Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama lengkapnya Vajiralongkorn Bodindradebayavarangkun. Kamis dua pekan lalu, lelaki 64 tahun ini menerima warisan yang tak kepalang tanggung dari ayahandanya yang mangkat pada pertengahan Oktober lalu: sebuah kerajaan yang secara de facto diperintah oleh junta militer. Ya, junta yang memiliki kekuasaan nyaris tak terbatas, tapi membutuhkan legitimasi dari seorang raja seperti ayahnya, seperti dirinya.
"Saya setuju untuk memenuhi harapan Raja yang terakhir, demi seluruh rakyat Thailand," katanya dalam upacara bersahaja di Istana yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi nasional. Kendati belum boleh mengenakan mahkota, pada Kamis itu Vajiralongkorn telah menerima undangan dari badan legislatif Thailand, isyarat yang menunjukkan bahwa ia telah resmi bergelar Rama X, penerus wangsa Chakry. Selaku Raja Thailand, sekarang ia menghadapi sebuah negeri yang pelik: diroyan konflik horizontal, memiliki tradisi kudeta militer, dan bayang-bayang sukses ayahandanya yang bijak, Raja Bhumibol Adulyadej.
Suka atau tidak, orang akan membandingkan kepemimpinannya dengan Raja Bhumibol. Hampir 70 tahun bertakhta, ayahnya berhasil mengakhiri pertumpahan darah antara kelompok militer yang menggelar kudeta dan gerakan pro-demokrasi pada 1992. Bertahun-tahun menghabiskan waktu dan energi untuk mempertahankan keseimbangan kepentingan antara kalangan militer dan sipil, antara kelas menengah perkotaan dan masyarakat perdesaan, sang ayah menjadi tokoh yang disegani dan praktis tak punya musuh. Pada akhir hidupnya, Raja Bhumibol sibuk meningkatkan kesejahteraan ribuan petani di perdesaan yang luput dari perhatian junta.
Raja yang arif telah pergi, kini bola berada di tangan putra mahkota. Ironis sekali, belum lagi raja baru ini menjalankan tugas keseharian, masyarakat Thailand sudah mulai mempergunjingkan siapa yang bakal menggantikan Vajiralongkorn. Dan harapan jatuh kepada "putri malaikat", Putri Prathep Sirindhorn, 61 tahun, saudara perempuan Vajiralongkorn, yang mendedikasikan hidupnya untuk dunia seni dan peternakan. Lelah membicarakan Vajiralongkorn yang sudah tiga kali berganti istri, ditambah aneka cerita tentang perempuan simpanannya, mereka melupakan masalah kini, mengalihkan topik diskusi ke "masa depan" yang menimbulkan harap: suksesi kepemimpinan ke tangan putri yang tidak menikah itu.
Berbeda dengan Raja Bhumibol yang dicintai rakyat, Vajiralongkorn dipandang lebih mungkin mendatangkan masalah ketimbang solusi. Agak egosentris, raja baru ini cenderung menganggap segala persoalan di muka bumi sebagai masalah pribadi belaka. Susah dipercaya, saking sayangnya kepada anjing peliharaannya, Vajiralongkorn kemudian mengangkat Foo Foo—nama hewan itu—sebagai pejabat tinggi Angkatan Udara dan menyatakan empat hari berkabung setelah kematian sang anjing dua tahun lalu.
Ia juga bisa menjadi cukup bengis manakala rasa kecewa dan amarah menguasai dirinya. Ia membalas dendam kepada salah seorang perempuan yang pernah dinikahinya dengan mengasingkan mantan istrinya itu beserta keluarganya di luar negeri dan menghapus semua gelar kebangsawanan anak-anaknya sendiri. Namun, dari semua itu, yang paling mencorong adalah ia seorang playboy sejati.
"Saya harus jujur, putraku, putra mahkota, sedikit seperti Don Juan," kata ibunda Ratu Sirikit suatu hari, dalam sebuah wawancara dengan surat kabar The Wall Street Journal pada 1982. Wawancara yang membuat koran itu lantas dilarang beredar di Thailand lantaran memberikan gambaran negatif kepada keluarga raja. Ya, raja dan keluarga tidak dapat berbuat salah karena pasal lèse-majesté siap mengganjar siapa saja yang berani menorehkan lukisan buruk tentang mereka dengan ancaman maksimal 30 tahun kurungan.
Di Thailand, yang sarat dengan pertarungan antarkelompok kepentingan, raja baru yang cara berpikirnya kerap egosentris ini dikhawatirkan menjadi kendaraan yang baik bagi elite politik. Perseteruan junta dengan taipan bekas perdana menteri Thaksin Shinawatra mendudukkan raja pada posisi cukup menentukan. Menurut The Economist, konon kudeta militer 2014 bermula dipicu oleh akumulasi kecemburuan para jenderal kepada Thaksin. Pengusaha-politikus populis ini yang cepat menghadiahkan sebuah mobil luks kepada Vajiralongkorn—kala itu putra mahkota—tak begitu lama setelah naik takhta pada 2001.
Melihat kedekatan Vajiralongkorn dengan Thaksin, kemudian dengan saudaranya, Yingluck Shinawatra—keduanya pernah menduduki posisi perdana menteri—militer mencari cara yang jitu untuk mendekatkan diri dengan keluarga raja.
Di mata militer, Putra Mahkota Vajiralongkorn merupakan sasaran yang paling mudah didekati. Untuk menebarkan kesan bahwa putra mahkota dalam kondisi prima, junta militer menyelenggarakan fun bike, yang acaranya ditujukan bagi kedua orang tua Vajiralongkorn. Militer bersama Vajiralongkorn telah bahu-membahu menyingkirkan kesan bahwa kesehatan putra mahkota merosot akhir-akhir ini.
Junta militer mencoba menanamkan kesan bahwa merekalah yang paling berjasa menegakkan kewibawaan kerajaan. Pada 2011, seorang kakek berusia 61 tahun dihukum 20 tahun penjara lantaran mengirim pesan pendek yang dinilai bernada hujatan terhadap Ratu. Sejumlah kelompok hak asasi manusia mengatakan pasal lèse-majesté telah digunakan sebagai senjata politik untuk memberangus kebebasan berpendapat. Lembaga Amnesty International mengecam putusan pengadilan Thailand yang telah menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara terhadap pegiat sosial dan mantan editor majalah, Somyot Prueksakasemsuk.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha telah menekankan bahwa pasal itu diperlukan untuk melindungi keluarga kerajaan. Somyot dipenjara pada 2013 setelah merilis dua artikel yang dinilai menyinggung keluarga kerajaan. Akhir-akhir ini penahanan terhadap pelanggar lèse-majesté dikaitkan dengan pesan-pesan di situs media sosial. Seorang pria divonis hukuman penjara selama 15 tahun karena telah mengunggah foto-foto anjing kesayangan Raja Bhumibol di Facebook. Jaksa menilai unggahan pria itu sengaja dibuat untuk menghina Raja. Sedangkan junta militer menganggap pesan-pesan itu bersifat hujatan.
Kini junta yang mati-matian mempertahankan kekuasaan akan menggunakan seorang raja baru untuk melegitimasi kepentingannya. Dan Thaksin, dari rumah pengasingannya di Dubai, akan menempuh pelbagai cara untuk mendekati Vajiralongkorn. Keduanya sama-sama yakin inilah saat yang tepat untuk mendapatkan dukungan raja. Karena kelemahan sang raja merupakan kesempatan besar untuk menanamkan pengaruh masing-masing.
"Vajiralongkorn bertahun-tahun tak pernah menunjukkan ketertarikan pada politik dan acara kerajaan. Orang Thai tak pernah tahu bagaimana pandangannya tentang politik, tentang masa depan kerajaan," kata Pavin Chachavalpongpun, profesor studi Asia Tenggara di Universitas Kyoto, dalam sebuah ikhtisarnya.
Idrus F. Shahab (BBC, The Guardian, CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo