Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kata Peneliti CSIS soal Keanggotaan Indonesia dalam BRICS

Peneliti CSIS menilai Indonesia berkeinginan untuk lepas dari pengaruh Barat dengan keanggotaannya di BRICS.

11 Januari 2025 | 17.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Logo BRICS 2024. Alexei Danichev/BRICS-RUSSIA2024

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Muhammad Waffaa Kharisma angkat bicara ihwal bergabung Indonesia sebagai anggota penuh BRICS. Menurut dia, bergabungnya Indonesia dalam keanggotaan BRICS bisa disebabkan karena negara-negara Barat cenderung tak mendengarkan aspirasi negara berkembang, seperti Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Bisa jadi secara simbolis memberikan sinyal ke dunia bahwa Indonesia termasuk negara yang frustrasi dengan kurangnya pengaruh di tatanan yang dipimpin Barat; kurang didengarnya concern dari negara berkembang, khususnya oleh AS," kata Waffaa dalam pesan tertulisnya kepada Tempo melalui aplikasi WhatsApp pada Sabtu, 11 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Waffaa berpendapat Indonesia percaya bahwa tatanan multipolar ke depan butuh kendaraan kendaraan politik internasional yang non-tradisional, salah satunya dengan bergabung dalam keanggotaan BRICS. 

Lebih lanjut, Waffaa menyebut keputusan ini dapat berhubungan dengan upaya Indonesia untuk membuka sumber investasi lebih besar dari kelompok negara yang tidak memaksa Indonesia berpihak pada suatu poros, memilih kawan dan lawan (choose a side).

Waffaa menuturkan bahwa BRICS bisa dijelaskan sebagai perkumpulan yang mengusung nilai-nilai ideal yang menjanjikan dan sesuai dengan semangat Indonesia. 

BRICS, jelas Waffaa, bisa dilihat sebagai simbol reformasi tatanan global yang lebih bersahabat kepada negara berkembang, terutama mengenai pembangunan berkelanjutan dan penanganan isu iklim, reformasi tatanan multilateral dunia, dan sebagai platform dorong solidaritas antarnegara berkembang. 

Berkenaan dengan keuntungan keanggotaan Indonesia dalam BRICS, Waffaa menyoroti alasan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang menyebut keanggotaan itu merupakan perwujudan kebijakan luar negeri bebas aktif. Dia menilai alasan itu cenderung bersifat normatif. 

Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono mengungkap langkah strategis Indonesia di dunia internasional, salah satunya lewat keberhasilan Indonesia bergabung sebagai anggota penuh BRICS pada Januari 2025. 

Sugiono mengatakan bahwa proses aksesi Indonesia ke dalam keanggotaan BRICS merupakan bagian dari diplomasi aktif di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto. Dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan, jelas Sugiono, para anggota BRICS sepakat untuk memutuskan dan menerima Indonesia.

"Di sini, kita melihat bahwa Indonesia dipandang sebagai negara yang penting untuk bisa segera bergabung,” tutur Sugiono saat menyampaikan pidato dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) 2025 di kantor Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Jakarta Pusat, pada Jumat, 10 Januari 2025. 

Lebih lanjut, Sugiono menegaskan bahwa keanggotaan Indonesia di dalam BRICS merupakan perwujudan nyata dari prinsip politik luar negeri bebas aktif dan bukan sebuah penyimpangan. 

 “Karena keputusan ini bukanlah merupakan hasil kerja semalam, melainkan buah dari kiprah, konsistensi, dan keteguhan diplomasi Indonesia selama puluhan tahun.” ucapnya.

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus