Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Aktivis antikorupsi Ekuador ditembak mati saat kampanye pemilihan presiden.
Fernando Villavicencio sudah lama bersuara keras tentang mafia narkotik dan korupsi.
Jambore Pramuka Sedunia di Korea Selatan terancam gagal.
Ekuador
Kandidat Presiden Ditembak Saat Kampanye
FERNANDO Villavicencio, aktivis antikorupsi dan kandidat presiden, ditembak mati saat sedang berkampanye untuk pemilihan umum Presiden Ekuador di Ibu Kota Quito, Rabu, 9 Agustus lalu. Tersangka penembak tewas dalam baku tembak dengan polisi. Kantor kejaksaan menyatakan enam orang ditahan dan sembilan orang, termasuk Villavicencio, tewas dalam serangan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Guillermo Lasso berjanji menghukum pelaku pembunuhan ini. “Kejahatan terorganisasi sudah terlalu jauh dan hukum berat sepenuhnya akan menimpa mereka,” katanya seperti dikutip CNN. Lasso menyatakan negara dalam keadaan darurat selama 60 hari. Namun Presiden Dewan Pemilihan Umum Diana Atamaint menegaskan bahwa pemilihan tetap berlangsung sesuai dengan jadwal pada 20 Agustus mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fernando Villavicencio, legislator 59 tahun di Majelis Permusyawaratan Rakyat Ekuador, sudah lama berbicara lantang tentang korupsi dan kekerasan akibat perdagangan narkotik di negeri itu. Dia pernah menyebut Ekuador sebagai “negara narkotik” saat ia mengusulkan memimpin perang melawan “mafia politik”.
Pada usia 18 tahun, Villavicencio mendirikan surat kabar Prensa Obrera, yang berfokus pada hak-hak buruh. Dia ditahan dua hari oleh junta militer saat itu karena dituduh punya hubungan dengan pemberontak Marxis. Setelah bekerja di perusahaan minyak negara EP Petroecuador, dia membongkar skandal korupsi dan pencemaran lingkungan dalam industri minyak. Dia juga mengungkap campur tangan pemerintah Presiden Rafael Correa dalam penanganan gugatan Chevron, perusahaan minyak Amerika Serikat.
Pada 30 September 2010, Correa disandera sejumlah polisi di sebuah rumah sakit selama beberapa jam. Tentara kemudian membebaskan Correa dan menewaskan sedikitnya lima orang. Villavicencio meminta Kejaksaan Agung menyelidiki tanggung jawab presiden atas kekerasan dalam operasi militer di tempat yang dipenuhi warga sipil tersebut. Correa menuduh Villavicencio telah mencemarkan namanya dan Villavicencio divonis 18 bulan penjara. Villavicencio lalu melarikan diri ke hutan Amazon pada 2014.
Villavicencio juga mengaku pernah beberapa kali mendapat ancaman pembunuhan dari kelompok kriminal. “Kini Ekuador dikendalikan oleh Jalisco Nueva Generación, Kartel Sinaloa—keduanya dari Meksiko—juga mafia Albani,” ucap Villavicencio kepada CNN pada Mei lalu.
Korea Selatan
Jambore Pramuka Sedunia Terancam Gagal
PRESIDEN Korea Selatan Yoon Suk-yeol menghadapi tekanan untuk mencopot menteri-menteri penting, termasuk Menteri Kesetaraan Gender dan Keluarga Kim Hyun-sook, atas kesalahan penanganan Jambore Pramuka Sedunia di Saemangeum, Provinsi Jeolla Utara, Korea Selatan, Rabu, 9 Agustus lalu. Jambore itu terancam gagal setelah puluhan ribu anggota pramuka dari seluruh dunia dievakuasi pada Selasa, 8 Agustus lalu, karena suhu panas ekstrem, ancaman topan Khanun, dan perencanaan yang buruk. Bahkan ada dugaan sebagian besar dana jambore telah dihabiskan panitia untuk berbagai perjalanan luar negeri yang mewah.
Lokasi perkemahan Jambore Pramuka Dunia ke-25 di Buan, Korea Selatan, 4 Agustus 2023. Reuters/Kim Hong-Ji
Masalah sudah dimulai sejak sebelum jambore. Setidaknya 10 anggota pramuka dari Swiss terluka saat bus yang membawa mereka bertabrakan dengan bus lain di Suncheon. Sebelum dievakuasi pada Selasa lalu, ribuan peserta jambore menderita penyakit akibat panas karena suhu musim panas yang ekstrem dan puluhan lainnya dinyatakan positif Covid-19.
Anggota parlemen mendesak agar menteri yang bertanggung jawab atas acara tersebut dicopot dari jabatan mereka setelah jambore yang memakan biaya 117 miliar won atau sekitar Rp 196 miliar itu berakhir. “Pertama-tama, permintaan maaf secara internasional harus didahulukan. Kemudian negara harus melakukan penyelidikan dan memecat menteri yang memikul tanggung jawab terbesar,” kata Ahn Cheol-soo, anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat, seperti dikutip Korea Herald.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo