Wan, Kowloon, 17 Agustus lalu. Saat itu, puluhan ribu orang turun ke jalan untuk memprotes masuknya wisatawan dari Cina daratan. Tidak mudah mendapat izin unjuk rasa dari polisi, yang ketika itu telah menangkap 748 demonstran.
Sejak aksi penolakan rancangan undang-undang ekstradisi meletus pada 9 Juni lalu, Lee berunjuk rasa tiap akhir pekan. Kepada wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi, dia mengatakan keputusan Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mencabut rancangan itu tak menyelesaikan masalah.
Apa saja keinginan para pemrotes?
Kami punya lima tuntutan, yaitu pencabutan rancangan undang-undang ekstradisi, penghapusan klaim bahwa aksi protes adalah kerusuhan, penghapusan dakwaan bagi demonstran yang ditangkap, penyelidikan independen terhadap aksi brutal polisi, serta kebebasan memilih kepala eksekutif dan legislator. Kami menyebutnya “Lima Tuntutan, Tidak Kurang Satu Pun”. Kami tidak mau mundur sampai semua itu dipenuhi.
Mengapa protes bisa berlangsung berbulan-bulan?
Pengajuan RUU ekstradisi oleh pemerintah Hong Kong telah membangunkan kesadaran banyak warga Hong Kong. Mereka kini sadar bahwa kedudukan kebebasan sipil dan demokrasi di Hong Kong ternyata tidak sebaik yang mereka pikirkan selama ini.
Dengan ribuan hingga ratusan ribu orang, unjuk rasa bisa terorganisasi baik. Bagaimana caranya?
Teknologi banyak membantu. Aplikasi Telegram, dengan fitur grup dan kanal, efektif menghimpun warga yang peduli, secara anonim, dengan ide atau pandangan serupa. Setiap protes besar sering kali memiliki “Grup Publik” dan “Kanal Resmi” untuk diskusi dan berbagi informasi. Ini seperti urun daya (crowdsourcing). Semua orang bisa bergabung dan membantu dengan cara yang mereka sukai.
Apa yang membedakannya dengan demonstrasi pada umumnya?
Ini model desentralisasi aksi protes. Anda mungkin melihat unjuk rasa terorganisasi dengan baik. Padahal, bagi banyak warga Hong Kong, apa yang mereka lakukan muncul hanya saat mereka mau. Mereka yang membantu juga terdesentralisasi, baik sebagai penolong pertama maupun pemasok air dan makanan. Mereka muncul pada waktu yang tepat begitu dibutuhkan.
Siapa saja para pengunjuk rasa ini?
Ada kelompok “damai”, yaitu warga dari berbagai kelas sosial dan kelompok umur. Sedangkan mereka yang sering bentrok dengan polisi kebanyakan kaum muda. Tapi, saat polisi makin brutal, batas di antara keduanya makin buram. Mereka saling melengkapi karena ada konsensus populer di kalangan pemrotes bahwa mereka yang berbeda pandangan dan cara protes tak boleh saling mengkritik atau menjatuhkan.
Banyak pekerja mengikuti protes. Apakah mereka bolos?
Protes sering berlangsung Sabtu dan Minggu. Sebagian pesertanya pelajar dan mahasiswa. Beberapa lainnya bergabung setelah bekerja. Bahkan ada yang berhenti dari pekerjaan untuk ikut turun ke jalan.
Dari mana memperoleh pasokan logistik?
Sangat terdesentralisasi juga. Selalu ada orang yang mau menyumbangkan uang bagi para pemrotes yang membutuhkan perlengkapan atau bahkan minuman.
Ada penggalangan dana?
Kami mengumpulkan uang donasi lewat urun dana daring (online crowdfunding). Uangnya untuk membiayai pawai, membeli perlengkapan, hingga memasang iklan di media. Ada juga sumbangan dari keluarga, teman, atau warga kelas menengah yang mendukung gerakan prodemokrasi tapi tidak mau turun ke jalan, ha-ha-ha….
Cara itu ampuh?
Saat berlangsung Konferensi G-20 di Osaka, Jepang, akhir Juni lalu, beberapa demonstran menggalang donasi lewat dunia maya. Dalam waktu kurang dari sembilan jam, mereka meraup lebih dari US$ 850 ribu untuk mengiklankan gerakan protes Hong Kong di surat-surat kabar internasional. Kami sering berkelakar bahwa kami tak pernah kekurangan uang, ha-ha-ha….
Anda pernah ditahan?
Sejauh ini belum. Tapi kini koordinator aksi protes yang tidak terlibat dalam kekerasan juga bisa ditahan polisi atau diserang preman. Menurut banyak teman dekat saya, saya berisiko ditangkap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo