Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi, tak mampu menyembunyikan kegetirannya. Pria berjulukan Demolition Man alias Sang Pembongkar itu mengakui gagal meyakinkan rakyat agar mendukung amendemen konstitusi untuk merampingkan birokrasi. "Saya kalah dan saya akui dengan tegas," kata Renzi, 90 menit setelah hasil referendum diumumkan pada Ahad pekan lalu.
Amendemen yang mereformasi sepertiga konstitusi itu sebenarnya telah lolos di parlemen. Tapi Renzi, 41 tahun, terpaksa gigit jari. Hanya 40,9 persen pemilih yang mendukung, sedangkan 59,1 persen pemilih menyatakan tidak.
Perdana menteri termuda Italia itu memang mempertaruhkan jabatan untuk mengubah sistem politik Italia. Dia bermaksud mengurangi jumlah anggota parlemen. Harapannya, selain mempercepat lolosnya kebijakan pemerintah, perubahan itu bakal memangkas biaya politik sebesar US$ 530 juta atau sekitar Rp 7,1 triliun per tahun.
Para pemilih Italia tampak tak bisa memahami niat Renzi. Jajak pendapat sebelum hari pencoblosan memperlihatkan ketidaktahuan rakyat terhadap konstitusi Italia, apalagi perubahannya.
Konstitusi 1948, yang disahkan setelah rezim fasis, dipahami rakyat Italia sebagai karya sempurna yang ditulis orangorang terpilih. "Tidak seperti politikus Italia saat ini dan mereka yang tidak ditugasi saat ini," kata seorang penjual telur di Pasar Roma, seperti dikutip The Local Italy.
Mereka juga khawatir pengurangan anggota parlemen bakal memperkuat kekuasaan siapa pun yang bertakhta di Palazzo Chigi, kediaman perdana menteri. Rakyat juga termakan kampanye "tidak", yang mendengungkan ketakutan bakal hilangnya fungsi kontrol di parlemen.
Ancaman Renzi untuk mundur juga terdengar lebih nyaring ketimbang reformasi yang ditawarkan. Mantan Wali Kota Florence yang populer saat terpilih pada 2014 itu belakangan melorot popularitasnya. Sikap tegas dan terus terangnya, hingga dia disebut Sang Pembongkar, dinilai sebagai arogansi, termasuk di partainya sendiri, Partai Demokrat. Banyak juga yang menuduh Renzi sekawan dengan Uni Eropa dan kaum mapan lainnya.
"Renzi sangat tidak disukai," kata Antonio Moto, kepala jajak pendapat IPR, seperti dikutip The Local Italy. Menurut Moto, suara penolakan bukan terhadap amendemen konstitusi, tapi "perlawanan terhadap kemapanan dan gaya Renzi".
Pria yang pernah didapuk majalah Forbes sebagai orang berusia di bawah 40 tahun yang paling berpengaruh di dunia itu juga dituding hanya memikirkan pencitraan publik. Dia dianggap gagal membujuk Eropa untuk berbagi beban dalam krisis migran.
Rekam jejak Renzi di bidang ekonomi lebih buruk. Dia dituding gagal membangkitkan ekonomi Italia, yang boleh dibilang tak pernah tumbuh sejak enam tahun lalu. Tingkat pengangguran tinggi, tak bergerak di angka 11,4 dan 11,7 persen selama 15 bulan terakhir.
Walhasil, di daerah dengan tingkat pengangguran tertinggi, suara "tidak" mencapai 65,8 persen. Di wilayah miskin di selatan Italia sebagian besar juga memilih menolak reformasi.
Kelompok penolak ide Renzi dimotori mantan aktor yang juga komedian, Beppe Grillo. Tokoh oposisi yang dikenal sebagai "Donald Trumpnya Italia" ini menamai kelompoknya Movimento 5 Stelle alias Gerakan Lima Bintang.
Namun kegagalan referendum Renzi bukan sertamerta kemenangan Grillo. Kalangan kiri dan kanan yang antikemapanan serta antiUni Eropa itu harus memenangi pemilihan umum lebih dulu. Mereka harus menyusun undang-undang pemilu yang baru.
Renzi sendiri tetap mempertahankan posisi sebagai Ketua Partai Demokrat, yang hingga kini masih merupakan partai terbesar di Italia. Dengan kata lain, pengaruhnya tidak dapat dikesampingkan begitu saja.
Bapak tiga anak dan suami seorang guru, Agnese Landini, yang dinikahinya pada 1999 itu pun tetap optimistis. Dia tak kehilangan selera humor saat mengumumkan pengunduran dirinya. Sambil mengaku esoknya bakal merayakan ulang tahun ke86 neneknya, dia berterima kasih kepada para lansia yang mendukungnya dalam debat referendum. "Dan semoga saya akan lebih beruntung dalam pertarungan PlayStation dengan anak saya, ketimbang yang saya dapat di sini," katanya.
Natalia Santi (Reuters, BBC, Time, CNN, The Local Italy)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo