Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kekurangan Pekerja Migran, Industri Malaysia Terancam Kehilangan Pendapatan

Perusahaan Malaysia kekurangan setidaknya 1,2 juta pekerja migran di bidang manufaktur, perkebunan dan konstruksi.

13 Juni 2022 | 15.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Perusahaan Malaysia dari perkebunan kelapa sawit hingga pembuat semikonduktor terpaksa menolak pesanan dan terancam kehilangan pendapatan miliaran ringgit karena kekurangan lebih dari satu juta pekerja migran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meskipun perekrutan pekerja asing mulai berlangsung sejak pencabutan pembatasan COVID-19 pada Februari, belum tampak peningkatan jumlah pekerja migran ke Malaysia. Malaysia kekurangan setidaknya 1,2 juta pekerja di bidang manufaktur, perkebunan dan konstruksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kekurangan ini semakin memburuk setiap hari karena permintaan tumbuh dengan meredanya pandemi, data industri dan pemerintah menunjukkan.

Pabrik Malaysia mengatakan mereka kekurangan 600.000 pekerja, konstruksi membutuhkan 550.000 pekerja, industri kelapa sawit melaporkan kekurangan 120.000 pekerja, pembuat chip kekurangan 15.000 pekerja, dan pembuat sarung tangan medis mengatakan mereka membutuhkan 12.000 pekerja.

Seperti dilansir Reuters Senin 13 Juni 2022, hal ini karena lambatnya persetujuan pemerintah Malaysia dan negosiasi yang berlarut-larut dengan Indonesia dan Bangladesh mengenai perlindungan pekerja migran, kata kelompok industri, perusahaan, dan diplomat.

Negara Asia Tenggara yang menjadi mata rantai utama dalam rantai pasokan global, bergantung pada jutaan pekerja asing untuk pekerjaan di sektor pabrik, perkebunan, dan jasa. Pekerjaan ini dijauhi oleh penduduk Malaysia karena dianggap kotor, berbahaya, dan sulit.

“Pembuat chip menolak pelanggan karena penduduk setempat tidak tertarik bekerja di industri ini. Dan banyak pekerja akan pergi dalam waktu kurang dari setengah tahun,” kata Wong Siew Hai, presiden Asosiasi Industri Semikonduktor Malaysia.

Manufaktur, yang membentuk hampir seperempat dari ekonomi Malaysia, takut kehilangan pelanggan ke negara lain karena pertumbuhan meningkat.

"Meskipun optimisme yang lebih besar dalam prospek dan peningkatan penjualan, beberapa perusahaan sangat terhambat dalam kemampuan mereka untuk memenuhi pesanan," kata Soh Thian Lai, presiden Federasi Manufaktur Malaysia, yang mewakili lebih dari 3.500 perusahaan.

Para penanam kelapa sawit berada pada titik puncak, kata Carl Bek-Nielsen, direktur eksekutif penanam kelapa sawit United Plantations. "Situasinya seperti harus memainkan permainan sepak bola melawan 11 orang tetapi hanya diizinkan untuk memasukkan tujuh orang," ujar Bek-Nielsen.

Industri minyak sawit, yang menyumbang 5 persen ekonomi Malaysia, memperingatkan 3 juta ton panen bisa hilang tahun ini karena buah membusuk tanpa dipetik. Ini berarti kerugian lebih dari US$4 miliar. Industri sarung tangan karet memperkirakan US$700 juta pendapatan yang hilang tahun ini jika kekurangan tenaga kerja terus berlanjut.

Pada April, Menteri Tenaga Kerja M. Saravanan mengatakan perusahaan telah meminta untuk mempekerjakan 475.000 pekerja migran. Namun, kementerian hanya menyetujui 2.065 orang, menolak beberapa karena informasi yang tidak lengkap atau kurangnya kepatuhan terhadap peraturan.

Para diplomat dari Indonesia dan Bangladesh, dua sumber tenaga kerja asing terbesar di Malaysia, mengatakan kepada Reuters bahwa hak-hak pekerja adalah bagian dari hambatan dalam mencari pekerja migran.

Bangladesh menandatangani perjanjian pada Desember untuk mengirim pekerja, tetapi pelaksanaannya tertunda setelah Dhaka memprotes proses perekrutan yang diusulkan Malaysia. Mereka khawatir rencana tersebut dapat menyebabkan peningkatan biaya bagi pekerja dan jeratan utang, kata sumber diplomatik Bangladesh.

"Fokus utama kami adalah kesejahteraan dan hak-hak pekerja kami," kata Menteri Kesejahteraan Ekspatriat dan Ketenagakerjaan Luar Negeri Bangladesh, Imran Ahmed. "Kami memastikan mereka mendapatkan upah standar, mereka memiliki akomodasi yang layak, mereka menghabiskan biaya minimum untuk migrasi dan mereka mendapatkan semua jaminan sosial lainnya."

Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono, mengatakan kekhawatiran atas perlindungan pekerja muncul dalam pembicaraan bilateral baru-baru ini.

SUMBER: REUTERS

 

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus